Bab 8 It’s a Wedding Day
by Abigail Kusuma
10:32,Sep 25,2023
Persiapan pernikahan Audrey dan Xander bisa dikatakan hampir seratus persen. Segala kebutuhan yang diperlukan sudah selesai. Mulai dari gedung, souvenir, dekorasi, gaun pengantin dan segalanya yang diperlukan dalam proses pernikahan telah diurus.
Tentu Audrey tak mengurus pernikahannya sendiri. Keluarga besar Audrey dan keluarga besar Xander turut terlibat dalam proses persiapan pernikahan. Terlebih Audrey dan Xander sama-sama anak pertama di keluarga. Itu yang membuat persiapan pernikahan haruslah matang dan sempurna.
Di awal sebelum persiapan pernikahan memang Athes dan Marco memang sudah meminta pernikahan Audrey dan Xander haruslah meriah. Bahkan tamu udangan yang hadir akan sangat banyak. Pun pernikahan Audrey dan Xander haruslah disorot oleh media.
Well, sebenarnya Xander hanya menginginkan pernikahan yang sederhana tapi Athes dan Marco tak sependapat dengan keinginan Xander. Akhirnya Xander pun memilih mengalah dan membiarkan keluarganya serta keluarga Audrey yang mempersiapkan pernikahan.
Menjelang pernikahan, Xander dan Audrey sudah tak diizinkan oleh keluarga untuk datang ke kantor. Memang sudah satu minggu belakangan ini Audrey pun hanya bolak-balik pergi ke klinik kecantikan dan salon merawat tubuhnya.
Sedangkan Xander—pria itu bekerja di apartemennya. Seperti biasa Xander tak bisa melewatkan satu kali saja pekerjaannya. Xander tak ingin ribut dengan keluarganya. Itu kenapa Xander tidak datang ke kantor sesuai yang keluarganya inginkan namun Xander tetap bekerja di apartemen.
Seperti saat ini, Xander tengah berkutat pada Macbook di pangkuannya. Pria itu bekerja di ruang tengah apartemennya. Merasa bosan di ruang kerjanya membuat Xander memilih bekerja di ruang tengah. Lagi pula belakangan ini pekerjaan Xander tidaklah banyak. Yang Xander kerjakan hanya memeriksa laporan yang telah dibuat asistennya.
“Xander. Kau di dalam kan?” Audrey menerobos masuk ke dalam apartemen Xander. Tak sulit bagi Audrey keluar masuk apartemen Xander, pasalnya wanita itu tahu password apartemen Xander. Begitupun dengan Xander yang juga tahu password apartemen Audrey.
“Audrey, kenapa kau seperti orang utan saja!” seru Xander kala Audrey masuk ke dalam apartemennya dengan berteriak-teriak.
“Sayang? Kau di sini? Aku pikir kau di ruang kerjamu.” Audrey tersenyum melihat Xander bersantai di ruang tengah. Audrey tak mengira kalau Xander bekerja di ruang tengah.
“Ada apa kau ke sini, Audrey?” tanya Xander dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.
Audrey tersenyum riang. Wanita itu langsung duduk di samping Xander sambil menunjukan layar ponselnya dan berkata, “Aku tadi memilih kalung berlian yang cocok untuk di pernikahan kita nanti, Xander. Menurutmu bagaimana pilihanku? Cantik kan?”
Xander mengangguk singkat merespon ucapan Audrey.
“Ck! Xander pilihanku bagus atau tidak? Kenapa kau malah hanya menganggukan kepala saja? Besok sudah pernikahan kita, Xander. Aku mau—”
“Kau memakai apa pun akan selalu bagus, Audrey. Berhenti meminta pendapatku,” potong Xander tegas.
Seketika senyuman di wajah Audrey terlukis kala mendengar apa yang Xander ucapkan. Audrey mendengar dengan jelas kala Xander mengatakan dirinya selalu bagus memakai apa pun. Wajah Audrey sumiringah bahagia. Wanita itu langsung mengambil Macbook Xander, menyingkirkan menjauh dari sang tunangan. Lalu Audrey segera duduk di pangkuan sang tunangan san melingkarkan tangannya ke leher tunangannya itu.
“Audrey apa-apaan kau ini! Aku sedang—” Perkataan Xander terpotong kala Audrey mencium bibir pria itu. Tak bisa memungkiri bibir Audrey sangat manis dan lembut. Xander pun tak pernah bisa menolak kala merasakan bibir Audrey di permukaan bibirnya.
“Aku hanya ingin tampil cantik di depanmu, Xander,” bisik Audrey tepat di depan bibir Xander. “Aku ingin di pernikahan kita nanti, kau menyukai penampilanku.”
Xander terdiam kala mendengar apa yang diucapkan oleh Audrey. Tak ada yang bisa Xander katakan. Pria itu seakan mengiyakan ucapan Audrey hanya saja Xander tak mengeluarkan sepatah kata pun pada Audrey.
Audrey membawa tangannya membelai pipi Xander, wanita itu kembali melumat bibir Xander dengan begitu lembut. Hanyut. Xander pun hanyut akan ciuman Audrey. Sebagai pria normal yang merasakan kelembutan bibir Audrey tak akan mampu Xander tolak.
Xander menarik tengkuk leher Audrey, membalas ciuman bibir Audrey begitu lembut dan sedikit liar. Bibir Xander mengulum bibir bawah Audrey. Bergantian dengan Audrey yang mengulum bibir atas Xander. Lidah mereka saling membelit satu sama lain. Bertukar saliva yang seakan menyalurkan gairah membara. Desahan pelan lolos di bibir Audrey kala Xander memperdalam ciumannya dengan begitu agresif dan menuntut. Letupan hasrat keduanya pun telah berkobar. Kenyataannya ciuman itu mampu membangkitkan hasrat mereka.
***
Para pelayan mondar-mandir begitu sibuk mengantarkan segala kebutuhkan sang pengantin yang kini tengah dirias. Ya, hari ini adalah hari yang telah dinanti-nantikan Audrey. Hari di mana Audrey akan menikah dengan pria yang begitu dia cintai. Tak pernah Audrey sangka kalau hari ini akan terjadi dalam hidupnya. Mimpi yang selama ini Audrey impikan selangkah lagi akan terwujud. Dan hal itu yang membuat Audrey menunjukan wajah yang bahagia.
“Perfect,” ucap sang make-up artist kala sudah merias wajah Audrey. “Anda sangat cantik, Nona. Mata Anda benar-benar indah. Oh astaga, wajah Anda mirip seperti boneka. Tuhan benar-benar memberikan kesempurnaan pada Anda.”
Audrey tersenyum. “Terima kasih banyak. Ini juga karena berkat tanganmu.”
“Tidak, Nona. Ini bukan hanya karena riasan wajah tapi karena memang Anda sangat cantik,” puji sang make-up artist. “Baiklah, Nona, mari saya bantu untuk menggantikan gaun pengantin Anda.”
Audrey menganggukan kepalanya merespon ucapan sang make-up artist. Lantas Audrey segera dibantu oleh sang make-up artist mengganti gaun pengantin yang telah disiapkan. Dan ketika gaun pengantin sudah dipakai oleh Audrey, tatapan sang make-up artist menatap kagum gaun pengantin yang membalut tubuh Audrey.
“Gaun ini sangat cantik di tubuh Anda, Nona,” puji sang make-up artist tulus.
“Terima kasih,” jawab Audrey hangat.
“Audrey.” Suara riang seorang wanita melangkah memasuki ruang rias. Refleks, Audrey mengalihkan pandangannya pada sumber suara itu.
“Dakota? Kau sudah pulang?” Audrey terkejut melihat Dakota—sepupu kandungnya yang terakhir Audrey dengar tengah berlibur ke Maldives. Bisa dikatakan hidup Dakota lebih banyak traveling keliling dunia dari pada mengurus perusahaan keluarga. Hal itu yang membuat Dakota kerap dimarahi oleh keluarga besar.
“Oh, My God. Kenapa bisa aku melihat bidadari di dunia? Kau cantik sekali, Audrey.” Mata Dakota menatap Audrey dengan binar kekaguman.
Audrey menggeleng-gelengkan kepalanya. “Jangan berlebihan, Dakota. Aku tidak secantik yang kau pikir. Ini semua murni hanya karena riasan make up.”
“Ck! Kau itu memang sangat cantik, Audrey,” decak Dakota jengkel.
Audrey mengulum senyumannya. “Terima kasih. Kau juga sangat cantik, Dakota.”
“Of course. Spencer memang melahirkan generasi yang sempurna.” Dakota mendekat, dan langsung memeluk erat Audrey. Pun Audrey membalas pelukan Dakota.
Dakota Spencer adalah sepupu kandung Audrey dari sisi sang ibu. Miranda Spencer—ibu Audrey memiliki satu kakak laki-laki yang bernama Darren Spencer—yang mana adalah ayah kandung Dakota. Hubungan Audrey dan Dakota memang sangatlah dekat. Mengingat Audrey hanya memiliki adik laki-laki jadi tentu saja Audrey dan Dakota sangatlah dekat.
“Audrey, aku benar-benar tak menyangka kau dan Xander akan menikah secepat ini.” Dakota mengurai pelukannya, menatap hangat Audrey. “But, aku ikut senang kalau kau bahagia. Congrats, Audrey.”
“Thanks, Dakota. Aku berharap kau mendapatkan pria yang terbaik untukmu,” ucap Audrey dengan begitu tulus dan hangat.
Dakota mengangkat bahunya tak acuh. “Aku belum memikirkan tentang itu tapi terima kasih sudah mendoakanku.”
“Audrey.” Athes dan Miranda melangkah masuk ke dalam ruang rias. Refleks, Audrey dan Dakota mengalihkan pandangan mereka pada sumber suara itu.
“Pa, Ma?” Audrey tersenyum melihat Athes dan Miranda datang.
“Paman, Bibi.” Dakota menundukan kepalanya sopan melihat Athes dan Miranda datang. Pun Athes dan Miranda membalas sapaan Dakota dengan senyuman di wajahnya.
“Audrey, kau cantik sekali, Sayang.” Miranda menatap Audrey dengan mata yang mulai berkaca-kaca terharu bahagia.
Audrey kembali tersenyum. Wanita itu langsung memeluk kedua orang tuanya. Athes dan Miranda membalas pelukan putri mereka. Terlihat bukan hanya mata Miranda yang berkaca-kaca tetapi mata Athes pun mulai berkaca-kaca. Baik Miranda dan Athes begitu bahagia.
“Kau benar-benar sangat cantik, Princess.” Athes mengurai pelukannya. Pria paruh baya itu membelai pipi Audrey lembut. “Xander pasti sangat mengagumimu.”
“Benarkah itu, Pa?” Mata Audrey berbinar bahagia mendengar ucapan Athes.
“Tentu saja benar. Kau sangat cantik.” Athes mencubit pelan hidun Audrey.
“Apa yang Papa-mu katakan adalah benar. Xander pasti sangat mengagumimu,” sambung Miranda hangat.
Audrey tersenyum. “Aku cantik karena memiliki Papa yang sangat tampan dan Mama yang sangat cantik.”
Athes mengecup kening Audrey. “Yasudah, lebih baik kita ke depan sekarang. Upacara pernikahanmu sebentar lagi akan dimulai.”
Audrey menganggukan kepalanya. Lantas wanita itu melangkah keluar ruang rias bersama dengan kedua orang tuanya dan Dakota—yang bertugas sebagai bridesmaid.
***
Jepretan kamera tersorot pada Audrey yang melangkah masuk ke dalam ballroom hotel bersama dengan Athes. Ribuan tamu undangan tak henti melihat penampilan Audrey yang begitu memukau layaknya seorang putri raja. Gaun pengantin yang tak terlalu terbuka tapi begitu menunjukan kelas. Tak bisa menampik sosok Audrey Russel selalu dikenal dengan sosok yang mahal. Para wartawan tampak sibuk mengambil gambar Audrey dan Athes yang tengah memasuki ballroom hotel. Pernikahan Xander dan Audrey memang sangat meriah dan mewah sesuati yang diinginkan oleh kedua keluarga besar mereka.
Para keluarga sejak tadi pun menatap kagum dan memuja penampilan Audrey. Tak sedikit yang memuji penampilan Audrey hari ini. Diusia yang sudah 23 tahun tapi Audrey memiliki paras yang awet muda. Orang berpikir kalau Audrey belum sampai diusia 20 tahun. Wajah mirip boneka itu jarang memakai riasan tebal. Bahkan di hari penting pernikahan saja Audrey memakai riasan flawless namun malah membuat wanita itu semakin sangat cantik.
Di ujung sana, Xander berdiri di altar dengan tatapan yang tak lepas menatap Audrey. Tatapan yang dingin itu tersirat kagum akan penampilan Audrey. Cantik. Bahkan sangat cantik. Itu yang ada dalam pikiran Xander.
Sesaat, Xander dan Audrey saling bertukar pandang. Tatapan mereka memancarkan saling memuja. Xander begitu tampan dengan balutan tuxedo berwarna putih. Tubuh tinggi tegap begitu memesona mampu menyihir para kaum hawa. Jika Audrey begitu menunjukan mengagumi Xander lain halnya dengan Xander—yang tetap memasang raut wajah dingin.
Saat Athes dan Audrey tiba di depan Xander, Athes memberikan tangan Audrey pada Xander. Pria paruh baya itu menatap Xander dingin dan tegas.
“Jagalah putriku. Cintai dia melebihi kau mencintai dirimu sendiri,” tukas Athes penuh peringatan.
Xander terdiam beberapa saat menengar permintaan Athes. Ada sesuatu hal di hati Xander yang mengganjal berat. Namun, akhirnya pria itu pun menganggukan kepala merespon ucapan Athes.
Athes mengecup kening Audrey. Kemudian, melangkah meninggalkan Audrey dan Xander di altar. Terlihat Audrey begitu gugup karena sebentar lagi akan menikah dengan Xander. Bahkan Xander merasakan tangan Audrey yang ada di genggamannya begitu dingin menandakan kegugupan yang melanda wanita itu. Walau Xander hanya diam tapi pria itu mengeratkan genggaman tangan Audrey seolah menyalurkan energy positive.
Tiba waktunya upacara pernikahan.
“Tuan Xander Marco Foster, apakah kau bersedia menerima Nona Skyla Audrey Spencer Russel sebagai istri Anda, dalam suka maupun duka hingga maut memisahkan kalian,” ucap sang pastor pada Xander.
Xander mengembuskan napas berat mendapatkan pertanyaan dari sang pastor. Logikanya seakan ingin menghentikan pernikahan ini tapi itu tidaklah mungkin. “Ya, saya bersedia,” jawabnya yang begitu memaksakan diri.
“Nona Skyla Audrey Spencer Russel, apakah kau bersedia menerima Tuan Xander Marco Foster sebagai suami Anda, dalam suka maupun duka hingga maut memisahkan kalian,” ucap sang pastor pada Audrey.
Audrey tersenyum lembut dan tulus. Manik mata abu-abu wanita itu memancarkan haru bahagia. “Ya, saya bersedia.”
“Ulangi setelahku,” ucap sang pastor—lalu Xander lebih dulu mengulangi ucapan sang pastor.
“Saya, Xander Marco Foster, mengambil engkau Skyla Audrey Spencer Russel sebagai istriku untuk saling memiliki dan menjaga, dalam keadaan susah atau senang, dalam keadaan kekurangan atau berkelimpahan—dan dalam keadaaan sakit atau sehat. Aku berjanji di hadapan Tuhan dan para saksi, untuk selalu mengasihi dan menghargai engkau, sampai maut memisahkan kita.”
Senyuman di wajah Audrey tak henti terlukis. Matanya berkaca-kaca mendengar janji suci pernikahan yang telah diucapkan oleh Xander. Jantungnya berdetak tak karuan. Perasaan haru bahagia yang tak terhingga melingkupi Audrey. Lantas Audrey mulai mengikuti apa yang tadi Xander ucapkan padanya.
“Saya, Skyla Audrey Spencer Russel mengambil engkau Xander Marco Foster sebagai suamiku untuk saling memiliki dan menjaga, dalam keadaan susah atau senang, dalam keadaan kekurangan atau berkelimpahan—dan dalam keadaan sakit atau sehat. Aku berjanji di hadapan Tuhan dan para saksi, untuk selalu mengasihi dan menghargai engkau sampai maut memisahkan kita.”
Xander tak henti menatap mata Audrey yang berkaca-kaca bahagia. Tak ada yang bisa Xander lakukan selain menerima apa yang memang menjadi kenyataan dalam hidupnya. Resmi menikah dengan Audrey—wanita yang tak pernah ada di hati dan pikiran Xander.
Setelah pembacaan janji pernikahan, pastor mensahkan mereka sebagai suami istri—lalu mengucapkan, “Apa yang sudah dipersatukan oleh Tuhan, tidak bisa dipisahkan oleh manusia.”
Keluarga besar Audrey dan keluarga besar Xander begitu bahagia kala Audrey dan Xander telah resmi menjadi sepasang suami istri. Miranda dan Angela meneteskan air mata mereka karena putri dan putra mereka telah bersatu. Pun Athes dna Marco menatap penuh bahagia Audrey dan Xander. Setelah sekian lama mereka menunggu, akhirnya Audrey dan Xander resmi menjadi sepasang suami istri.
“Sekarang pengantin pria dan pengantin wanita silahkan bertukar cincin,” ucap sang pastor lagi.
Kini Xander mulai memakaikan cincin ke jari manis Audrey. Pun bergantian dengan Audrey yang juga memakaikan cincin ke jari manis Xander.
Ketika Xander dan Audrey sudah bertukar cincin, sang pastor berucap mempersilahkan pengantin pria dan pengantin wanita untuk berciuman.
Beberapa saat Xander masih terdiam ketika sang pastor memintanya dan Audrey untuk berciuman. Walau sudah sering tapi ini pertama kali Xander dan Audrey berciuman di hadapan ribuan banyak orang. Terlebih wartawan menyorot dirinya dan Audrey.
Namun …. Xander menyadari kalau dia tak bisa melangkah mundur. Apa yang terjadi telah menjadi keputusan dirinya walaupun itu desakan sekalipun.
Xander mulai membuka selubung/kain tile yang menutup wajah Audrey perlahan. Pria itu saling bertatapan dengan Audrey. Detik selanjutnya, Xander menangkup kedua pipi Audrey dan langsung membenamkan bibirnya ke bibir Audrey. Melumat dengan lembut bibir Audrey. Pun Audrey menyambut bibir Xander. Mereka berciuman di hadapan para keluarga dan para tamu undangan hingga membuat semua keluarga dan tamu undangan bertepuk tangan meriah.
“I love you, Xander,” bisik Audrey tepat di depan bibir Xander—yang sama sekali tidak direspon oleh Xander.
Tentu Audrey tak mengurus pernikahannya sendiri. Keluarga besar Audrey dan keluarga besar Xander turut terlibat dalam proses persiapan pernikahan. Terlebih Audrey dan Xander sama-sama anak pertama di keluarga. Itu yang membuat persiapan pernikahan haruslah matang dan sempurna.
Di awal sebelum persiapan pernikahan memang Athes dan Marco memang sudah meminta pernikahan Audrey dan Xander haruslah meriah. Bahkan tamu udangan yang hadir akan sangat banyak. Pun pernikahan Audrey dan Xander haruslah disorot oleh media.
Well, sebenarnya Xander hanya menginginkan pernikahan yang sederhana tapi Athes dan Marco tak sependapat dengan keinginan Xander. Akhirnya Xander pun memilih mengalah dan membiarkan keluarganya serta keluarga Audrey yang mempersiapkan pernikahan.
Menjelang pernikahan, Xander dan Audrey sudah tak diizinkan oleh keluarga untuk datang ke kantor. Memang sudah satu minggu belakangan ini Audrey pun hanya bolak-balik pergi ke klinik kecantikan dan salon merawat tubuhnya.
Sedangkan Xander—pria itu bekerja di apartemennya. Seperti biasa Xander tak bisa melewatkan satu kali saja pekerjaannya. Xander tak ingin ribut dengan keluarganya. Itu kenapa Xander tidak datang ke kantor sesuai yang keluarganya inginkan namun Xander tetap bekerja di apartemen.
Seperti saat ini, Xander tengah berkutat pada Macbook di pangkuannya. Pria itu bekerja di ruang tengah apartemennya. Merasa bosan di ruang kerjanya membuat Xander memilih bekerja di ruang tengah. Lagi pula belakangan ini pekerjaan Xander tidaklah banyak. Yang Xander kerjakan hanya memeriksa laporan yang telah dibuat asistennya.
“Xander. Kau di dalam kan?” Audrey menerobos masuk ke dalam apartemen Xander. Tak sulit bagi Audrey keluar masuk apartemen Xander, pasalnya wanita itu tahu password apartemen Xander. Begitupun dengan Xander yang juga tahu password apartemen Audrey.
“Audrey, kenapa kau seperti orang utan saja!” seru Xander kala Audrey masuk ke dalam apartemennya dengan berteriak-teriak.
“Sayang? Kau di sini? Aku pikir kau di ruang kerjamu.” Audrey tersenyum melihat Xander bersantai di ruang tengah. Audrey tak mengira kalau Xander bekerja di ruang tengah.
“Ada apa kau ke sini, Audrey?” tanya Xander dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.
Audrey tersenyum riang. Wanita itu langsung duduk di samping Xander sambil menunjukan layar ponselnya dan berkata, “Aku tadi memilih kalung berlian yang cocok untuk di pernikahan kita nanti, Xander. Menurutmu bagaimana pilihanku? Cantik kan?”
Xander mengangguk singkat merespon ucapan Audrey.
“Ck! Xander pilihanku bagus atau tidak? Kenapa kau malah hanya menganggukan kepala saja? Besok sudah pernikahan kita, Xander. Aku mau—”
“Kau memakai apa pun akan selalu bagus, Audrey. Berhenti meminta pendapatku,” potong Xander tegas.
Seketika senyuman di wajah Audrey terlukis kala mendengar apa yang Xander ucapkan. Audrey mendengar dengan jelas kala Xander mengatakan dirinya selalu bagus memakai apa pun. Wajah Audrey sumiringah bahagia. Wanita itu langsung mengambil Macbook Xander, menyingkirkan menjauh dari sang tunangan. Lalu Audrey segera duduk di pangkuan sang tunangan san melingkarkan tangannya ke leher tunangannya itu.
“Audrey apa-apaan kau ini! Aku sedang—” Perkataan Xander terpotong kala Audrey mencium bibir pria itu. Tak bisa memungkiri bibir Audrey sangat manis dan lembut. Xander pun tak pernah bisa menolak kala merasakan bibir Audrey di permukaan bibirnya.
“Aku hanya ingin tampil cantik di depanmu, Xander,” bisik Audrey tepat di depan bibir Xander. “Aku ingin di pernikahan kita nanti, kau menyukai penampilanku.”
Xander terdiam kala mendengar apa yang diucapkan oleh Audrey. Tak ada yang bisa Xander katakan. Pria itu seakan mengiyakan ucapan Audrey hanya saja Xander tak mengeluarkan sepatah kata pun pada Audrey.
Audrey membawa tangannya membelai pipi Xander, wanita itu kembali melumat bibir Xander dengan begitu lembut. Hanyut. Xander pun hanyut akan ciuman Audrey. Sebagai pria normal yang merasakan kelembutan bibir Audrey tak akan mampu Xander tolak.
Xander menarik tengkuk leher Audrey, membalas ciuman bibir Audrey begitu lembut dan sedikit liar. Bibir Xander mengulum bibir bawah Audrey. Bergantian dengan Audrey yang mengulum bibir atas Xander. Lidah mereka saling membelit satu sama lain. Bertukar saliva yang seakan menyalurkan gairah membara. Desahan pelan lolos di bibir Audrey kala Xander memperdalam ciumannya dengan begitu agresif dan menuntut. Letupan hasrat keduanya pun telah berkobar. Kenyataannya ciuman itu mampu membangkitkan hasrat mereka.
***
Para pelayan mondar-mandir begitu sibuk mengantarkan segala kebutuhkan sang pengantin yang kini tengah dirias. Ya, hari ini adalah hari yang telah dinanti-nantikan Audrey. Hari di mana Audrey akan menikah dengan pria yang begitu dia cintai. Tak pernah Audrey sangka kalau hari ini akan terjadi dalam hidupnya. Mimpi yang selama ini Audrey impikan selangkah lagi akan terwujud. Dan hal itu yang membuat Audrey menunjukan wajah yang bahagia.
“Perfect,” ucap sang make-up artist kala sudah merias wajah Audrey. “Anda sangat cantik, Nona. Mata Anda benar-benar indah. Oh astaga, wajah Anda mirip seperti boneka. Tuhan benar-benar memberikan kesempurnaan pada Anda.”
Audrey tersenyum. “Terima kasih banyak. Ini juga karena berkat tanganmu.”
“Tidak, Nona. Ini bukan hanya karena riasan wajah tapi karena memang Anda sangat cantik,” puji sang make-up artist. “Baiklah, Nona, mari saya bantu untuk menggantikan gaun pengantin Anda.”
Audrey menganggukan kepalanya merespon ucapan sang make-up artist. Lantas Audrey segera dibantu oleh sang make-up artist mengganti gaun pengantin yang telah disiapkan. Dan ketika gaun pengantin sudah dipakai oleh Audrey, tatapan sang make-up artist menatap kagum gaun pengantin yang membalut tubuh Audrey.
“Gaun ini sangat cantik di tubuh Anda, Nona,” puji sang make-up artist tulus.
“Terima kasih,” jawab Audrey hangat.
“Audrey.” Suara riang seorang wanita melangkah memasuki ruang rias. Refleks, Audrey mengalihkan pandangannya pada sumber suara itu.
“Dakota? Kau sudah pulang?” Audrey terkejut melihat Dakota—sepupu kandungnya yang terakhir Audrey dengar tengah berlibur ke Maldives. Bisa dikatakan hidup Dakota lebih banyak traveling keliling dunia dari pada mengurus perusahaan keluarga. Hal itu yang membuat Dakota kerap dimarahi oleh keluarga besar.
“Oh, My God. Kenapa bisa aku melihat bidadari di dunia? Kau cantik sekali, Audrey.” Mata Dakota menatap Audrey dengan binar kekaguman.
Audrey menggeleng-gelengkan kepalanya. “Jangan berlebihan, Dakota. Aku tidak secantik yang kau pikir. Ini semua murni hanya karena riasan make up.”
“Ck! Kau itu memang sangat cantik, Audrey,” decak Dakota jengkel.
Audrey mengulum senyumannya. “Terima kasih. Kau juga sangat cantik, Dakota.”
“Of course. Spencer memang melahirkan generasi yang sempurna.” Dakota mendekat, dan langsung memeluk erat Audrey. Pun Audrey membalas pelukan Dakota.
Dakota Spencer adalah sepupu kandung Audrey dari sisi sang ibu. Miranda Spencer—ibu Audrey memiliki satu kakak laki-laki yang bernama Darren Spencer—yang mana adalah ayah kandung Dakota. Hubungan Audrey dan Dakota memang sangatlah dekat. Mengingat Audrey hanya memiliki adik laki-laki jadi tentu saja Audrey dan Dakota sangatlah dekat.
“Audrey, aku benar-benar tak menyangka kau dan Xander akan menikah secepat ini.” Dakota mengurai pelukannya, menatap hangat Audrey. “But, aku ikut senang kalau kau bahagia. Congrats, Audrey.”
“Thanks, Dakota. Aku berharap kau mendapatkan pria yang terbaik untukmu,” ucap Audrey dengan begitu tulus dan hangat.
Dakota mengangkat bahunya tak acuh. “Aku belum memikirkan tentang itu tapi terima kasih sudah mendoakanku.”
“Audrey.” Athes dan Miranda melangkah masuk ke dalam ruang rias. Refleks, Audrey dan Dakota mengalihkan pandangan mereka pada sumber suara itu.
“Pa, Ma?” Audrey tersenyum melihat Athes dan Miranda datang.
“Paman, Bibi.” Dakota menundukan kepalanya sopan melihat Athes dan Miranda datang. Pun Athes dan Miranda membalas sapaan Dakota dengan senyuman di wajahnya.
“Audrey, kau cantik sekali, Sayang.” Miranda menatap Audrey dengan mata yang mulai berkaca-kaca terharu bahagia.
Audrey kembali tersenyum. Wanita itu langsung memeluk kedua orang tuanya. Athes dan Miranda membalas pelukan putri mereka. Terlihat bukan hanya mata Miranda yang berkaca-kaca tetapi mata Athes pun mulai berkaca-kaca. Baik Miranda dan Athes begitu bahagia.
“Kau benar-benar sangat cantik, Princess.” Athes mengurai pelukannya. Pria paruh baya itu membelai pipi Audrey lembut. “Xander pasti sangat mengagumimu.”
“Benarkah itu, Pa?” Mata Audrey berbinar bahagia mendengar ucapan Athes.
“Tentu saja benar. Kau sangat cantik.” Athes mencubit pelan hidun Audrey.
“Apa yang Papa-mu katakan adalah benar. Xander pasti sangat mengagumimu,” sambung Miranda hangat.
Audrey tersenyum. “Aku cantik karena memiliki Papa yang sangat tampan dan Mama yang sangat cantik.”
Athes mengecup kening Audrey. “Yasudah, lebih baik kita ke depan sekarang. Upacara pernikahanmu sebentar lagi akan dimulai.”
Audrey menganggukan kepalanya. Lantas wanita itu melangkah keluar ruang rias bersama dengan kedua orang tuanya dan Dakota—yang bertugas sebagai bridesmaid.
***
Jepretan kamera tersorot pada Audrey yang melangkah masuk ke dalam ballroom hotel bersama dengan Athes. Ribuan tamu undangan tak henti melihat penampilan Audrey yang begitu memukau layaknya seorang putri raja. Gaun pengantin yang tak terlalu terbuka tapi begitu menunjukan kelas. Tak bisa menampik sosok Audrey Russel selalu dikenal dengan sosok yang mahal. Para wartawan tampak sibuk mengambil gambar Audrey dan Athes yang tengah memasuki ballroom hotel. Pernikahan Xander dan Audrey memang sangat meriah dan mewah sesuati yang diinginkan oleh kedua keluarga besar mereka.
Para keluarga sejak tadi pun menatap kagum dan memuja penampilan Audrey. Tak sedikit yang memuji penampilan Audrey hari ini. Diusia yang sudah 23 tahun tapi Audrey memiliki paras yang awet muda. Orang berpikir kalau Audrey belum sampai diusia 20 tahun. Wajah mirip boneka itu jarang memakai riasan tebal. Bahkan di hari penting pernikahan saja Audrey memakai riasan flawless namun malah membuat wanita itu semakin sangat cantik.
Di ujung sana, Xander berdiri di altar dengan tatapan yang tak lepas menatap Audrey. Tatapan yang dingin itu tersirat kagum akan penampilan Audrey. Cantik. Bahkan sangat cantik. Itu yang ada dalam pikiran Xander.
Sesaat, Xander dan Audrey saling bertukar pandang. Tatapan mereka memancarkan saling memuja. Xander begitu tampan dengan balutan tuxedo berwarna putih. Tubuh tinggi tegap begitu memesona mampu menyihir para kaum hawa. Jika Audrey begitu menunjukan mengagumi Xander lain halnya dengan Xander—yang tetap memasang raut wajah dingin.
Saat Athes dan Audrey tiba di depan Xander, Athes memberikan tangan Audrey pada Xander. Pria paruh baya itu menatap Xander dingin dan tegas.
“Jagalah putriku. Cintai dia melebihi kau mencintai dirimu sendiri,” tukas Athes penuh peringatan.
Xander terdiam beberapa saat menengar permintaan Athes. Ada sesuatu hal di hati Xander yang mengganjal berat. Namun, akhirnya pria itu pun menganggukan kepala merespon ucapan Athes.
Athes mengecup kening Audrey. Kemudian, melangkah meninggalkan Audrey dan Xander di altar. Terlihat Audrey begitu gugup karena sebentar lagi akan menikah dengan Xander. Bahkan Xander merasakan tangan Audrey yang ada di genggamannya begitu dingin menandakan kegugupan yang melanda wanita itu. Walau Xander hanya diam tapi pria itu mengeratkan genggaman tangan Audrey seolah menyalurkan energy positive.
Tiba waktunya upacara pernikahan.
“Tuan Xander Marco Foster, apakah kau bersedia menerima Nona Skyla Audrey Spencer Russel sebagai istri Anda, dalam suka maupun duka hingga maut memisahkan kalian,” ucap sang pastor pada Xander.
Xander mengembuskan napas berat mendapatkan pertanyaan dari sang pastor. Logikanya seakan ingin menghentikan pernikahan ini tapi itu tidaklah mungkin. “Ya, saya bersedia,” jawabnya yang begitu memaksakan diri.
“Nona Skyla Audrey Spencer Russel, apakah kau bersedia menerima Tuan Xander Marco Foster sebagai suami Anda, dalam suka maupun duka hingga maut memisahkan kalian,” ucap sang pastor pada Audrey.
Audrey tersenyum lembut dan tulus. Manik mata abu-abu wanita itu memancarkan haru bahagia. “Ya, saya bersedia.”
“Ulangi setelahku,” ucap sang pastor—lalu Xander lebih dulu mengulangi ucapan sang pastor.
“Saya, Xander Marco Foster, mengambil engkau Skyla Audrey Spencer Russel sebagai istriku untuk saling memiliki dan menjaga, dalam keadaan susah atau senang, dalam keadaan kekurangan atau berkelimpahan—dan dalam keadaaan sakit atau sehat. Aku berjanji di hadapan Tuhan dan para saksi, untuk selalu mengasihi dan menghargai engkau, sampai maut memisahkan kita.”
Senyuman di wajah Audrey tak henti terlukis. Matanya berkaca-kaca mendengar janji suci pernikahan yang telah diucapkan oleh Xander. Jantungnya berdetak tak karuan. Perasaan haru bahagia yang tak terhingga melingkupi Audrey. Lantas Audrey mulai mengikuti apa yang tadi Xander ucapkan padanya.
“Saya, Skyla Audrey Spencer Russel mengambil engkau Xander Marco Foster sebagai suamiku untuk saling memiliki dan menjaga, dalam keadaan susah atau senang, dalam keadaan kekurangan atau berkelimpahan—dan dalam keadaan sakit atau sehat. Aku berjanji di hadapan Tuhan dan para saksi, untuk selalu mengasihi dan menghargai engkau sampai maut memisahkan kita.”
Xander tak henti menatap mata Audrey yang berkaca-kaca bahagia. Tak ada yang bisa Xander lakukan selain menerima apa yang memang menjadi kenyataan dalam hidupnya. Resmi menikah dengan Audrey—wanita yang tak pernah ada di hati dan pikiran Xander.
Setelah pembacaan janji pernikahan, pastor mensahkan mereka sebagai suami istri—lalu mengucapkan, “Apa yang sudah dipersatukan oleh Tuhan, tidak bisa dipisahkan oleh manusia.”
Keluarga besar Audrey dan keluarga besar Xander begitu bahagia kala Audrey dan Xander telah resmi menjadi sepasang suami istri. Miranda dan Angela meneteskan air mata mereka karena putri dan putra mereka telah bersatu. Pun Athes dna Marco menatap penuh bahagia Audrey dan Xander. Setelah sekian lama mereka menunggu, akhirnya Audrey dan Xander resmi menjadi sepasang suami istri.
“Sekarang pengantin pria dan pengantin wanita silahkan bertukar cincin,” ucap sang pastor lagi.
Kini Xander mulai memakaikan cincin ke jari manis Audrey. Pun bergantian dengan Audrey yang juga memakaikan cincin ke jari manis Xander.
Ketika Xander dan Audrey sudah bertukar cincin, sang pastor berucap mempersilahkan pengantin pria dan pengantin wanita untuk berciuman.
Beberapa saat Xander masih terdiam ketika sang pastor memintanya dan Audrey untuk berciuman. Walau sudah sering tapi ini pertama kali Xander dan Audrey berciuman di hadapan ribuan banyak orang. Terlebih wartawan menyorot dirinya dan Audrey.
Namun …. Xander menyadari kalau dia tak bisa melangkah mundur. Apa yang terjadi telah menjadi keputusan dirinya walaupun itu desakan sekalipun.
Xander mulai membuka selubung/kain tile yang menutup wajah Audrey perlahan. Pria itu saling bertatapan dengan Audrey. Detik selanjutnya, Xander menangkup kedua pipi Audrey dan langsung membenamkan bibirnya ke bibir Audrey. Melumat dengan lembut bibir Audrey. Pun Audrey menyambut bibir Xander. Mereka berciuman di hadapan para keluarga dan para tamu undangan hingga membuat semua keluarga dan tamu undangan bertepuk tangan meriah.
“I love you, Xander,” bisik Audrey tepat di depan bibir Xander—yang sama sekali tidak direspon oleh Xander.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved