Bab 6 Information

by Abigail Kusuma 10:31,Sep 25,2023
Sudah tiga hari Audrey sakit dan tak melakukan aktivitas apa pun selain hanya istirahat di apartemen. Seluruh pekerjaan Audrey, terpaksa ditangani sepenuhnya oleh asistennya. Audrey memang memimpin salah satu perusahaan cabang milik keluarganya.
Audrey memiliki dua adik laki-laki yang masih berusia sangat muda. Adik laki-laki Audrey nomor dua berusia 17 tahun dan adik laki-laki bungsu berusia 15 tahun. Kedua adik laki-lakinya masih terlalu muda. Jika saja kedua adik Audrey sudah tumbuh dewasa pasti Audrey akan sedikit bersantai mengurus perusahaan.
Tiga hari ini, Audrey tak memberitahukan kedua orang tuanya kalau dirinya sakit. Pasalnya Audrey tak ingin membuat kedua orang tuanya mencemaskan dirinya. Karena Audrey tahu kalau saja kedua orang tuanya mengetahui dirinya sakit, maka pasti kedua orang tuanya akan panik. Meski sudah berusia 23 tahun tapi Audrey kerap diperilakukan seperti anak kecil. Mungkin itu juga alasan di mana Audrey terkadang bersikap kekanakan.
Selama Audrey sakit Xander-lah yang ada di sisi Audrey. Mulai dari memaksa untuk diperiksa dokter. Sejak Audrey demam memang Audrey tak ingin diperiksa dokter. Audrey takut kalau kedua orang tuanya tahu.
Namun tentu saja sifat Audrey yang keras kepala yang tidak mau diperiksa dokter, membuat Xander selalu memarahi wanita itu. Alhasil, Audrey pun akhirnya mau diperiksa dokter. Andai saja Audrey membatah sudah pasti Xander akan kembali mengomeli Audrey.
“Audrey, hari ini aku harus ke kantor. Ada beberapa pekerjaan yang harus aku periksa.” Xander menatap dingin Audrey yang tengah meminum juice alpukat.
Audrey menurunkan gelasnya, menatap Xander dengan tatapan manja. “Aku ikut ya? Aku bosan di kamar, Xander. Nanti di kantormu aku akan istirahat di kamar pribadimu.”
Audrey sudah sangat jenuh tiga hari ini di apartemen. Walau tak menampik Audrey bersyukur karena Xander menemani dirinya. Tetap saja Audrey ingin keluar rumah. Lagi pula kalaupun ke kantor Xander pasti dia akan beristirahat di kamar pribadi tunangannya itu.
Xander berdecak kesal. “Jangan macam-macam, Audrey. Aku tidak mau disusahkanmu. Lebih baik kau istirahat saja di apartemenmu saja!”
Audrey bangkit berdiri dari tempat duduknya, lalu wanita itu memeluk tangan Xander sambil berkata, “Aku ingin ikut, Xander. Aku bosan di apartemen. Aku janji akan patuh padamu. Aku akan di kamar pribadimu saja. Please, jangan menolak permintaanku, Xander.”
Xander mengembuskan napas jengah akan rengekan manja Audrey. Jika dia tidak menuruti; maka Audrey akan terus-terusan merengek seperti anak kecil. Dan bisa dipastikan mungkin saja Audrey malah akan datang ke kantornya sendiri. Xander sangat hafal sifat konyol dan keras kepala Audrey.
“Fine, kau boleh ikut tapi kalau kau menyusahkanku. Jangan membantah kata-kataku. Kau harus masuk ke dalam kamar pribadiku tanpa ada penolakan sedikit pun,” tukas Xander memperingati Audrey.
Audrey tersenyum senang kala Xander memberikan izin padanya. “Oke, Boss. Aku tidak akan membantahmu. Kau tunggu sebentar. Aku akan mengganti pakaianku dulu,” jawabnya seraya memberikan kecupan di bibir Xander singkat.
Audrey melangkah masuk ke dalam walk-in closet miliknya, berias secantik mungkin karena akan menemani Xander ke kantor. Tampak Xander tak lepas menatap punggung Audrey yang mulai lenyap dari pandangannya.
Xander menggelengkan kepalanya ringan. Audrey memang memiliki sifat seperti anak kecil. Sejak dulu manjanya wanita itu tak pernah berubah sedikit pun. Hal itu yang membuat Xander dibuat sakit kepala menghadapinya.
***
Mobil yang membawa Xander dan Audrey telah memasuki gedung pencakar langit yang ada di Roma milik Forster Group. Xander dan Audrey bersamaan turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam perusahaan.
beberapa staff yang ada di area lobby menyapa Xander dan Audrey dengan ramah. Pun Audrey membalas sapaan para staff dengan senyuman samar di wajahnya. Sedangkan Xander sama sekali tak merespon. Pria itu hanya memberikan wajah dingin seolah tak ingin ditegur.
“Selamat pagi Tuan Xander, Nona Audrey,” sapa Chad—asisten Xander menyapa Xander dan Audrey yang baru saja keluar dari lift.
“Hi, Chad. Apa kabar?” tanya Audrey ramah.
“Saya baik, Nona. Bagiamana dengan Anda? Terakhir saya dengar Anda sedang kurang sehat,” ujar Chad ramah dan sopan.
“Aku baik, Chad. Terima kasih sudah mencemaskanku.” Audrey memberikan senyuman hangat pada asisten tunangannya itu.
“Chad, apa dokumen yang aku minta sudah kau siapkan?” tanya Xander dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.
“Sudah, Tuan. Saya sudah siapkan di meja kerja Anda,” jawab Chad sopan.
Xander mengangguk singkat. “Aku akan memeriksanya. Meeting siang ini kau ingatkan aku untuk memeriksa pendapatan tahun kemarin.”
“Baik, Tuan,” jawab Chad lagi patuh.
Tanpa lagi berkata, Xander membawa Audrey meninggalkan tempat itu. Namun tiba-tiba langkah kaki Xander terhenti kala pintu lift terbuka bersamaan dengan seruan seseorang memanggil namanya.
“Xander,” panggil suara berat yang begitu familiar di telinga Xander. Refleks, Xander dan Audrey mengalihkan pandangannya pada sumber suara itu.
“Dylan?” Kening Xander mengerut melihat teman semasa kuliah di Oxford ada di hadapannya.
“Long time no see, Xander. Apa kabar?” Dylan tersenyum seraya mendekat pada Xander.
“Kau di Roma?” tanya Xander yang sedikit terkejut. Pasalnya yang dia tahu temannya itu menetap tinggal di Barcelona.
“Aku ke sini karena aku mendengar kau akan menikah,” jawab Dylan seraya mengalihkan pandangannya menatap sosok wanita cantik yang berdiri di samping Xander. “Well, senang bisa melihatmu lagi, Nona Cantik. Sudah lama tidak melihatmu, kau semakin cantik dan memesona.”
Audrey mengerjapkan matana beberapa kali. “Apa kita sudah pernah bertemu, Tuan?”
“Yes, kita sudah pernah bertemu. Aku melihatmu saat kau ke kampusku menyusul Xander,” jawab Dylan dengan tatapan yang tak lepas menatap Audrey.
“Ah, begitu. Maaf aku tidak mengingat,” balas Audrey ramah dan sopan.
“It’s okay, terpenting aku mengingatmu. Kau sangat cantik, Nona,” puji Dylan.
“Terima kasih, Tuan,” jawab Audrey ramah.
“Panggil aku Dylan. Terkesan sangat tua kalau kau memanggilku dengan sebutan Tuan,” kata Dylan yang tak suka jika dianggil menggunakan sebutan Tuan.
“Kalau begitu, kau bisa memanggilku Audrey,” balas Audrey sopan.
Dylan mengangguk. “Audrey Russel. Namamu sangat terkenal dikalangan para pengusaha. Ditambah berita kau akan menikah dengan Xander. Well, dulu mungkin aku kurang mengenal siapa dirimu tapi sekarang aku sangat mengenal siapa dirimu, Audrey.”
“Anda terlalu memuji, Tuan,” jawab Audrey merendah.
“Ehm!” Xander berdeham kala Dylan melihat Audrey seperti seekor harimau yang memangsa.
“Audrey, masuk ke dalam kamarku! Jangan ke mana-mana!” seru Xander tegas.
“Iya, Xander,” jawab Audrey mematuhi perkataan Xander. Wanita itu memberikan kecupan di bibir Xander singkat. Detik selanjutnya, Audrey menatap Dylan yang tak henti sejak tadi melihat dirinya. “Dylan, aku harus pergi. Senang bekenalan denganmu.”
“Aku juga senang berkenalan denganmu, Audrey,” jawab Dylan ramah.
Audrey tersenyum tulus. Lalu dia melangkah masuk ke dalam kamar pribadi Xander yang ada di ruang kerja Xander. Tepat Audrey sudah pergi, Xander langsung mengajak Dylan ke ruang kerja pribadinya. Pun Dylan menurut, karena memang tujuan Dylan menemui Xander karena ingin bicara pada temannya itu.
“Kenapa kau tidak bilang padaku kalau kau akan ke Roma?” Xander duduk di kursi kebesarannya, tatapannya menatap Dylan yang kini duduk di hadapannya.
“Anggap saja ingin membuat kejutan.” Dylan menyilangkan kaki kanannya, bertumpu pada kaki kirimnya. Pria itu mengambil wine di hadapannya dan menyesap perlahan. “Aku pikir kau akan menikah dengan Serry tapi ternyata kau menikah dengan gadis cantik yang dulu sering menyusulmu ke kampus. Audrey Russel. Dia tumbuh menjadi wanita yang sangat cantik dan seksi. Aku benar-benar mengaguminya.”
“Berhenti bicara omong kosong!” tukas Xander penuh peringatan pada Dylan.
Dylan terkekeh rendah. “Relaks, Xander. Aku tidak mungkin merebut tunanganmu. Lagi pula aku juga sudah memiliki kekasih. Jangan terlalu cemburuan.”
Xander menatap tajam Dylan yang mengatakan dirinya pencemburu. Shit! Siapa yang cemburu? Otak Xander masih cukup waras. Xander menegur Dylan karena temannya itu kerap berbicara omong kosong.
Dylan mengangkat kedua tangannya, seolah menandakan pria itu menyerah. “Baiklah, aku langsung saja bicara padamu. Tujuanku karena ada dua hal yaitu aku ingin kau mengundangku di pernikahanmu. Dan yang kedua aku ingin memberitahumu kalau aku beberapa bulan lalu tidak sengaja bertemu Serry di Seoul. Aku melihat Serry bersama dengan seorang pria cukup dekat tapi aku tidak tahu apa hubungan Serry dengan pria itu. Serry tidak memberitahukan padaku. Dulu aku pikir kau akan menikah dengan Serry. Ternyata takdir berkata lain. Tidak masalah kalau istrimu adalah Audrey. Dia juga wanita yang sangat cantik.”
Seketika Xander terdiam mendengar apa yang dikatakan Dylan. Darahnya seakan mendidih kala Dylan mengatakan Serry jalan bersama dengan pria lain. Emosi dalam diri Xander ingin meluap melampiaskan amarah dalam dirinya.
“Apa kau tahu di mana Serry tinggal?” tanya Xander seraya menatap dingin Dylan.
“Nope, dia sama sekali tidak memberitahuku. Kami hanya bertegur sapa dan menanyakan kabar karena sudah lama tidak bertemu. Itu saja,” jawab Dylan sambil menyesap kembali wine di gelasnya.
Xander menggeram. Amarahnya seakan membakar dirinya. Sorot mata Xander berubah menjadi tajam. Tangannya tekepal begitu kuat.
‘Berengsek!’ umpat Xander dalam hati.



Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

80