Bab 4 Tidak punya pilihan
by Ritasilvia
17:35,Sep 17,2023
Naura memejamkan mata, sekilas dia seperti tengah berdoa dengan tangan yang bergetar hebat memegang beberapa butir obat keras penggugur janin yang baru dibelinya. perlahan tangan Naura terangkat lalu memasukkan obat tersebut kedalam mulutnya, namun hanya sesaat.
"Hoek.. Hoek.. Hoek
Naura kembali memuntahkan, seolah-olah bayi dalam perutnya menolak untuk dibunuh orang tuanya.
"Kenapa, aku tidak bisa menelan obat ini. dan kembali memuntahkan nya, aku pasti bisa. pelan-pelan saja." meyakinkan dirinya.
Naura kembali mencoba, namun tetap memuntahkannya. bahkan tenaganya langsung lemas tidak berdaya karena keseringan muntah.
"Jika obat-obatan ini tidak mempan, aku akan melakukan cara lain, dengan mencari salah satu rumah sakit yang bisa kita ajak untuk bekerjasama melakukan preatek aborsi." bathin Naura yang masih belum menyerah dengan keadaan.
"Ini semua salahku... salahku, hick...hick... seharusnya aku mati saja, bukan bayi ini yang harus menagung perbuatan ku..." Naura tiba-tiba hilang kendali terus menangis pilu, tiba-tiba dia memukul-mukul keras perutnya hingga hilang kesadaran.
Begitu bangun, Naura berharap anak dalam kandungan nya sudah gugur, namun nyatanya dia hanya menyakiti dirinya sendiri.
"Aku tidak boleh membuat semua semakin sulit, masa depanku masih panjang. aku tidak boleh berfikir singkat. aku harus menemukan rumah sakit terbaik untuk membantuku keluar dari permasalahan ini. semua akan indah pada waktunya."
Naura menyeret langkah lalu berbaring di kasur, tubuh nya benar-benar lelah dan lemas. perlahan dia memejamkan matanya.
Dalam tidurnya, Naura kembali bermimpi berada di suatu tempat yang tidak dia kenal sama sekali. tidak seorang pun dia temui selain rasa sepi dan keheningan.
"Mami.."
"Mami.."
"Siapa kalian?"
Naura menatap sepasang bocah kembar yang sangat tampan dan cantik merangkak mendekati nya.
"Mami...mami..."
Kedua bocah-bocah itu kembali mendekati nya, perlahan Naura mencoba mundur, namun terlambat. mereka berhasil bergelayut manja dikaki sebelah kanan dan kirinya dengan tatapan sendu dan tidak ingin ditinggalkan ditempat sepi ini.
"Pergilah, aku bukan mami kalian."
Naura berusaha melepaskan pegangan kedua bocah tersebut, namun mereka serentak menagis dan kembali memanggil dirinya dengan sebutan mami. bahkan pelukan mereka semakin kuat dengan tatapan sedih, seolah-olah tidak ingin Naura meninggalkan mereka ditempat sepi tersebut.
"Tidak..... lepaskan aku...aku bukan mami kalian."
Naura berusaha melepaskan diri, hingga dia terbangun dengan nafas yang ngos-ngosan. keringat dingin membasahi tubuhnya.
"Aku...aku mimpi buruk lagi. rasanya benar-benar nyata, bahkan kedua bocah-bocah itu memegangi erat tubuhku tidak mau dilepaskan. mereka memanggil ku dengan sebutan mami.. Aaagggh...ini cuma mimpi tidak perlu dipikirkan."
Naura, yang masih syok dengan mimpi nya barusan, bahkan dia menghabiskan segelas air putih, namun belum juga menghilangkan kering di tenggorokan nya.
Siangnya, Naura sudah menemukan sebuah klinik, yang bersedia membantu nya keluar dari permasalahan berat, Naura berterus-terang jika dirinya merupakan korban kekerasan pemerkosaan. sehingga mereka mempermudah dan bersedia untuk membantu Naura.
Sepanjang perjalanan, Naura terlihat murung dan diam. pikirannya masih teringat akan mimpi-mimpi bertemu ke-dua bocah kembar.
"Apakah kedua bocah tersebut anak-anak yang aku kandung? mereka terus memangil-mangilku dengan sebutan mami dan tidak mau aku tinggalkan?" berbagai pertanyaan berkecamuk dalam pikirannya.
"Tidak...aku tidak boleh lemah, keputusan ku sudah bulat kali ini harus berhasil."
Langkah kaki Naura terayun pelan, melewati koridor rumah sakit .
"Aku tidak boleh takut, semua akan baik-baik saja karena akan ditangani oleh dokter yang sudah sangat berpengalaman di bidangnya." Naura meyakinkan diri. berharap rasa grogi dan takutnya bisa teratasi. walaupun bayangan tentang rasa sakit yang akan dirasakan Naura nanti, terus menghantuinya dan itu tentu akan jauh lebih sakit. langkah kaki Naura semakin dekat menuju ruang tindakan.
Naura mundur beberapa langkah kebelakang, dia tidak mampu menahan ketakutan dan rasa gugupnya saat melihat alat-alat medis dihadapannya. keringat dingin mulai bercucuran membasahi wajah dan tubuh Naura.
"Silahkan berbaring, kita akan melakukan USG terlebih dahulu." terang perawat seraya mengolesi perut Naura dengan gel berwarna bening.
Detak jantung Naura dua kali lebih cepat dibandingkan biasanya. dia menautkan kedua jemarinya untuk menghilangkan rasa gugup dan takut.
"Dek, kamu hamil anak kembar. bahkan kondisi janin mu sangat sehat dan kuat." terang Dokter sambil menunjuk titik seperti biji kacang melalui layar monitor.
Degh!
"Apakah mereka Anak-anakku yang selalu muncul dalam mimpi? "
Mata Naura membulat, tiba-tiba keharuan membuat matanya berkaca-kaca. seketika pikirannya teringat mimpinya semalam, wajah sedih dan tangisan kedua bocah-bocah itu kembali terngiang-ngiang ditelinga nya.
"Mereka Anak-anakku, akulah yang bersalah dan pantas untuk dihukum dalam hal ini. bukan mereka yang tidak berdosa." Naura seketika mengusap perutnya pelan, untuk pertama kalinya rasa hangat dalam dadanya.
"Apakah kamu sudah siap?" tanya Dokter memakai sarung tangan khusus, Naura mengedarkan pandangannya keseliking ruangan, seketika dia memucat melihat alat-alat yang menurutnya sangat mengerikan.
"Apakah mereka mulai bersiap-siap untuk melenyapkan anak-anakku? tidak ini harus dihentikan." Mutiara segera duduk dan memperbaiki pakaian nya kembali.
"Tidak...aku tidak ingin melenyapkan anak-anakku."
"Dokter, aku tidak sanggup melihat mereka dikeluarkan dari rahimku. bayi-bayi ini tidak bersalah, aku lah yang salah, Dok. dan aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama lagi." memohon sambil mengatupkan kedua tangannya.
"Terserah, jika kamu berubah pikiran." balas dokter.
"Dokter, aku bukan orang jahat, aku masih punya hati, kasihan anak-anakku yang harus menerima hukuman atas kesalahan ku." air mata Naura bercucuran.
"Hoek.. Hoek.. Hoek
Naura kembali memuntahkan, seolah-olah bayi dalam perutnya menolak untuk dibunuh orang tuanya.
"Kenapa, aku tidak bisa menelan obat ini. dan kembali memuntahkan nya, aku pasti bisa. pelan-pelan saja." meyakinkan dirinya.
Naura kembali mencoba, namun tetap memuntahkannya. bahkan tenaganya langsung lemas tidak berdaya karena keseringan muntah.
"Jika obat-obatan ini tidak mempan, aku akan melakukan cara lain, dengan mencari salah satu rumah sakit yang bisa kita ajak untuk bekerjasama melakukan preatek aborsi." bathin Naura yang masih belum menyerah dengan keadaan.
"Ini semua salahku... salahku, hick...hick... seharusnya aku mati saja, bukan bayi ini yang harus menagung perbuatan ku..." Naura tiba-tiba hilang kendali terus menangis pilu, tiba-tiba dia memukul-mukul keras perutnya hingga hilang kesadaran.
Begitu bangun, Naura berharap anak dalam kandungan nya sudah gugur, namun nyatanya dia hanya menyakiti dirinya sendiri.
"Aku tidak boleh membuat semua semakin sulit, masa depanku masih panjang. aku tidak boleh berfikir singkat. aku harus menemukan rumah sakit terbaik untuk membantuku keluar dari permasalahan ini. semua akan indah pada waktunya."
Naura menyeret langkah lalu berbaring di kasur, tubuh nya benar-benar lelah dan lemas. perlahan dia memejamkan matanya.
Dalam tidurnya, Naura kembali bermimpi berada di suatu tempat yang tidak dia kenal sama sekali. tidak seorang pun dia temui selain rasa sepi dan keheningan.
"Mami.."
"Mami.."
"Siapa kalian?"
Naura menatap sepasang bocah kembar yang sangat tampan dan cantik merangkak mendekati nya.
"Mami...mami..."
Kedua bocah-bocah itu kembali mendekati nya, perlahan Naura mencoba mundur, namun terlambat. mereka berhasil bergelayut manja dikaki sebelah kanan dan kirinya dengan tatapan sendu dan tidak ingin ditinggalkan ditempat sepi ini.
"Pergilah, aku bukan mami kalian."
Naura berusaha melepaskan pegangan kedua bocah tersebut, namun mereka serentak menagis dan kembali memanggil dirinya dengan sebutan mami. bahkan pelukan mereka semakin kuat dengan tatapan sedih, seolah-olah tidak ingin Naura meninggalkan mereka ditempat sepi tersebut.
"Tidak..... lepaskan aku...aku bukan mami kalian."
Naura berusaha melepaskan diri, hingga dia terbangun dengan nafas yang ngos-ngosan. keringat dingin membasahi tubuhnya.
"Aku...aku mimpi buruk lagi. rasanya benar-benar nyata, bahkan kedua bocah-bocah itu memegangi erat tubuhku tidak mau dilepaskan. mereka memanggil ku dengan sebutan mami.. Aaagggh...ini cuma mimpi tidak perlu dipikirkan."
Naura, yang masih syok dengan mimpi nya barusan, bahkan dia menghabiskan segelas air putih, namun belum juga menghilangkan kering di tenggorokan nya.
Siangnya, Naura sudah menemukan sebuah klinik, yang bersedia membantu nya keluar dari permasalahan berat, Naura berterus-terang jika dirinya merupakan korban kekerasan pemerkosaan. sehingga mereka mempermudah dan bersedia untuk membantu Naura.
Sepanjang perjalanan, Naura terlihat murung dan diam. pikirannya masih teringat akan mimpi-mimpi bertemu ke-dua bocah kembar.
"Apakah kedua bocah tersebut anak-anak yang aku kandung? mereka terus memangil-mangilku dengan sebutan mami dan tidak mau aku tinggalkan?" berbagai pertanyaan berkecamuk dalam pikirannya.
"Tidak...aku tidak boleh lemah, keputusan ku sudah bulat kali ini harus berhasil."
Langkah kaki Naura terayun pelan, melewati koridor rumah sakit .
"Aku tidak boleh takut, semua akan baik-baik saja karena akan ditangani oleh dokter yang sudah sangat berpengalaman di bidangnya." Naura meyakinkan diri. berharap rasa grogi dan takutnya bisa teratasi. walaupun bayangan tentang rasa sakit yang akan dirasakan Naura nanti, terus menghantuinya dan itu tentu akan jauh lebih sakit. langkah kaki Naura semakin dekat menuju ruang tindakan.
Naura mundur beberapa langkah kebelakang, dia tidak mampu menahan ketakutan dan rasa gugupnya saat melihat alat-alat medis dihadapannya. keringat dingin mulai bercucuran membasahi wajah dan tubuh Naura.
"Silahkan berbaring, kita akan melakukan USG terlebih dahulu." terang perawat seraya mengolesi perut Naura dengan gel berwarna bening.
Detak jantung Naura dua kali lebih cepat dibandingkan biasanya. dia menautkan kedua jemarinya untuk menghilangkan rasa gugup dan takut.
"Dek, kamu hamil anak kembar. bahkan kondisi janin mu sangat sehat dan kuat." terang Dokter sambil menunjuk titik seperti biji kacang melalui layar monitor.
Degh!
"Apakah mereka Anak-anakku yang selalu muncul dalam mimpi? "
Mata Naura membulat, tiba-tiba keharuan membuat matanya berkaca-kaca. seketika pikirannya teringat mimpinya semalam, wajah sedih dan tangisan kedua bocah-bocah itu kembali terngiang-ngiang ditelinga nya.
"Mereka Anak-anakku, akulah yang bersalah dan pantas untuk dihukum dalam hal ini. bukan mereka yang tidak berdosa." Naura seketika mengusap perutnya pelan, untuk pertama kalinya rasa hangat dalam dadanya.
"Apakah kamu sudah siap?" tanya Dokter memakai sarung tangan khusus, Naura mengedarkan pandangannya keseliking ruangan, seketika dia memucat melihat alat-alat yang menurutnya sangat mengerikan.
"Apakah mereka mulai bersiap-siap untuk melenyapkan anak-anakku? tidak ini harus dihentikan." Mutiara segera duduk dan memperbaiki pakaian nya kembali.
"Tidak...aku tidak ingin melenyapkan anak-anakku."
"Dokter, aku tidak sanggup melihat mereka dikeluarkan dari rahimku. bayi-bayi ini tidak bersalah, aku lah yang salah, Dok. dan aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama lagi." memohon sambil mengatupkan kedua tangannya.
"Terserah, jika kamu berubah pikiran." balas dokter.
"Dokter, aku bukan orang jahat, aku masih punya hati, kasihan anak-anakku yang harus menerima hukuman atas kesalahan ku." air mata Naura bercucuran.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved