Bab 13 Minta Maaf

by Pupe Maelani 11:50,Sep 12,2023
Di rumah Kepala Desa, sekitar jam 11 siang akhirnya Ayumi tersadar dari pingsannya. Ayumi langsung terisak sambil memeluk tubuhnya dan bersandar di kepala ranjang. Kepala Desa bernama, Dirman serta istrinya, Ellis, tampak iba melihat Ayumi yang terisak. Ellis duduk di tepi ranjang dan memeluk tubuh Ayumi guna menengkannya.
"Tidak apa-apa, Nak. Kamu sedang di rumah kami. Jangan cemas!" ujar Ellis mengelus punggung Ayumi. Ayumi melepas pelukannya dan menatap Ellis dengan mata berkaca.
"Ibu siapa dan saya ada di mana?" tanya Ayumi pelan.
"Saya Ellis, ini suami saya, Dirman, dan dia Kepala Desa di sini. Kamu berada di desa Sukatenang," sahut Ellis menjelaskan pada Ayumi yang menghapus air mata di pipinya.
"Terima kasih sudah menolong saya. Semoga Allah membalas kebaikan kalian!" ucap Ayumi tulus dari lubuk hatinya yang paling dalam. Sepasang suami istri itu membalas ucapan Ayumi dengan senyuman. Kuat sekali pikir mereka karena Ayumi masih bisa tersenyum, walaupun sangat tipis.
"Nama kamu siapa, Nak?" ucap Dirman yang ikut duduk di tepi ranjang.
"Nama saya Ayumi, Pak!" jawabnya singkat.
"Di mana rumahmu?" lanjut Dirman.
"Rumah saya di desa Sukamekar," sahut Ayumi cepat.
Tampak Dirman menganggukkan kepalanya. Tentu Dirman tahu desa tersebut dan sering berkunjung ke sana karena suatu urusan.
"Saya ingin pulang, pasti ibu khawatir karena saya tak pulang semalam," tutur Ayumi dengan mata kembali berkaca mengingat Yulia di rumah.
"Ya sudah, nanti siang kami akan mengantarmu pulang, tapi sekarang Ayu harus makan dulu dan minum obat!" cicit Dirman yang diangguki pelan oleh Ayumi.
Setelahnya, Dirman meninggalkan Ayumi dan Ellis berdua di kamar. Dengan telaten, Ellis menyuapi Ayumi yang awalnya menolak dan ingin makan sendiri, tapi Ellis bersikeras untuk menyuapinya. Di sela waktu makan, Ellis bertanya tentang kehidupannya di rumah, hingga dengan detail Ayumi mau bercerita apa yang sudah menimpanya pula. Mendengar pengakuan Ayumi, Ellis kembali memeluk tubuhnya karena terisak telah menjadi korban pemerkosaan, dan fatalnya, Ayumi tak tahu wajah pria yang telah menghancurkan masa depannya.
Di desa Sukamekar, desa di mana Ayumi lahir dan tinggal, tepat di sebuah rumah sederhana, Yulia yang memikirkannya terbaring lemah di ranjang tua miliknya. Masih belum ada kabar tentang Ayumi dari para warga yang mencari. Rencananya, kabar kehilangan Ayumi akan segera dilaporkan ke kantor polisi setempat agar segera ditelusuri. Tiwi yang masih bertahan di rumah Yulia masih setia menemaninya dan tak dibiarkan sendiri, hingga sejam kemudian, ada seseorang yang mengetuk pintu dan mengucapkan salam.
'Tok tok tok'
"Assalmualaikum!"
Terdengar suara seorang wanita dari depan rumah. Mengenali suara tersebut, Tiwi bergegas ke depan diikuti Yulia bangun perlahan dari rebahannya menyusul Tiwi yang sudah lebih dulu.
"Walaikum Salam!" sahut Tiwi sambil membuka pintu.
'Deggg'
"Ayumi!" teriak Tiwi kaget melihat sosok Ayumi berdiri bersama seorang wanita dan pria paruh baya di samping kiri dan kanannya. Tanpa ragu, Tiwi langsung memeluk Ayumi dengan sangat erat serta haru. Beberapa detik berselang, Yulia datang tergopoh dan terperanjat, tapi bahagia karena melihat putrinya pulang.
"Ayumi!" panggil Yulia yang baru datang.
Melihat Yulia datang tergopoh, Ayumi melepas pelukannya pada Tiwi dan beralih berhampur ke pelukan sang ibu dan menangis terisak. Mereka berpelukan seolah sudah lama terpisah, di mana tangan Yulia mengelus kepala Ayumi serta punggungnya yang bergetar. Rasa lega akhirnya dirasakan Yulia mendapati Ayumi telah kembali dalam keadaan sehat. Pikiran buruk yang sempat berkecamuk di hati akhirnya musnah sudah dan berganti rasa bahagia yang memuncah di dadanya sesaknya.
"Ke mana saja kamu, Nak. Ibu mencarimu semalaman. Ibu pikir kamu hilang meninggalkan ibu sendirian," ucap Yulia membelai wajah Ayumi dan mencium keningnya berkali-kali.
Ayumi yang berurai air mata hanya mampu menatap Yulia dan tak menjawab. Ayumi tak sanggup mengatakan apa yang telah menimpanya. Ayumi bersyukur masih bisa melihat wajah ibunya kini dan tak ingin merusak suasana yang membuatnya lega karena telah kembali ke rumah.
"Bu, kenalin. Ini Pak Dirman dan istrinya, Bu Ellis. Pak Dirman adalah Kepala Desa Sukatenang dan mereka yang menolong Ayumi," kata Ayumi jelas.
Yulia langsung mengulurkan tangan kepada kedua pahlawan yang sudah menolong Ayumi diikuti oleh Tiwi memperkenalkan diri.
"Saya Yulia dan terima kasih banyak karena sudah menolong Ayumi. Entah bagaimana saya bisa membalas kebaikan Anda," ucap Yulia tulus.
"Sama-sama, Bu. Jangan sungkan. Kami senang sudah bisa membantu," jawab Ellis tersenyum lembut.
"Ayo, Pak, Bu, silakan masuk. Maaf, rumah kami begini saja," kata Yulia mempersilakan keduanya untuk masuk.
Tanpa ragu, mereka masuk ke dalam rumah dan duduk di ruang tamu yang tak terlalu besar, tapi rapi dan bersih. Yulia dan Ayumi langsung duduk berdampingan, sedangkan Tiwi langsung menuju dapur untuk membuat minuman. Tak butuh waktu lama, Tiwi tiba dengan nampan berisi teko dan gelas serta pisang goreng yang dibawa Ita tadi dari pasar. Mereka pun mencicipinya.
Seiring perbincangan yang terjadi, Pak Dirman akhirnya menceritakan kronologis kejadian yang menimpa Ayumi, hingga ditemukan oleh warga, dan membawanya ke rumah. Yulia dan Tiwi yang mendengarnya begitu kaget dan menangis dengan apa yang telah menimpa Ayumi. Dua jam kemudian, mereka undur diri dan meninggalkan rumah Yulia yang kembali sepi. Setelah kepergian mereka, Tiwi berkali-kali minta maaf pada Yulia dan Ayumi. Tiwi merasa bersalah akan apa yang telah menimpa Ayumi.
"Maafin saya, Bu. Maafin saya karena tak menemani Ayumi ambil jam lembur kemarin. Jika ada saya, pasti akan lain ceritanya!" ucap Tiwi sambil menitikkan air mata dan memegang erat tangan Yulia dan Ayumi.
"Tidak, Wi. Ini bukan salahmu. Ini sudah nasibku. Walaupun ada kamu, jika sudah suratan dari Allah, kita tak akan mampu menghindar. Yang harus terjadi akan tetap terjadi," sahut Ayumi dengan bijak.
"Benar, Wi. Jangan salahkan dirimu. Kamu sudah banyak membantu Ayumi selama ini. Jangan sesali diri. Bukankah Ayumi yang kembali dalam keadaan sehat lebih baik dibandingkan Ayumi yang tak pernah kembali?" tutur Yulia meminta Tiwi bangun dari simpuhnya di lantai sambil mendongak menatap Yulia dan Ayumi yang duduk berdampingan. Bukannya bangun dari posisinya bersimpuh, Tiwi justru berhambur memeluk Ayumi yang membalas pelukannya dan menangis tersedu.
Benar, walaupun Ayumi telah kehilangan mahkotanya yang direnggut pria asing tak diketahui wajahnya, semangat hidup Ayumi masih berkobar. Kejadian pahit itu bukan akhir segalanya. Ada orang yang mencintainya dengan tulus dan menerima dia apa adanya. Ayumi masih dapat tersenyum di sela isaknya demi orang yang dia cintai, ibunya.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

33