Bab 11 Dikejar Dosa
by Pupe Maelani
11:48,Sep 12,2023
Ayman melajukan mobilnya kembali menuju tempat di mana dia telah meninggalkan Ayumi terbaring di sebuah gubuk bambu. Sesampainya di sana, waktu sudah menunjukkan jam 05.30 waktu setempat. Suasana perkebunan yang semula gelap gulita sudah mulai terang dan nampak para warga memulai aktifitasnya masing-masing. Dari kejauhan, Ayman bisa melihat gubuk bambu di mana Ayumi berada tengah dikerumuni beberapa warga, hingga beberapa saat sebuah mobil tiba dan membawa tubuh Ayumi. Memberanikan diri, Ayman turun dari mobilnya dan menghampiri warga untuk sekedar bertanya.
"Permisi, Pak. Ada apa ya, kok ramai-ramai?" kata Ayman menyapa seorang pria paruh baya bersama seorang wanita yang diduga istrinya.
"Ada gadis dibuang dan sepertinya korban pemerkosaan karena hanya mengenakan selimut yang dibungkus seperti kepompong!" jawab bapak paruh baya itu.
"Gadisnya cantik banget lagi, tapi untungnya pelaku masih berbelas kasih menutupi tubuhnya dengan selimut tebal, ya, Pak!" sambar sang wanita iba.
"Iya!" sahutnya singkat.
"O, begitu ya!" timpal Ayman merespon ucapan sepasang suami istri itu.
"Lalu akan dibawa ke mana gadis itu?" lanjut Ayman penasaran.
"Kami menghubungi Kepala Desa dan untuk sementara gadis itu akan dibawa ke rumahnya. Kebetulan, istri beliau mantan seorang perawat saat masih muda. Jadi bisa ditolong di sana!" tutur pria baya itu lebih detail.
"Ooooh ...."
"Kamu bukan warga sini, ya, Nak?" tanya sang wanita yang tentu asing dengan wajah Ayman.
"Bukan, Bu. Saya dari Jakarta dan sedang ada kerjaan di desa Sukamekar, kebetulan lewat, dan ada ramai-ramai. Jadi penasaran deh!" jawab Ayman dengan raut wajah santai dan tenangnya.
Keduanya hanya menggangguk dan akhirnya pamit meninggalkan Ayman untuk memulai kegiatan mereka di kebun bersama warga lainnya yang sudah membubarkan diri. Tinggallah Ayman yang masih berdiri memandang gubuk bambu yang menjadi saksi betapa tega dia dan kedua temannya mencampakkan Ayumi seperti itu.
"Gue harus pastikan kalau dia baik-baik saja di rumah kepala desa itu!" gumam Ayman pelan.
Dengan cepat, dia memutar tubuhnya menunju mobil miliknya yang ada di pinggir jalan. Selanjutnya dia langsung melajukan mobil menuju arah mobil yang membawa Ayumi dengan satu tujuan, yaitu kediaman Kepala Desa setempat. Setelah menempuh perjalanan yang tak begitu jauh, Ayman menghentikan mobilnya untuk bertanya pada warga di mana kediaman Kepala Desa. Ayman menepikan mobil di sebuah warung pinggir jalan yang ada di sebuah pasar pagi karena menjual banyak hasil bumi. Dibukanya kaca mobil tanpa turun dari mobil.
"Permisi, Pak. Saya mau tanya, rumah Kepala Desa di mana ya, Pak?" kata Ayman penuh sopan.
"O, lurus saja dari sini, Mas, lalu belok kanan. Rumahnya ada di sebelah kiri yang halamannya luas dan ada pos satpam di depannya," terang seorang pria yang usianya tak jauh beda dengan Ayman.
"Saya mengerti. Terima kasih, ya, Pak!" ucap Ayman tersenyum.
Ayman kembali melajukan mobilnya perlahan menuju jalan yang diarahkan oleh pria tadi. Tak sampai 10 menit, setelah belok kanan dan berjalan lurus, terlihat rumah besar ada di sisi kiri dan terdapat pos satpam yang dijaga oleh seorang pria tambun dan berkumis serta masih muda juga sehat. Ayman menepikan mobilnya tanpa membuka kaca jendela, matanya terus menatap ke halaman rumah di mana terlihat mobil yang membawa Ayumi sudah terparkir bersebelahan dengan sebuah mobil dengan plat berwarna merah.
"Itu mobilnya, tak salah lagi. Gadis itu pasti ada di dalam!" gumam Ayman yang menelisik situasi rumah tersebut.
"Gue turun buat bertanya gak, ya? Eh, tapi kalau turun terus tanya-tanya, pasti mereka akan curiga dan berpikir gue kemungkinan pelakunya. Kan emang gue pelakunya, ya. Hadeuuu!" suara Ayman terdengar bimbang karena penasaran juga dengan kondisi Ayumi.
Untuk beberapa saat, Ayman tetap diam di dalam mobil sambil terus memperhatikan rumah tersebut, hingga tak lama berselang, tampak beberapa warga keluar dari dalam rumah diantarkan oleh seorang pria paruh baya dengan kumis tebalnya, tapi nampak berwibawa.
"Yang kumisan itu Kepala Desa kali, ya?" gumam Ayman menduga-duga.
Para warga itu akhirnya pergi meninggalkan rumah tersebut menggunakan mobil yang mengangkut Ayumi tadi dan melewati mobil Ayman yang setia menepi di bahu jalan. Sedangkan pria yang diduga adalah Kepala Desa telah masuk ke dalam rumah setelah didatangi oleh seorang wanita.
"Semoga kamu baik-baik saja. Aku harus kembali dan nanti sore aku akan kembali lagi setelah memastikan Abe baik-baik saja!" ucap Ayman sebelum meninggalkan lokasi itu untuk kembali ke kediaman Abe.
Di rumah Ayumi, sang ibu, Yulia, tak bisa memejamkan matanya semalaman. Bahkan, Ita dan Tiwi tetap tinggal di rumah Ayumi untuk menemani Yulia yang terus-terusan menangis memikirkan anaknya. Kepala Desa setempat sudah menerima laporan akan hilangnya Ayumi yang terakhir dilihat pulang menuntun sepeda tuanya karena kempes, hingga dikabarkan hilang tanpa jejak. Semua orang yang sempat berkomunikasi dengan Ayumi sudah ditemui oleh warga dan dimintai keterangan, tapi sejauh ini hasilnya tetap nihil.
Di dapur, Ita sedang membuatkan sarapan untuk Yulia yang sedang ditemani oleh Tiwi di kamar. Yulia masih saja menangis memikirkan kabar anaknya yang masih belum kembali sampai pagi hari. Para warga sekitar sedang sibuk mencari Ayumi dan berharap gadis yang dikenal cantik dan pendiam itu segera ditemukan.
"Apa Ayumi ada musuh, Wi?" tanya Yulia menatap Tiwi yang duduk di tepi ranjang.
Tiwi tersentak kaget mendengar pertanyaan Yulia. Bagaimana Yulia bisa berpikir jika Ayumi memiliki musuh? Bagaimana mungkin Ayumi yang dikenal pendiam dan tak suka bergaul memiliki musuh?
"Kenapa Bu Yulia berpikir begitu?" sahut Tiwi yang justru balik bertanya.
"Siapa tahu ada orang yang terluka hatinya oleh ucapan tak sengaja Ayumi dan menaruh dendam, sehingga menculiknya," tutur Yulia dengan segala dugaannya. Tangan kanan Tiwi terangkat dan mendarat di bahu Yulia, lalu mengelus lembut untuk menenangkan kegundahan Yulia akan nasib Ayumi.
"Bu, Ayumi gadis yang baik. Dia pendiam dan hanya berbicara dengan orang yang dikenalnya saja. Di pabrik sekali pun, dia sedikit bicara dan selalu bersama kami. Dia tak pernah bertengkar dengan siapa pun, justru Ita yang sering bertengkar dengan atasannya," sahut Tiwi menjelaskan detail tentang keseharian Ayumi.
"Apa ada pria yang suka dengan Ayumi, lalu ditolaknya?" sambung Yulia masih menduga jika anaknya menjadi korban penculikkan.
'Deggg'
Tiwi terdiam, dia berpikir sejenak, dan teringat sosok pria yang sempat mereka bicarakan beberapa waktu lalu serta sempat mengatakan cinta pada Ayumi, tapi ditolaknya karena sudah memiliki istri. Namun, kini sudah menikah siri dengan wanita lain di kampung sebelah.
"Pak Jamal!" gumam Tiwi lirih.
"Kamu bilang apa, Wi?" tanya Yulia karena tak mendengarnya dengan jelas.
"Ah, bukan apa-apa, Bu. Insaallah Ayumi akan baik-baik saja. Ayumi anak solehah, Allah akan selalu melindunginya!" hibur Tiwi cepat. Yulia hanya mampu mengucap kata "Amin" dengan suara lirihnya, sedangkan Tiwi kembali sibuk dengan dugaan yang kini mengganggu pikirannya barusan.
"Semoga Ayumi tidak diculik Pak Jamal!"
"Permisi, Pak. Ada apa ya, kok ramai-ramai?" kata Ayman menyapa seorang pria paruh baya bersama seorang wanita yang diduga istrinya.
"Ada gadis dibuang dan sepertinya korban pemerkosaan karena hanya mengenakan selimut yang dibungkus seperti kepompong!" jawab bapak paruh baya itu.
"Gadisnya cantik banget lagi, tapi untungnya pelaku masih berbelas kasih menutupi tubuhnya dengan selimut tebal, ya, Pak!" sambar sang wanita iba.
"Iya!" sahutnya singkat.
"O, begitu ya!" timpal Ayman merespon ucapan sepasang suami istri itu.
"Lalu akan dibawa ke mana gadis itu?" lanjut Ayman penasaran.
"Kami menghubungi Kepala Desa dan untuk sementara gadis itu akan dibawa ke rumahnya. Kebetulan, istri beliau mantan seorang perawat saat masih muda. Jadi bisa ditolong di sana!" tutur pria baya itu lebih detail.
"Ooooh ...."
"Kamu bukan warga sini, ya, Nak?" tanya sang wanita yang tentu asing dengan wajah Ayman.
"Bukan, Bu. Saya dari Jakarta dan sedang ada kerjaan di desa Sukamekar, kebetulan lewat, dan ada ramai-ramai. Jadi penasaran deh!" jawab Ayman dengan raut wajah santai dan tenangnya.
Keduanya hanya menggangguk dan akhirnya pamit meninggalkan Ayman untuk memulai kegiatan mereka di kebun bersama warga lainnya yang sudah membubarkan diri. Tinggallah Ayman yang masih berdiri memandang gubuk bambu yang menjadi saksi betapa tega dia dan kedua temannya mencampakkan Ayumi seperti itu.
"Gue harus pastikan kalau dia baik-baik saja di rumah kepala desa itu!" gumam Ayman pelan.
Dengan cepat, dia memutar tubuhnya menunju mobil miliknya yang ada di pinggir jalan. Selanjutnya dia langsung melajukan mobil menuju arah mobil yang membawa Ayumi dengan satu tujuan, yaitu kediaman Kepala Desa setempat. Setelah menempuh perjalanan yang tak begitu jauh, Ayman menghentikan mobilnya untuk bertanya pada warga di mana kediaman Kepala Desa. Ayman menepikan mobil di sebuah warung pinggir jalan yang ada di sebuah pasar pagi karena menjual banyak hasil bumi. Dibukanya kaca mobil tanpa turun dari mobil.
"Permisi, Pak. Saya mau tanya, rumah Kepala Desa di mana ya, Pak?" kata Ayman penuh sopan.
"O, lurus saja dari sini, Mas, lalu belok kanan. Rumahnya ada di sebelah kiri yang halamannya luas dan ada pos satpam di depannya," terang seorang pria yang usianya tak jauh beda dengan Ayman.
"Saya mengerti. Terima kasih, ya, Pak!" ucap Ayman tersenyum.
Ayman kembali melajukan mobilnya perlahan menuju jalan yang diarahkan oleh pria tadi. Tak sampai 10 menit, setelah belok kanan dan berjalan lurus, terlihat rumah besar ada di sisi kiri dan terdapat pos satpam yang dijaga oleh seorang pria tambun dan berkumis serta masih muda juga sehat. Ayman menepikan mobilnya tanpa membuka kaca jendela, matanya terus menatap ke halaman rumah di mana terlihat mobil yang membawa Ayumi sudah terparkir bersebelahan dengan sebuah mobil dengan plat berwarna merah.
"Itu mobilnya, tak salah lagi. Gadis itu pasti ada di dalam!" gumam Ayman yang menelisik situasi rumah tersebut.
"Gue turun buat bertanya gak, ya? Eh, tapi kalau turun terus tanya-tanya, pasti mereka akan curiga dan berpikir gue kemungkinan pelakunya. Kan emang gue pelakunya, ya. Hadeuuu!" suara Ayman terdengar bimbang karena penasaran juga dengan kondisi Ayumi.
Untuk beberapa saat, Ayman tetap diam di dalam mobil sambil terus memperhatikan rumah tersebut, hingga tak lama berselang, tampak beberapa warga keluar dari dalam rumah diantarkan oleh seorang pria paruh baya dengan kumis tebalnya, tapi nampak berwibawa.
"Yang kumisan itu Kepala Desa kali, ya?" gumam Ayman menduga-duga.
Para warga itu akhirnya pergi meninggalkan rumah tersebut menggunakan mobil yang mengangkut Ayumi tadi dan melewati mobil Ayman yang setia menepi di bahu jalan. Sedangkan pria yang diduga adalah Kepala Desa telah masuk ke dalam rumah setelah didatangi oleh seorang wanita.
"Semoga kamu baik-baik saja. Aku harus kembali dan nanti sore aku akan kembali lagi setelah memastikan Abe baik-baik saja!" ucap Ayman sebelum meninggalkan lokasi itu untuk kembali ke kediaman Abe.
Di rumah Ayumi, sang ibu, Yulia, tak bisa memejamkan matanya semalaman. Bahkan, Ita dan Tiwi tetap tinggal di rumah Ayumi untuk menemani Yulia yang terus-terusan menangis memikirkan anaknya. Kepala Desa setempat sudah menerima laporan akan hilangnya Ayumi yang terakhir dilihat pulang menuntun sepeda tuanya karena kempes, hingga dikabarkan hilang tanpa jejak. Semua orang yang sempat berkomunikasi dengan Ayumi sudah ditemui oleh warga dan dimintai keterangan, tapi sejauh ini hasilnya tetap nihil.
Di dapur, Ita sedang membuatkan sarapan untuk Yulia yang sedang ditemani oleh Tiwi di kamar. Yulia masih saja menangis memikirkan kabar anaknya yang masih belum kembali sampai pagi hari. Para warga sekitar sedang sibuk mencari Ayumi dan berharap gadis yang dikenal cantik dan pendiam itu segera ditemukan.
"Apa Ayumi ada musuh, Wi?" tanya Yulia menatap Tiwi yang duduk di tepi ranjang.
Tiwi tersentak kaget mendengar pertanyaan Yulia. Bagaimana Yulia bisa berpikir jika Ayumi memiliki musuh? Bagaimana mungkin Ayumi yang dikenal pendiam dan tak suka bergaul memiliki musuh?
"Kenapa Bu Yulia berpikir begitu?" sahut Tiwi yang justru balik bertanya.
"Siapa tahu ada orang yang terluka hatinya oleh ucapan tak sengaja Ayumi dan menaruh dendam, sehingga menculiknya," tutur Yulia dengan segala dugaannya. Tangan kanan Tiwi terangkat dan mendarat di bahu Yulia, lalu mengelus lembut untuk menenangkan kegundahan Yulia akan nasib Ayumi.
"Bu, Ayumi gadis yang baik. Dia pendiam dan hanya berbicara dengan orang yang dikenalnya saja. Di pabrik sekali pun, dia sedikit bicara dan selalu bersama kami. Dia tak pernah bertengkar dengan siapa pun, justru Ita yang sering bertengkar dengan atasannya," sahut Tiwi menjelaskan detail tentang keseharian Ayumi.
"Apa ada pria yang suka dengan Ayumi, lalu ditolaknya?" sambung Yulia masih menduga jika anaknya menjadi korban penculikkan.
'Deggg'
Tiwi terdiam, dia berpikir sejenak, dan teringat sosok pria yang sempat mereka bicarakan beberapa waktu lalu serta sempat mengatakan cinta pada Ayumi, tapi ditolaknya karena sudah memiliki istri. Namun, kini sudah menikah siri dengan wanita lain di kampung sebelah.
"Pak Jamal!" gumam Tiwi lirih.
"Kamu bilang apa, Wi?" tanya Yulia karena tak mendengarnya dengan jelas.
"Ah, bukan apa-apa, Bu. Insaallah Ayumi akan baik-baik saja. Ayumi anak solehah, Allah akan selalu melindunginya!" hibur Tiwi cepat. Yulia hanya mampu mengucap kata "Amin" dengan suara lirihnya, sedangkan Tiwi kembali sibuk dengan dugaan yang kini mengganggu pikirannya barusan.
"Semoga Ayumi tidak diculik Pak Jamal!"
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved