Bab 14 Terpesona
by Pupe Maelani
11:51,Sep 12,2023
Setahun kemudian, pembangunan hotel milik Abe telah rampung dan beroperasi. Kondisi hotel selalu ramai setiap akhir pekan karena banyaknya pengunjung yang berlibur ke daerah tersebut berkat alamnya yang masih sejuk dan jauh dari polusi. Perkebunan teh terbentang luas memanjakan mata dan bisa dilihat dari hotel tersebut serta taman bunga yang sengaja dirancang dan menyatu dengan hotel sebagai tempat rekreasi.
Di Jakarta, Abe tentu sibuk menjalankan usaha lain serta banyak berdiskusi dengan ibunya, Mariana, yang memiliki pengalaman jauh lebih mumpuni. Rencananya, Abe akan kembali membangun hotel di daerah Kalimantan, tapi lokasinya masih belum ditentukan karena masih melakukan beberapa survey di beberapa tempat, sehingga akhir-akhir ini Abe yang masih setia ditemani oleh Ayman mondar-mandir ke Kalimantan.
Untuk hotel yang ada di Sukamekar di mana Ayumi berada, Abe sudah tak pernah berkunjung ke sana sekitar enam bulan lalu karena sibuk mengurus pekerjaan lain, dan hanya Ayman yang datang ke lokasi. Terkadang, Mariana juga datang berkunjung untuk melihat keadaan hotel dan rehat beberapa hari di rumah yang telah dia bangun. Seperti hari ini, Mariana datang berkunjung dan ditemani oleh Ayman.
"Tan, minggu depan aku izin tak ikut ke Kalimantan, ya?" ucap Ayman ketika sedang duduk santai di ruang keluarga.
"Kenapa? Kamu ada kencan?" sahut Mariana menatap Ayman.
"Hehe, tahu saja, ih!" timpal Ayman yang otaknya tak jauh-jauh dari wanita.
"Kamu ajak Abe dong sekali-kali supaya cepat dapat pasangan. Tante sudah ingin sekali menggendong cucu, takut usia gak cukup buat lihat Abe menikah, Man!" tutur Mariana.
Benar, Mariana memang sudah sangat ingin memiliki seorang menantu yang akan melahirkan banyak cucu untuknya serta menjadi penerus keluarga. Namun, hingga detik ini Abe masih saja betah sendiri dan lebih memikirkan pekerjaan dibandingkan berkeluarga. Mendengar permintaan Mariana, tiba-tiba hati Ayman teringat kembali pada gadis yang telah dinodai Abe dan sampai kini juga belum menikah. Tentu saja Ayman tahu jika Ayumi belum menikah. Pasalnya, Ayman selalu menyempatkan diri melihat keadaan Ayumi di rumahnya tanpa diketahui siapa pun serta apa saja yang dilakukan Ayumi setiap harinya kini. Iya, Ayumi telah berhenti dari pekerjaannya menjadi buruh di pabrik atas permintaan ibunya dan ikut berjualan dengan Yulia di rumah. Kasus yang menimpa Ayumi pun ditutupi oleh Yulia dan Tiwi serta Ita. Semua sengaja ditutupi agar Ayumi bisa menjalankan hidupnya seperti biasa dan tanpa cibiran serta julukan sebagai korban perkosaan.
"Tan, gimana kalau Abe dijodohi saja?" kata Ayman memberikan ide.
"Jodohkan?" gumam Mariana mengulangi kata Ayman dengan kening berkerut.
"Iya, Tan, jodohi saja macam Siti Nurbaya. Kalau menunggu Abe minta kawin, kurasa tidak akan menikah itu si kadal ganteng. Jadi, lebih baik jodohkan saja. Bagaimana?" oceh Ayman meyakinkan Mariana agar setuju dengan idenya.
"Tante setuju saja, Man, tapi siapa yang akan dijodohkan dengan Abe. Tante tak mau Abe menikah dengan cewek kota yang banyak kejar-kejar dia loh! Mau seperti apa cucu Tante kalau lahir dari rahim wanita model begitu!" ujar Mariana yang tentu pernah didekati deretan wanita genit pemburu harta anaknya.
"Hahaha, tenang, Tan. Kita tak akan cari calon wanita dari kota. Kita cari saja wanita dari desa ini. Kalau aku perhatikan, banyak juga yang bening-bening!" kata Ayman yang sering cuci mata.
"Tahu saja kamu kalau di sini banyak yang bening!" decak Mariana diikuti kekehan geli.
"Maklum, Tan. Aku pencinta yang bening-bening semacam air karena bisa hilangkan dahaga," kata Ayman mulai keluar omesnya.
"Jangan wanita bekasmu juga loh, Man!" celetuk Mariana dengan suara keras.
"Astagaaaaa, Tan. Mana mungkin aku kasih yang bekas buat Abe. Mana dia mau. Kalau aku mungkin masih mau dikasih bekas dia, hehehe ...," cicit Ayman berujung menyebalkan.
"Ya sudah. Kamu carilah kandidat calon untuk Abe. Kalau bisa besok datanya kasih ke tante di meja jam 4 sore. Ok?" ucap Mariana jelas dan diangguki Ayman.
"Beres, Tan!"
****
Di rumah sederhana itu, Ayumi terlihat sedang sibuk menyiapkan segala keperluan untuk berjualan besok. Dia juga membuat kue dan bersyukur banyak peminatnya. Camilan kering pun dibuat oleh Ayumi dan sengaja dia titipkan di warung sekitar tempat tinggalnya. Bahkan, Tiwi dengan senang hati membawa jualan Ayumi ke pabrik setiap hari.
"Nak, sholat Isya dulu sana. Ibu yang lanjutkan," ucap Yulia yang baru selesai sholat dari bilik kamarnya.
"Iya, Bu," sahutnya cepat.
Pekerjaan yang sedang Ayumi lakukan langsung digantikan oleh Yulia dan segera beranjak menuju kamar mandi untuk berwudhu. 15 menit kemudian, Ayumi muncul dari kamarnya dan ikut bergabung kembali bersama Yulia.
"Nak, kamu mau bikin kue apa untuk besok?" tanya Yulia melihat Ayumi yang sedang mengupas bawang.
"Besok tak bikin kue, Bu. Tiwi bilang ada yang pesan minta dibuatkan nasi bakar seperti yang pernah Ayu bawa dulu untuk sarapan. Mereka kepengin dan pesan 30 bungkus buat besok. Makanya tak bikin kue," terang Ayumi memberi penjelasan pada Yulia yang belum tahu.
"Alhamdulillah. Banyak banget yang pesan sampai 30 bungkus!" sahut Yulia tersenyum senang karena banyak yang pesan masakan Ayumi karena memang pandai memasak.
"Tambah lagi, Ay, 10 bungkus. Si Udin mau juga barusan telephone!" suara nyaring terdengar dari arah depan. Ternyata Tiwi yang datang dan dia memang selalu masuk rumah tanpa mengetuk pintu karena merasa ada di rumah sendiri. Wajahnya tampak senyum-senyum sambil meletakkan kantung plastik hitam di meja.
"Itu apa, Wi?" tanya Yulia menatap kantung plastik.
"Kue cucur, Bu. Barusan habis ke kawinan di kampung sebelah sama ibu, terus ingat Ayu yang suka cucur!" jawab Tiwi yang berjalan mengambil piring di rak.
"Makasi, Tiwi cantik!" ucap Ayumi cengengesan.
"Jangan senyum begitu deh, Ay. Kalau tak ingat dosa, rasanya pengin kucium kamu tuh!" tukas Tiwi yang dibalas kekehan oleh Ayumi dan Yulia.
Keesokkan paginya, Tiwi kembali datang ke rumah Ayumi untuk mengambil pesanan dan langsung berangkat menuju pabrik menggunakan sepeda. Tak lupa pula Ita pun ikut membantu membawa pesanan tersebut. Ayumi melepas kepergian kedua sahabatnya dengan senyum mengembang dan bersyukur memiliki mereka dalam hidupnya. Ayumi pun kembali disibukkan dengan para pembeli yang mulai berdatangan ke warung kecilnya dan tanpa dia ketahui jika seorang pria kota sedang memperhatikan dari dalam mobil yang ada tak jauh dari rumah Ayumi.
"Rame banget warungnya. Jadi pengin cobain!" gumam pria yang tak lain adalah Ayman tiba-tiba merasa lapar.
"Cobain saja, Om. Masakan Kak Ayu enak. Saya hampir tiap hari beli nasi uduk minta duit sama ibu, apalagi nasi bakarnya. Sedap nyusss!" ujar seorang remaja pria yang lewat di samping mobil Ayman dan mendengar gumamannya barusan karena kaca mobil yang terbuka. Ayman kaget mendengar ada suara yang tiba-tiba, tapi langsung tersenyum ketika mendengar rentetan testimoni remaja pria tersebut.
"Eh, Dek. Bisa titip belikan sekalian gak? Kamu mau beli juga, ya?" kata Ayman membalas komentar remaja itu.
"Yoyoy, Om!" sahutnya santai. Dengan cepat, Ayman mengeluarkan tiga lembar uang berwarna merah dan memberikannya pada remaja tersebut. Sontak, mata remaja itu melotot melihat sejumlah uang yang diberikan.
"Buset, Om. Banyak amat uangnya. Mau borong?" kata remaja itu.
"Beli semua jenis masakan yang dijual. Beli juga untuk keluargamu. Kalau ada sisa uang, ambil saja buat kamu traktir cewekmu!" jelas Ayman berujung ajaran tak baik.
"Widih! Beneran nih, Om?"
"Iyaaaa. Sana cepat beli, saya sudah lapar!" pinta Ayman cepat dan langsung diangguki. Sambil menyibukkan diri dengan benda pipih di tangannya, Ayman menunggu kedatangan remaja itu dan sesekali membidik Ayumi lewat kamera di handphone miliknya.
"Ajiplah si Ayumi. Lagi jual nasi uduk saja bisa cantik begitu. Tercipta dari apa sih kamu? Sial banget lo, Be. Bisa-bisanya lo gali lobang sama dia. Pokoknya rencana gue harus berhasil supaya rasa bersalah gue ke Ayumi bisa ditebus. Walaupun gak tahu, dia akan maafin gue atau enggak, apalagi lo!" cicit Ayman menatap Ayumi yang sedang sibuk.
Di Jakarta, Abe tentu sibuk menjalankan usaha lain serta banyak berdiskusi dengan ibunya, Mariana, yang memiliki pengalaman jauh lebih mumpuni. Rencananya, Abe akan kembali membangun hotel di daerah Kalimantan, tapi lokasinya masih belum ditentukan karena masih melakukan beberapa survey di beberapa tempat, sehingga akhir-akhir ini Abe yang masih setia ditemani oleh Ayman mondar-mandir ke Kalimantan.
Untuk hotel yang ada di Sukamekar di mana Ayumi berada, Abe sudah tak pernah berkunjung ke sana sekitar enam bulan lalu karena sibuk mengurus pekerjaan lain, dan hanya Ayman yang datang ke lokasi. Terkadang, Mariana juga datang berkunjung untuk melihat keadaan hotel dan rehat beberapa hari di rumah yang telah dia bangun. Seperti hari ini, Mariana datang berkunjung dan ditemani oleh Ayman.
"Tan, minggu depan aku izin tak ikut ke Kalimantan, ya?" ucap Ayman ketika sedang duduk santai di ruang keluarga.
"Kenapa? Kamu ada kencan?" sahut Mariana menatap Ayman.
"Hehe, tahu saja, ih!" timpal Ayman yang otaknya tak jauh-jauh dari wanita.
"Kamu ajak Abe dong sekali-kali supaya cepat dapat pasangan. Tante sudah ingin sekali menggendong cucu, takut usia gak cukup buat lihat Abe menikah, Man!" tutur Mariana.
Benar, Mariana memang sudah sangat ingin memiliki seorang menantu yang akan melahirkan banyak cucu untuknya serta menjadi penerus keluarga. Namun, hingga detik ini Abe masih saja betah sendiri dan lebih memikirkan pekerjaan dibandingkan berkeluarga. Mendengar permintaan Mariana, tiba-tiba hati Ayman teringat kembali pada gadis yang telah dinodai Abe dan sampai kini juga belum menikah. Tentu saja Ayman tahu jika Ayumi belum menikah. Pasalnya, Ayman selalu menyempatkan diri melihat keadaan Ayumi di rumahnya tanpa diketahui siapa pun serta apa saja yang dilakukan Ayumi setiap harinya kini. Iya, Ayumi telah berhenti dari pekerjaannya menjadi buruh di pabrik atas permintaan ibunya dan ikut berjualan dengan Yulia di rumah. Kasus yang menimpa Ayumi pun ditutupi oleh Yulia dan Tiwi serta Ita. Semua sengaja ditutupi agar Ayumi bisa menjalankan hidupnya seperti biasa dan tanpa cibiran serta julukan sebagai korban perkosaan.
"Tan, gimana kalau Abe dijodohi saja?" kata Ayman memberikan ide.
"Jodohkan?" gumam Mariana mengulangi kata Ayman dengan kening berkerut.
"Iya, Tan, jodohi saja macam Siti Nurbaya. Kalau menunggu Abe minta kawin, kurasa tidak akan menikah itu si kadal ganteng. Jadi, lebih baik jodohkan saja. Bagaimana?" oceh Ayman meyakinkan Mariana agar setuju dengan idenya.
"Tante setuju saja, Man, tapi siapa yang akan dijodohkan dengan Abe. Tante tak mau Abe menikah dengan cewek kota yang banyak kejar-kejar dia loh! Mau seperti apa cucu Tante kalau lahir dari rahim wanita model begitu!" ujar Mariana yang tentu pernah didekati deretan wanita genit pemburu harta anaknya.
"Hahaha, tenang, Tan. Kita tak akan cari calon wanita dari kota. Kita cari saja wanita dari desa ini. Kalau aku perhatikan, banyak juga yang bening-bening!" kata Ayman yang sering cuci mata.
"Tahu saja kamu kalau di sini banyak yang bening!" decak Mariana diikuti kekehan geli.
"Maklum, Tan. Aku pencinta yang bening-bening semacam air karena bisa hilangkan dahaga," kata Ayman mulai keluar omesnya.
"Jangan wanita bekasmu juga loh, Man!" celetuk Mariana dengan suara keras.
"Astagaaaaa, Tan. Mana mungkin aku kasih yang bekas buat Abe. Mana dia mau. Kalau aku mungkin masih mau dikasih bekas dia, hehehe ...," cicit Ayman berujung menyebalkan.
"Ya sudah. Kamu carilah kandidat calon untuk Abe. Kalau bisa besok datanya kasih ke tante di meja jam 4 sore. Ok?" ucap Mariana jelas dan diangguki Ayman.
"Beres, Tan!"
****
Di rumah sederhana itu, Ayumi terlihat sedang sibuk menyiapkan segala keperluan untuk berjualan besok. Dia juga membuat kue dan bersyukur banyak peminatnya. Camilan kering pun dibuat oleh Ayumi dan sengaja dia titipkan di warung sekitar tempat tinggalnya. Bahkan, Tiwi dengan senang hati membawa jualan Ayumi ke pabrik setiap hari.
"Nak, sholat Isya dulu sana. Ibu yang lanjutkan," ucap Yulia yang baru selesai sholat dari bilik kamarnya.
"Iya, Bu," sahutnya cepat.
Pekerjaan yang sedang Ayumi lakukan langsung digantikan oleh Yulia dan segera beranjak menuju kamar mandi untuk berwudhu. 15 menit kemudian, Ayumi muncul dari kamarnya dan ikut bergabung kembali bersama Yulia.
"Nak, kamu mau bikin kue apa untuk besok?" tanya Yulia melihat Ayumi yang sedang mengupas bawang.
"Besok tak bikin kue, Bu. Tiwi bilang ada yang pesan minta dibuatkan nasi bakar seperti yang pernah Ayu bawa dulu untuk sarapan. Mereka kepengin dan pesan 30 bungkus buat besok. Makanya tak bikin kue," terang Ayumi memberi penjelasan pada Yulia yang belum tahu.
"Alhamdulillah. Banyak banget yang pesan sampai 30 bungkus!" sahut Yulia tersenyum senang karena banyak yang pesan masakan Ayumi karena memang pandai memasak.
"Tambah lagi, Ay, 10 bungkus. Si Udin mau juga barusan telephone!" suara nyaring terdengar dari arah depan. Ternyata Tiwi yang datang dan dia memang selalu masuk rumah tanpa mengetuk pintu karena merasa ada di rumah sendiri. Wajahnya tampak senyum-senyum sambil meletakkan kantung plastik hitam di meja.
"Itu apa, Wi?" tanya Yulia menatap kantung plastik.
"Kue cucur, Bu. Barusan habis ke kawinan di kampung sebelah sama ibu, terus ingat Ayu yang suka cucur!" jawab Tiwi yang berjalan mengambil piring di rak.
"Makasi, Tiwi cantik!" ucap Ayumi cengengesan.
"Jangan senyum begitu deh, Ay. Kalau tak ingat dosa, rasanya pengin kucium kamu tuh!" tukas Tiwi yang dibalas kekehan oleh Ayumi dan Yulia.
Keesokkan paginya, Tiwi kembali datang ke rumah Ayumi untuk mengambil pesanan dan langsung berangkat menuju pabrik menggunakan sepeda. Tak lupa pula Ita pun ikut membantu membawa pesanan tersebut. Ayumi melepas kepergian kedua sahabatnya dengan senyum mengembang dan bersyukur memiliki mereka dalam hidupnya. Ayumi pun kembali disibukkan dengan para pembeli yang mulai berdatangan ke warung kecilnya dan tanpa dia ketahui jika seorang pria kota sedang memperhatikan dari dalam mobil yang ada tak jauh dari rumah Ayumi.
"Rame banget warungnya. Jadi pengin cobain!" gumam pria yang tak lain adalah Ayman tiba-tiba merasa lapar.
"Cobain saja, Om. Masakan Kak Ayu enak. Saya hampir tiap hari beli nasi uduk minta duit sama ibu, apalagi nasi bakarnya. Sedap nyusss!" ujar seorang remaja pria yang lewat di samping mobil Ayman dan mendengar gumamannya barusan karena kaca mobil yang terbuka. Ayman kaget mendengar ada suara yang tiba-tiba, tapi langsung tersenyum ketika mendengar rentetan testimoni remaja pria tersebut.
"Eh, Dek. Bisa titip belikan sekalian gak? Kamu mau beli juga, ya?" kata Ayman membalas komentar remaja itu.
"Yoyoy, Om!" sahutnya santai. Dengan cepat, Ayman mengeluarkan tiga lembar uang berwarna merah dan memberikannya pada remaja tersebut. Sontak, mata remaja itu melotot melihat sejumlah uang yang diberikan.
"Buset, Om. Banyak amat uangnya. Mau borong?" kata remaja itu.
"Beli semua jenis masakan yang dijual. Beli juga untuk keluargamu. Kalau ada sisa uang, ambil saja buat kamu traktir cewekmu!" jelas Ayman berujung ajaran tak baik.
"Widih! Beneran nih, Om?"
"Iyaaaa. Sana cepat beli, saya sudah lapar!" pinta Ayman cepat dan langsung diangguki. Sambil menyibukkan diri dengan benda pipih di tangannya, Ayman menunggu kedatangan remaja itu dan sesekali membidik Ayumi lewat kamera di handphone miliknya.
"Ajiplah si Ayumi. Lagi jual nasi uduk saja bisa cantik begitu. Tercipta dari apa sih kamu? Sial banget lo, Be. Bisa-bisanya lo gali lobang sama dia. Pokoknya rencana gue harus berhasil supaya rasa bersalah gue ke Ayumi bisa ditebus. Walaupun gak tahu, dia akan maafin gue atau enggak, apalagi lo!" cicit Ayman menatap Ayumi yang sedang sibuk.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved