Bab 11 TERSANGKA
by Rara Qumaira
08:54,Aug 10,2023
Satu Minggu berlalu. Kini, Rachel sudah pulang ke rumahnya. Hari ini adalah hari dimana Akbar seharusnya memenuhi undangan pihak kepolisian. Sayang, dia mangkir. Hari ini, Akbar ada janji temu dengan seorang pengacara.
"Selamat siang Pak Darmawan!"
"Selamat siang, Bapak Akbar! Silahkan duduk!" ujarnya.
"Terimakasih, Pak Darmawan!"
"Bagaimana, Pak Akbar? Ada yang bisa saya bantu?"
"Iya, Pak! Begini!" Akbar menceritakan semua masalahnya.
"Posisi Bapak cukup sulit! Maaf, saya tidak bisa membantu!" ujar Pak Darmawan.
"Tolonglah, Pak! Saya bisa membayar Bapak mahal,asalkan Bapak bisa membantu saya bebas dari segala tuduhan!" Akbar mulai melakukan negosiasi.
"Maaf, Pak! Saya tidak bisa membantu! Bagi firma hukum seperti kami, kekalahan dalam menyelesaikan kasus bisa mencoreng nama kami! Jadi, untuk kasus dengan potensi kemenangan kecil, mohon maaf, kami harus menolak!"
"Berapa yang Bapak minta? Seratus juta? Dua ratus juga? Atau lima ratus juta?" tantang Akbar.
"Sekali lagi Kami mohon maaf! Silahkan!" ujar Pak Darmawan sembari menunjuk arah pintu.
Akbar bangkit dengan kesal, lalu meninggalkan firma tersebut.
"Sial!" umpat Akbar.
Dalam keadaan kalut, Akbar melajukan mobilnya ke tempat karaoke miliknya.
"Halo, Bos! Tumben siang-siang sudah disini!" sapa seorang karyawan kepercayaannya.
"Bagaimana keadaan disini? Rame?"
"Rame, Bos!"
"Yang di belakang?"
"Tambah rame, Bos! Kemarin kita dapat pesanan gadis perawan, tapi zaman sekarang ini sulit sekali mencari yang benar-benar masih perawan."
"Sasar anak-anak sekolah! Dekati mereka! Kalau diiming-imingi duit banyak, mereka pasti mau!"
"Siap, Bos! Bos mau disiapkan apa hari ini?"
"Suruh Sonya kesini nemenin aku! Aku sedang butuh yang fresh biar otak gak makin buntu!"
"Ha …. Bos memang hebat! Baik, Bos! Akan saya panggilkan!"
*************************************
Saat Akbar mangkir dari panggilan dan lebih memilih bersenang-senang dengan wanitanya, Pak Wisnu dan Pak Rama menghadiri panggilan tersebut.
Selama proses penyidikan, mereka sepakat untuk kooperatif dan mengakui semua kesalahan mereka. Meskipun mereka dipenjara, minimal sikap kooperatif mereka bisa mengurangi masa tahanan.
Bukti-bukti yang diberikan dari pihak penggugat pun sudah cukup kuat. Hari ini juga, status mereka sudah berubah menjadi tersangka dan semua aset di bekukan, termasuk Akbar.
Keesokan harinya, dua orang petugas kepolisian datang ke rumah Akbar.
"Selamat pagi, Bu!"
"Selamat pagi, Pak! Ada apa ya?" tanya bi Murni.
"Apa bapak Akbar ada?" tanya polisi tersebut.
"Maaf, Pak! Bapak semalam gak pulang ke rumah! Kalau Ibu ada!"
"Baiklah. Saya temui Ibu Akbar saja."
"Iya, Pak! Silahkan duduk!"
Bi Murni segera ke belakang dan memanggil Rachel. Tak lama kusian, Rachel muncul.
"Selamat pagi, Pak Polisi! Ada apa, ya,mencari suami saya?" tanya Rachel heran.
"Kami membawa surat penangkapan atas nama bapak Akbar atas tuduhan penggelapan dana PT Sentosa Makmur," ujar polisi tersebut sembari mengulurkan surat perintahnya.
"Tidak, Pak! Ini fitnah! Tidak mungkin suami saya melakukannya! Ini fitnah, Pak!" teriak Rachel histeris.
"Mohon maaf, Bu! Mengenai hal itu, bisa dijelaskan nanti di kantor!"
"Maaf, Pak! Tapi, Pak Akbar sedang tidak di tempat."
"Mohon maaf, Bu! Izinkan kami melakukan penggeledahan!"
"Tidak! Saya tidak bisa membiarkan orang asing masuk dan menggeledah rumah saya. Keluar!" teriak Rachel.
"Maaf, Bu! Kami hanya menjalankan tugas! Kalian! Segera geledah rumah ini!"
"Siap, Komandan!" Segera, beberapa orang petugas kepolisian menggeledah rumah tersebut. Sayang, yang dicari tidak ditemukan.
"Lapor, Komandan! Tersangka tidak ditemukan!" ujar salah seorang polisi.
"Baik! Kembali ke depan. Siapkan dua orang untuk berjaga di sekitar rumah ini!"
"Siap, Komandan!"
"Baik,Bu! Kami mohon kerjasamanya. Kami harap, pak Akbar mau menyerahkan diri, hukumannya bisa lebih ringan karena bersikap kooperatif!" ujar polisi tersebut kepada Rachel.
"Baik, Pak!"
Setelah polisi tersebut pergi, Rachel mondar-mandir dengan gelisah. Dia mencoba menghubungi Akbar.
Panggilan pertama, tidak diangkat. Panggilan kedua, juga tidak diangkat. Baru pada panggilan ketiga,Akbar mengangkat ponselnya.
"Halo!" jawab Akbar dengan suara serak, khas orang baru bangun tidur.
"Sayang … kamu dimana? Kenapa semalam gak pulang?" tanya Rachel.
"Maaf, sayang. Semalam aku ketiduran di tempat karaoke. Ada apa?"
"Tadi, ada polisi datang kemari."
"Apa?" teriak Akbar histeris.
"Iya. Mereka membawa surat penangkapan. Bagaimana ini, sayang?" tanya rachel panik.
"Sekarang polisinya mana? Sudah pulang?"
"Iya. Tapi, mereka meninggalkan dua orang anggotanya disini."
Akbar tampak berpikir sejenak.
"Sayang, aku tidak mau masuk penjara. Untuk sementara, aku tidak akan pulang, oke?"
"Kamu mau kemana?"
"Untuk sementara, aku akan bersembunyi di luar kota."
"Baiklah, sayang! Hati-hati, ya!"
"Iya, sayang! Pasti! Jaga anak kita dengan baik!"
Akbar menutup ponselnya. Bergegas, dia bangun dan membersihkan diri.
Tok … tok … tok ….
Pintu kamar Akbar diketuk. Akbar segera membuka pintu.
"Maaf, Pak Akbar! Di depan ada polisi nyari Bapak!" ujar seorang karyawannya.
"Sial! Cepat sekali mereka sampai sini! Kamu, halangi polisi itu dulu! Jangan sampai masuk!"
Akbar bergegas mengambil tas ransel dan memasukkan semua uang cash perolehan dalam Minggu ini. Mengendap-endap, dia melarikan diri melalui pintu belakang.
Saat polisi tersebut melakukan penggeledahan, Akbar sudah berhasil melarikan diri. Mereka hanya menyita aset berupa gedung karaoke tersebut. Tempat karaoke tersebut tidak boleh beroperasi selama proses penyidikan. Nasib yang sama juga menimpa ketiga tempat karaoke yang lain.
"Selamat sore!" sapa seorang petugas kepolisian.
"Selamat sore, Pak! Ada apa ya?" tanya bi Ana, Ibu Akbar merasa heran.
"Apa benar, ini rumah bapak Akbar?" tanya polisi tersebut.
"Benar, Pak! Saya ibunya! Tapi, dia tidak tinggal disini! Dia sekarang tinggal di rumah istri barunya! Ada apa, Pak, mencari anak saya?"
"Mohon maaf. Kami dari pihak kepolisian mendapat perintah untuk menyita rumah,mobil, dan isinya hingga proses penyidikan selesai."
"Penyidikan apa?" tanya Ibu Akbar heran.
"Bapak Akbar menjadi tersangka atas kasus penggelapan dana di PT Sentosa Makmur."
"Tidak, Pak! Itu tidak mungkin! Anak saya tidak seperti itu!" ujar Ibu Ana.
"Mohon maaf, Ibu! Kami hanya menjalankan perintah! Mohon rumah ini dikosongkan!" ujar petugas kepolisian itu tegas.
"Jangan, Pak! Jangan disita! Kami akan tinggal dimana kalau rumah ini disita!" teriak bu Ana histeris.
Teriakan Ibu Akbar dan kedatangan anggota kepolisian mengundang kerumunan warga. Mereka penasaran dengan apa yang terjadi.
"Ibu, ada apa?" tanya Aira yang tiba-tiba muncul dari belakang.
"Polisi ini mau menyita rumah kita, Ra! Trus, sekarang kita tinggal dimana?" ujar Ibunya sambil menangis.
"Sebentar. Maaf, Pak! Ada apa sebenarnya?" tanya Aira penasaran.
Polisi tersebut menyerahkan surat pemberitahuan yang menyatakan bahwa seluruh aset Akbar dibekukan hingga proses penyidikan selesai.
"Maaf, Mbak! Rumah ini harus dikosongkan!"
"Baik, Pak! Tolong beri waktu kepada kami untuk berkemas!"
"Silahkan!"
"Ayo, Bu!" Aira mengajak Ibunya masuk ke dalam rumah.
"Ra, kalau rumah ini disita, kita tinggal dimana?" tanya Ibunya masih shock.
"Kita ke rumah kak Rachel, Bu! Toh, rumah itu kan yang berikan mas Akbar. Kota juga punya hak disana!" ujar Aira.
"Benar juga! Ya sudah! Ayo!"
Mereka segera mengemas barang-barang mereka ke dalam koper. Satu jam kemudian, mereka siap meninggalkan rumah tersebut.
"Maaf, Mbak! Mobil ini juga disita!" ujar petugas kepolisian tersebut saat Aira akan menaikinya.
"Apa? Mobil ini punya saya, bukan mas Akbar," jawab Aira sewot.
"Maaf, mbak. Tapi, surat-surat mobil ini juga atas nama bapak Akbar. Semua aset atas nama bapak Akbar, tanpa kecuali, harus disita."
Aira tidak jadi naik mobil tersebut dan memilih untuk naik taksi online.
"Bu Ana? Ada apa? Kok ada polisi segala? Trus, kalian mau kemana kok bawa-bawa koper segala?" tanya Bu Hindun, biang gosip di daerah mereka.
"Bukan urusanmu. Minggir! Kalian semua juga, bubar!" teriak Bu Ana.
"Hu …." Teriakan Bu Ana disambut sorakan oleh para warga. Banyak bisik-bisik tak sedap yang terdengar. Mereka memilih untuk tidak mendengarkan, dan swgwra meninggalkan tempat tersebut.
"Rachel! Rachel! Bi Murni!" teriak mertuanya saat memasuki rumah Rachel.
"Selamat siang Pak Darmawan!"
"Selamat siang, Bapak Akbar! Silahkan duduk!" ujarnya.
"Terimakasih, Pak Darmawan!"
"Bagaimana, Pak Akbar? Ada yang bisa saya bantu?"
"Iya, Pak! Begini!" Akbar menceritakan semua masalahnya.
"Posisi Bapak cukup sulit! Maaf, saya tidak bisa membantu!" ujar Pak Darmawan.
"Tolonglah, Pak! Saya bisa membayar Bapak mahal,asalkan Bapak bisa membantu saya bebas dari segala tuduhan!" Akbar mulai melakukan negosiasi.
"Maaf, Pak! Saya tidak bisa membantu! Bagi firma hukum seperti kami, kekalahan dalam menyelesaikan kasus bisa mencoreng nama kami! Jadi, untuk kasus dengan potensi kemenangan kecil, mohon maaf, kami harus menolak!"
"Berapa yang Bapak minta? Seratus juta? Dua ratus juga? Atau lima ratus juta?" tantang Akbar.
"Sekali lagi Kami mohon maaf! Silahkan!" ujar Pak Darmawan sembari menunjuk arah pintu.
Akbar bangkit dengan kesal, lalu meninggalkan firma tersebut.
"Sial!" umpat Akbar.
Dalam keadaan kalut, Akbar melajukan mobilnya ke tempat karaoke miliknya.
"Halo, Bos! Tumben siang-siang sudah disini!" sapa seorang karyawan kepercayaannya.
"Bagaimana keadaan disini? Rame?"
"Rame, Bos!"
"Yang di belakang?"
"Tambah rame, Bos! Kemarin kita dapat pesanan gadis perawan, tapi zaman sekarang ini sulit sekali mencari yang benar-benar masih perawan."
"Sasar anak-anak sekolah! Dekati mereka! Kalau diiming-imingi duit banyak, mereka pasti mau!"
"Siap, Bos! Bos mau disiapkan apa hari ini?"
"Suruh Sonya kesini nemenin aku! Aku sedang butuh yang fresh biar otak gak makin buntu!"
"Ha …. Bos memang hebat! Baik, Bos! Akan saya panggilkan!"
*************************************
Saat Akbar mangkir dari panggilan dan lebih memilih bersenang-senang dengan wanitanya, Pak Wisnu dan Pak Rama menghadiri panggilan tersebut.
Selama proses penyidikan, mereka sepakat untuk kooperatif dan mengakui semua kesalahan mereka. Meskipun mereka dipenjara, minimal sikap kooperatif mereka bisa mengurangi masa tahanan.
Bukti-bukti yang diberikan dari pihak penggugat pun sudah cukup kuat. Hari ini juga, status mereka sudah berubah menjadi tersangka dan semua aset di bekukan, termasuk Akbar.
Keesokan harinya, dua orang petugas kepolisian datang ke rumah Akbar.
"Selamat pagi, Bu!"
"Selamat pagi, Pak! Ada apa ya?" tanya bi Murni.
"Apa bapak Akbar ada?" tanya polisi tersebut.
"Maaf, Pak! Bapak semalam gak pulang ke rumah! Kalau Ibu ada!"
"Baiklah. Saya temui Ibu Akbar saja."
"Iya, Pak! Silahkan duduk!"
Bi Murni segera ke belakang dan memanggil Rachel. Tak lama kusian, Rachel muncul.
"Selamat pagi, Pak Polisi! Ada apa, ya,mencari suami saya?" tanya Rachel heran.
"Kami membawa surat penangkapan atas nama bapak Akbar atas tuduhan penggelapan dana PT Sentosa Makmur," ujar polisi tersebut sembari mengulurkan surat perintahnya.
"Tidak, Pak! Ini fitnah! Tidak mungkin suami saya melakukannya! Ini fitnah, Pak!" teriak Rachel histeris.
"Mohon maaf, Bu! Mengenai hal itu, bisa dijelaskan nanti di kantor!"
"Maaf, Pak! Tapi, Pak Akbar sedang tidak di tempat."
"Mohon maaf, Bu! Izinkan kami melakukan penggeledahan!"
"Tidak! Saya tidak bisa membiarkan orang asing masuk dan menggeledah rumah saya. Keluar!" teriak Rachel.
"Maaf, Bu! Kami hanya menjalankan tugas! Kalian! Segera geledah rumah ini!"
"Siap, Komandan!" Segera, beberapa orang petugas kepolisian menggeledah rumah tersebut. Sayang, yang dicari tidak ditemukan.
"Lapor, Komandan! Tersangka tidak ditemukan!" ujar salah seorang polisi.
"Baik! Kembali ke depan. Siapkan dua orang untuk berjaga di sekitar rumah ini!"
"Siap, Komandan!"
"Baik,Bu! Kami mohon kerjasamanya. Kami harap, pak Akbar mau menyerahkan diri, hukumannya bisa lebih ringan karena bersikap kooperatif!" ujar polisi tersebut kepada Rachel.
"Baik, Pak!"
Setelah polisi tersebut pergi, Rachel mondar-mandir dengan gelisah. Dia mencoba menghubungi Akbar.
Panggilan pertama, tidak diangkat. Panggilan kedua, juga tidak diangkat. Baru pada panggilan ketiga,Akbar mengangkat ponselnya.
"Halo!" jawab Akbar dengan suara serak, khas orang baru bangun tidur.
"Sayang … kamu dimana? Kenapa semalam gak pulang?" tanya Rachel.
"Maaf, sayang. Semalam aku ketiduran di tempat karaoke. Ada apa?"
"Tadi, ada polisi datang kemari."
"Apa?" teriak Akbar histeris.
"Iya. Mereka membawa surat penangkapan. Bagaimana ini, sayang?" tanya rachel panik.
"Sekarang polisinya mana? Sudah pulang?"
"Iya. Tapi, mereka meninggalkan dua orang anggotanya disini."
Akbar tampak berpikir sejenak.
"Sayang, aku tidak mau masuk penjara. Untuk sementara, aku tidak akan pulang, oke?"
"Kamu mau kemana?"
"Untuk sementara, aku akan bersembunyi di luar kota."
"Baiklah, sayang! Hati-hati, ya!"
"Iya, sayang! Pasti! Jaga anak kita dengan baik!"
Akbar menutup ponselnya. Bergegas, dia bangun dan membersihkan diri.
Tok … tok … tok ….
Pintu kamar Akbar diketuk. Akbar segera membuka pintu.
"Maaf, Pak Akbar! Di depan ada polisi nyari Bapak!" ujar seorang karyawannya.
"Sial! Cepat sekali mereka sampai sini! Kamu, halangi polisi itu dulu! Jangan sampai masuk!"
Akbar bergegas mengambil tas ransel dan memasukkan semua uang cash perolehan dalam Minggu ini. Mengendap-endap, dia melarikan diri melalui pintu belakang.
Saat polisi tersebut melakukan penggeledahan, Akbar sudah berhasil melarikan diri. Mereka hanya menyita aset berupa gedung karaoke tersebut. Tempat karaoke tersebut tidak boleh beroperasi selama proses penyidikan. Nasib yang sama juga menimpa ketiga tempat karaoke yang lain.
"Selamat sore!" sapa seorang petugas kepolisian.
"Selamat sore, Pak! Ada apa ya?" tanya bi Ana, Ibu Akbar merasa heran.
"Apa benar, ini rumah bapak Akbar?" tanya polisi tersebut.
"Benar, Pak! Saya ibunya! Tapi, dia tidak tinggal disini! Dia sekarang tinggal di rumah istri barunya! Ada apa, Pak, mencari anak saya?"
"Mohon maaf. Kami dari pihak kepolisian mendapat perintah untuk menyita rumah,mobil, dan isinya hingga proses penyidikan selesai."
"Penyidikan apa?" tanya Ibu Akbar heran.
"Bapak Akbar menjadi tersangka atas kasus penggelapan dana di PT Sentosa Makmur."
"Tidak, Pak! Itu tidak mungkin! Anak saya tidak seperti itu!" ujar Ibu Ana.
"Mohon maaf, Ibu! Kami hanya menjalankan perintah! Mohon rumah ini dikosongkan!" ujar petugas kepolisian itu tegas.
"Jangan, Pak! Jangan disita! Kami akan tinggal dimana kalau rumah ini disita!" teriak bu Ana histeris.
Teriakan Ibu Akbar dan kedatangan anggota kepolisian mengundang kerumunan warga. Mereka penasaran dengan apa yang terjadi.
"Ibu, ada apa?" tanya Aira yang tiba-tiba muncul dari belakang.
"Polisi ini mau menyita rumah kita, Ra! Trus, sekarang kita tinggal dimana?" ujar Ibunya sambil menangis.
"Sebentar. Maaf, Pak! Ada apa sebenarnya?" tanya Aira penasaran.
Polisi tersebut menyerahkan surat pemberitahuan yang menyatakan bahwa seluruh aset Akbar dibekukan hingga proses penyidikan selesai.
"Maaf, Mbak! Rumah ini harus dikosongkan!"
"Baik, Pak! Tolong beri waktu kepada kami untuk berkemas!"
"Silahkan!"
"Ayo, Bu!" Aira mengajak Ibunya masuk ke dalam rumah.
"Ra, kalau rumah ini disita, kita tinggal dimana?" tanya Ibunya masih shock.
"Kita ke rumah kak Rachel, Bu! Toh, rumah itu kan yang berikan mas Akbar. Kota juga punya hak disana!" ujar Aira.
"Benar juga! Ya sudah! Ayo!"
Mereka segera mengemas barang-barang mereka ke dalam koper. Satu jam kemudian, mereka siap meninggalkan rumah tersebut.
"Maaf, Mbak! Mobil ini juga disita!" ujar petugas kepolisian tersebut saat Aira akan menaikinya.
"Apa? Mobil ini punya saya, bukan mas Akbar," jawab Aira sewot.
"Maaf, mbak. Tapi, surat-surat mobil ini juga atas nama bapak Akbar. Semua aset atas nama bapak Akbar, tanpa kecuali, harus disita."
Aira tidak jadi naik mobil tersebut dan memilih untuk naik taksi online.
"Bu Ana? Ada apa? Kok ada polisi segala? Trus, kalian mau kemana kok bawa-bawa koper segala?" tanya Bu Hindun, biang gosip di daerah mereka.
"Bukan urusanmu. Minggir! Kalian semua juga, bubar!" teriak Bu Ana.
"Hu …." Teriakan Bu Ana disambut sorakan oleh para warga. Banyak bisik-bisik tak sedap yang terdengar. Mereka memilih untuk tidak mendengarkan, dan swgwra meninggalkan tempat tersebut.
"Rachel! Rachel! Bi Murni!" teriak mertuanya saat memasuki rumah Rachel.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved