Bab 7 MENGAJUKAN GUGATAN CERAI
by Rara Qumaira
08:50,Aug 10,2023
"Tentu, Bu! Apa Ibu sudah menyiapkan berkasnya?"
"Sudah, pak!" jawab Kienan sembari menyerahkan map berisi berkas-berkas.
Pak Firman mengecek kelengkapan berkas tersebut.
Tok ... tok… tok….
"Masuk!" ucap Kienan.
"Ini, Bu, kopi dan tehnya!" ucap OB tersebut, lalu meletakkan di hadapan mereka.
"Terimakasih, mas!"
"Sama-sama, Bu! Permisi!" OB tersebut meninggalkan ruangan.
"Bagaimana, Pak?"
"Ini sudah lengkap, Bu! Saya akan mengurusnya! Kalau boleh tahu, apa alasan gugatan perceraian ini?" tanya Pak Firman.
Kienan menceritakan kejadian pertemuan mereka di rumah sakit dan talak dari Akbar. Pak Firman mengangguk tanda mengerti.
"Alasan Ibu bisa diterima! Baik, Bu! Akan segera saya proses!" ujar Pak Firman.
"Terimakasih, Pak! Oya, Pak! Ada yang ingin saya tanyakan!"
"Tentu! Silahkan, Bu!"
"Saat ini, saya sedang mengandung. Apakah bisa mengajukan gugatan cerai?"
"Bu Kienan hamil? Alhamdulillah … saya ikut senang mendengarnya."
"Terimakasih, Pak Firman."
"Apakah pak Akbar sudah tahu?"
"Saya kurang paham, Pak! Kemarin Ibu Mas Akbar ke rumah dan saya sudah cerita. Entah mereka percaya atau tidak."
"Kehamilan ini, Ibu tunggu begitu lama. Sayang, harus hadir di saat seperti ini. Apakah ibu ingin menangguhkan dulu proses perceraiannya?"
Kienan menggeleng tegas.
“Tidak, pak! Kalau bisa, segera diproses!"
"Baik, Bu! Akan segera saya proses! Tidak ada masalah walaupun Ibu sedang hamil. Proses perceraian tetap bisa berjalan!"
"Baik, Pak! Terimakasih atas kerjasamanya!"
"Sama-sama, Bu! Kalau begitu, saya permisi! Selamat pagi!"
"Selamat pagi, Pak Firman!"
*************
Sekitar pukul sembilan, Rachel berpamitan kepada Akbar untuk bertemu temannya.
"Yang, nanti kamu ke tempat karaoke jam berapa?" tanya Rachel kepada suaminya.
"Rencananya habis makan siang! Ada yang harus dicek! Beberapa stok bahan juga yang habis! Kenapa?" tanya Akbar balik.
"Aku mau keluar sebentar sama Rindu. Kita udah janjian kemarin."
"Mau kemana, sih? Perut kamu udah besar gitu, lho!" protes Akbar.
"Gak kemana-mana! Hanya hangout bentar, trus lanjut makan siang! Kamu gak papa kan, makan siang sendiri di rumah?"
"Ya, udah, tapi hati-hati ya! Jangan sampai kecapekan!" Akbar menasehati istrinya.
"Iya, sayang! Ya udah, aku siap-siap dulu!"
"Hm …!" sahut Akbar.
Setelah bersiap sebentar, Rachel segera berangkat.
"Mau dianterin?" tawar Akbar.
"Gak usah. Aku naik taksi saja. Bye, sayang!" Rachel berpamitan kepada suaminya sembari mencium pipinya.
Satu jam kemudian, Rachel sudah sampai di lokasi. Dia segera menuju meja resepsionis.
"Selamat pagi, mbak! Tamu atas nama Gery Zulkarnaen dikamar berapa ya? Kami sudah janjian," tanya Rachel.
"Tunggu sebentar, Bu! Saya cek dulu? Ibu namanya siapa?"
"Rachel Puspitasari."
Petugas resepsionis menghubungi kamar Gery untuk memastikan.
"Silahkan, Bu! Bapak Gery sudah menunggu Ibu di kamar 702,"ujar resepsionis tersebut.
"Terimakasih, mbak!"
"Sama-sama, Bu!"
Rachel segera menuju lift. Suasana hotel pagi ini cukup lengang.
Tok … tok … tok ….
Rachel mengetuk pintu. Tak lama kemudian, pintu terbuka, dan sosok Gery muncul.
"Halo, sayang! Ayo, masuk!" ujar Gerry sembari merangkul Rachel.
"Kamu bawa yang kuminta?" lanjut Gerry.
"Kamu ini … ingat aja kalo urusan uang!" omel Rachel sambil mengeluarkan segepok uang dari tasnya.
"Ha … tentu saja! Aku hidup untuk uang!" jawab Gery sembari mencium uang pemberian Rachel.
"Itu sepuluh juta! Kalau pekerjaanmu beres, akan aku tambahi," ujar Rachel.
"Oke. Pekerjaan apa yang kamu minta?" tanya Gerry serius.
"Aku dapat berita kalau Kienan hamil. Kabar itu belum terbukti benar, tapi aku tidak mau menanggung resiko." Rachel memberi penjelasan.
"Kamu mau aku memberi pelajaran kepada wanita itu?" tanya Gerry memastikan.
"Tepat! Lakukan dengan cepat dan rapi!"
"Tentu, sayang! Aku akan melakukan apapun untukmu!" ujar Gerry.
Rachel tersenyum penuh kemenangan.
"Kamu memang bisa diandalkan, Sayang!" ujar Rachel sembari mengalungkan tangannya di leher Gerry dan duduk di pangkuannya.
"Tentu saja! Kamu bisa mengandalkan aku untuk semua urusan!" jawab Gerry.
"Aku begitu merindukan kamu, Sayang! Apa kamu tidak merindukan aku?" ucap Gerry lagi sembari mempererat pelukannya.
"Tentu saja!" Rachel membalas pelukan Gerry, dan mereka melakukan hubungan terlarang.
Sekitar pukul satu siang, Rachel berpamitan untuk pulang.
"Maaf, Ger! Aku harus pergi!" ujar Rachel.
"Kamu tidak mau menginap denganku malam ini?" tanya Gerry.
"Maaf, aku tidak bisa. Akbar bisa membunuhku kalau ketahuan," jawab Rachel.
"Baiklah! Jaga anak kita baik-baik! Aku tidak mau terjadi sesuatu dengannya," sahut Gerry.
"Tentu saja, sayang," jawab Rachel.
"Sebelum pulang, bagaimana kalau kita makan siang dulu di bawah?" tawar Gerry.
"Tentu. Ayo, aku sudah lapar banget!"
Gerry segera bersiap, dan tak lama kemudian mereka sudah tiba di restoran untuk makan siang.
**************
Satu Minggu berlalu dari saat pengajuan berkas gugatan cerai Kienan. Siang ini, Kienan ingin makan salad buah dan spaghetti di cafe depan.
Segera dia merapikan meja kerjanya dan melangkahkan kakinya. Cafe tersebut letaknya tepat di depan kantor. Jadi, Kienan hanya perlu menyeberang dengan jalan kaki saja.
Saat menyebrang, tiba-tiba ada sebuah mobil yang melaju dengan kencang ke arah Kienan.
"Awas …!"
Tiba-tiba, ada yang menarik Kienan, sehingga terhindar dari kecelakaan. Sayangnya, karena kehilangan keseimbangan, mereka terjatuh di aspal. Kienan merasakan nyeri di perut bagian bawah, sebelum akhirnya tak sadarkan diri.
Tak menunggu lama, pria tersebut segera membopong Kienan dan membawanya menuju mobilnya. Dia segera melesat ke rumah sakit terdekat. Tak dipedulikannya pakaiannya yang bersimbah darah karena membopong Kienan tadi.
Sesampainya di rumah sakit, Kienan segera ditangani. Pria tersebut menunggu dengan gelisah di depan IGD. Satu jam kemudian, Kienan sudah selesai ditangani.
"Bagaimana keadaannya, Dok?" tanya pria tersebut.
"Syukurlah, Bapak segera membawanya ke sini. Benturan tadi menyebabkan terjadinya pendarahan. Terlambat sedikit saja, dia bisa kehilangan bayinya."
"Dia sedang mengandung, Dok?" tanya pria tersebut memastikan.
"Iya. Tolong, dijaga baik-baik! Kondisi kandungannya cukup lemah," pesan sang Dokter.
"Baik, Dok! Terimakasih banyak!" Dia menghembuskan napas lega. Dokter segera meninggalkan tempat tersebut.
"Keluarga Ibu Kienan?" panggil seorang perawat.
"Saya, sus! Ada apa?" tanya pria tersebut.
"Ibu Kienan akan segera dipindahkan ke ruangannya. Tolong, administrasinya segera diurus."
"Baik, Sus!"
Dia segera meninggalkan tempat tersebut menuju bagian administrasi. Setelah semua selesai, dia menuju ke ruangan Kienan.
Tampak, Kienan masih terbaring lemas. Selang infus dan darah transfusi tampak menggantung disana.
Pria tersebut mengusap wajahnya kasar. Perlahan, dia mendekati brankar Kienan dan duduk disebelahnya. Dia memandang wajah yang sedang terlelap.
"Wanita yang kuat," gumamnya.
Kring ….
Terdengar suara ponselnya berbunyi. Dia segera keluar dari kamar dan mengangkat ponselnya.
"Halo!" sahutnya.
"Halo, Pak Nizam! Anda dimana sekarang? Bagaimana keadaan Bu Kienan?" tanya Annisa, orang yang meneleponnya.
"Bu Kienan belum sadar. Tapi, beliau sudah ditangani. Ini sudah di ruang rawat." Pak Nizam memberi penjelasan.
"Syukurlah! Di rumah sakit mana, Pak? Sebentar lagi saya kesana."
"Rumah Sakit Sapta Husada."
"Baik, Pak! Saya akan segera menyusul anda. Selamat siang!" Annisa menutup ponselnya dan segera meluncur ke rumah sakit.
Setelah menutup ponselnya, Pak Nizam masuk kembali ke ruangan. Dilihatnya, Kienan tampak mengerjapkan matanya.
Kienan meringis merasakan nyeri di perut bagian bawah.
"Anda sudah sadar?" tanya Pak Nizam.
Perlahan, Kienan menoleh.
"Pak Nizam? Dimana ini?" tanya Kienan lemah.
"Anda di rumah sakit. Anda masih ingat kejadian terakhir tadi?" tanya Nizam.
Kienan mencoba mengingat-ingat. Sekelebat ingatan tentang kejadian kecelakaan tadi melintas.
Tadi, tiba-tiba dia melihat sebuah mobil melaju kencang. Dia tidak sempat menghindar. Tanpa diduga, ada seseorang yang menarik tangannya sehingga dia terhindar dari kecelakaan tersebut.
"Pak Nizam yang menolong saya tadi?" tanya Kienan.
Nizam menangguk.
"Kebetulan tadi saya di lokasi kejadian," jawabnya.
Kienan terdiam sambil mengelus perutnya.
"Kandunganku …?"
"Kandunganmu baik-baik saja. Hanya pesan Dokter, harus dijaga hati-hati."
"Terimakasih banyak, Pak!"
Kienan menghembuskan napas lega.
Tok … tok … tok ….
"Sudah, pak!" jawab Kienan sembari menyerahkan map berisi berkas-berkas.
Pak Firman mengecek kelengkapan berkas tersebut.
Tok ... tok… tok….
"Masuk!" ucap Kienan.
"Ini, Bu, kopi dan tehnya!" ucap OB tersebut, lalu meletakkan di hadapan mereka.
"Terimakasih, mas!"
"Sama-sama, Bu! Permisi!" OB tersebut meninggalkan ruangan.
"Bagaimana, Pak?"
"Ini sudah lengkap, Bu! Saya akan mengurusnya! Kalau boleh tahu, apa alasan gugatan perceraian ini?" tanya Pak Firman.
Kienan menceritakan kejadian pertemuan mereka di rumah sakit dan talak dari Akbar. Pak Firman mengangguk tanda mengerti.
"Alasan Ibu bisa diterima! Baik, Bu! Akan segera saya proses!" ujar Pak Firman.
"Terimakasih, Pak! Oya, Pak! Ada yang ingin saya tanyakan!"
"Tentu! Silahkan, Bu!"
"Saat ini, saya sedang mengandung. Apakah bisa mengajukan gugatan cerai?"
"Bu Kienan hamil? Alhamdulillah … saya ikut senang mendengarnya."
"Terimakasih, Pak Firman."
"Apakah pak Akbar sudah tahu?"
"Saya kurang paham, Pak! Kemarin Ibu Mas Akbar ke rumah dan saya sudah cerita. Entah mereka percaya atau tidak."
"Kehamilan ini, Ibu tunggu begitu lama. Sayang, harus hadir di saat seperti ini. Apakah ibu ingin menangguhkan dulu proses perceraiannya?"
Kienan menggeleng tegas.
“Tidak, pak! Kalau bisa, segera diproses!"
"Baik, Bu! Akan segera saya proses! Tidak ada masalah walaupun Ibu sedang hamil. Proses perceraian tetap bisa berjalan!"
"Baik, Pak! Terimakasih atas kerjasamanya!"
"Sama-sama, Bu! Kalau begitu, saya permisi! Selamat pagi!"
"Selamat pagi, Pak Firman!"
*************
Sekitar pukul sembilan, Rachel berpamitan kepada Akbar untuk bertemu temannya.
"Yang, nanti kamu ke tempat karaoke jam berapa?" tanya Rachel kepada suaminya.
"Rencananya habis makan siang! Ada yang harus dicek! Beberapa stok bahan juga yang habis! Kenapa?" tanya Akbar balik.
"Aku mau keluar sebentar sama Rindu. Kita udah janjian kemarin."
"Mau kemana, sih? Perut kamu udah besar gitu, lho!" protes Akbar.
"Gak kemana-mana! Hanya hangout bentar, trus lanjut makan siang! Kamu gak papa kan, makan siang sendiri di rumah?"
"Ya, udah, tapi hati-hati ya! Jangan sampai kecapekan!" Akbar menasehati istrinya.
"Iya, sayang! Ya udah, aku siap-siap dulu!"
"Hm …!" sahut Akbar.
Setelah bersiap sebentar, Rachel segera berangkat.
"Mau dianterin?" tawar Akbar.
"Gak usah. Aku naik taksi saja. Bye, sayang!" Rachel berpamitan kepada suaminya sembari mencium pipinya.
Satu jam kemudian, Rachel sudah sampai di lokasi. Dia segera menuju meja resepsionis.
"Selamat pagi, mbak! Tamu atas nama Gery Zulkarnaen dikamar berapa ya? Kami sudah janjian," tanya Rachel.
"Tunggu sebentar, Bu! Saya cek dulu? Ibu namanya siapa?"
"Rachel Puspitasari."
Petugas resepsionis menghubungi kamar Gery untuk memastikan.
"Silahkan, Bu! Bapak Gery sudah menunggu Ibu di kamar 702,"ujar resepsionis tersebut.
"Terimakasih, mbak!"
"Sama-sama, Bu!"
Rachel segera menuju lift. Suasana hotel pagi ini cukup lengang.
Tok … tok … tok ….
Rachel mengetuk pintu. Tak lama kemudian, pintu terbuka, dan sosok Gery muncul.
"Halo, sayang! Ayo, masuk!" ujar Gerry sembari merangkul Rachel.
"Kamu bawa yang kuminta?" lanjut Gerry.
"Kamu ini … ingat aja kalo urusan uang!" omel Rachel sambil mengeluarkan segepok uang dari tasnya.
"Ha … tentu saja! Aku hidup untuk uang!" jawab Gery sembari mencium uang pemberian Rachel.
"Itu sepuluh juta! Kalau pekerjaanmu beres, akan aku tambahi," ujar Rachel.
"Oke. Pekerjaan apa yang kamu minta?" tanya Gerry serius.
"Aku dapat berita kalau Kienan hamil. Kabar itu belum terbukti benar, tapi aku tidak mau menanggung resiko." Rachel memberi penjelasan.
"Kamu mau aku memberi pelajaran kepada wanita itu?" tanya Gerry memastikan.
"Tepat! Lakukan dengan cepat dan rapi!"
"Tentu, sayang! Aku akan melakukan apapun untukmu!" ujar Gerry.
Rachel tersenyum penuh kemenangan.
"Kamu memang bisa diandalkan, Sayang!" ujar Rachel sembari mengalungkan tangannya di leher Gerry dan duduk di pangkuannya.
"Tentu saja! Kamu bisa mengandalkan aku untuk semua urusan!" jawab Gerry.
"Aku begitu merindukan kamu, Sayang! Apa kamu tidak merindukan aku?" ucap Gerry lagi sembari mempererat pelukannya.
"Tentu saja!" Rachel membalas pelukan Gerry, dan mereka melakukan hubungan terlarang.
Sekitar pukul satu siang, Rachel berpamitan untuk pulang.
"Maaf, Ger! Aku harus pergi!" ujar Rachel.
"Kamu tidak mau menginap denganku malam ini?" tanya Gerry.
"Maaf, aku tidak bisa. Akbar bisa membunuhku kalau ketahuan," jawab Rachel.
"Baiklah! Jaga anak kita baik-baik! Aku tidak mau terjadi sesuatu dengannya," sahut Gerry.
"Tentu saja, sayang," jawab Rachel.
"Sebelum pulang, bagaimana kalau kita makan siang dulu di bawah?" tawar Gerry.
"Tentu. Ayo, aku sudah lapar banget!"
Gerry segera bersiap, dan tak lama kemudian mereka sudah tiba di restoran untuk makan siang.
**************
Satu Minggu berlalu dari saat pengajuan berkas gugatan cerai Kienan. Siang ini, Kienan ingin makan salad buah dan spaghetti di cafe depan.
Segera dia merapikan meja kerjanya dan melangkahkan kakinya. Cafe tersebut letaknya tepat di depan kantor. Jadi, Kienan hanya perlu menyeberang dengan jalan kaki saja.
Saat menyebrang, tiba-tiba ada sebuah mobil yang melaju dengan kencang ke arah Kienan.
"Awas …!"
Tiba-tiba, ada yang menarik Kienan, sehingga terhindar dari kecelakaan. Sayangnya, karena kehilangan keseimbangan, mereka terjatuh di aspal. Kienan merasakan nyeri di perut bagian bawah, sebelum akhirnya tak sadarkan diri.
Tak menunggu lama, pria tersebut segera membopong Kienan dan membawanya menuju mobilnya. Dia segera melesat ke rumah sakit terdekat. Tak dipedulikannya pakaiannya yang bersimbah darah karena membopong Kienan tadi.
Sesampainya di rumah sakit, Kienan segera ditangani. Pria tersebut menunggu dengan gelisah di depan IGD. Satu jam kemudian, Kienan sudah selesai ditangani.
"Bagaimana keadaannya, Dok?" tanya pria tersebut.
"Syukurlah, Bapak segera membawanya ke sini. Benturan tadi menyebabkan terjadinya pendarahan. Terlambat sedikit saja, dia bisa kehilangan bayinya."
"Dia sedang mengandung, Dok?" tanya pria tersebut memastikan.
"Iya. Tolong, dijaga baik-baik! Kondisi kandungannya cukup lemah," pesan sang Dokter.
"Baik, Dok! Terimakasih banyak!" Dia menghembuskan napas lega. Dokter segera meninggalkan tempat tersebut.
"Keluarga Ibu Kienan?" panggil seorang perawat.
"Saya, sus! Ada apa?" tanya pria tersebut.
"Ibu Kienan akan segera dipindahkan ke ruangannya. Tolong, administrasinya segera diurus."
"Baik, Sus!"
Dia segera meninggalkan tempat tersebut menuju bagian administrasi. Setelah semua selesai, dia menuju ke ruangan Kienan.
Tampak, Kienan masih terbaring lemas. Selang infus dan darah transfusi tampak menggantung disana.
Pria tersebut mengusap wajahnya kasar. Perlahan, dia mendekati brankar Kienan dan duduk disebelahnya. Dia memandang wajah yang sedang terlelap.
"Wanita yang kuat," gumamnya.
Kring ….
Terdengar suara ponselnya berbunyi. Dia segera keluar dari kamar dan mengangkat ponselnya.
"Halo!" sahutnya.
"Halo, Pak Nizam! Anda dimana sekarang? Bagaimana keadaan Bu Kienan?" tanya Annisa, orang yang meneleponnya.
"Bu Kienan belum sadar. Tapi, beliau sudah ditangani. Ini sudah di ruang rawat." Pak Nizam memberi penjelasan.
"Syukurlah! Di rumah sakit mana, Pak? Sebentar lagi saya kesana."
"Rumah Sakit Sapta Husada."
"Baik, Pak! Saya akan segera menyusul anda. Selamat siang!" Annisa menutup ponselnya dan segera meluncur ke rumah sakit.
Setelah menutup ponselnya, Pak Nizam masuk kembali ke ruangan. Dilihatnya, Kienan tampak mengerjapkan matanya.
Kienan meringis merasakan nyeri di perut bagian bawah.
"Anda sudah sadar?" tanya Pak Nizam.
Perlahan, Kienan menoleh.
"Pak Nizam? Dimana ini?" tanya Kienan lemah.
"Anda di rumah sakit. Anda masih ingat kejadian terakhir tadi?" tanya Nizam.
Kienan mencoba mengingat-ingat. Sekelebat ingatan tentang kejadian kecelakaan tadi melintas.
Tadi, tiba-tiba dia melihat sebuah mobil melaju kencang. Dia tidak sempat menghindar. Tanpa diduga, ada seseorang yang menarik tangannya sehingga dia terhindar dari kecelakaan tersebut.
"Pak Nizam yang menolong saya tadi?" tanya Kienan.
Nizam menangguk.
"Kebetulan tadi saya di lokasi kejadian," jawabnya.
Kienan terdiam sambil mengelus perutnya.
"Kandunganku …?"
"Kandunganmu baik-baik saja. Hanya pesan Dokter, harus dijaga hati-hati."
"Terimakasih banyak, Pak!"
Kienan menghembuskan napas lega.
Tok … tok … tok ….
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved