Bab 9 SURAT PANGGILAN
by Rara Qumaira
08:53,Aug 10,2023
"Selamat pagi, Pak Nizam! Selamat pagi, Pak Firman!"
"Selamat pagi juga, bu Nissa!" ujar Pak Nizam sembari mengulas senyuman, lalu masuk ke dalam ruangan.
"Selamat pagi, Bu Kienan!" ucap pak Nizam dan pak Firman bersamaan.
"Selamat pagi, Pak Nizam! Selamat pagi, pak Firman. Silahkan duduk! Nis, tolong mintakan kopi sama OB ya!"
"Iya, Bu!"
"Bagaimana, Pak hasil penyidikannya?" tanya Kienan setelah mereka duduk dihadapannya.
"Untuk kasus tabrak lagi, pihak kepolisian mengalami jalan buntu. Mobil tersebut ternyata mobil curian. Jadi, mereka tidak bisa melacaknya. Tapi, mereka masih terus menyelidiki kasus itu," jawab pak Firman.
"Lalu, masalah penggelapan dana kantor?"
"Semua bukti sudah masuk. Tersangka utama kita adalah pak Akbar, pak Rama,dan pak Wisnu. Kemungkinan, itu nanti jumlah tersangkanya akan naik. Data sudah saya serahkan ke pak Firman selaku pengacara kantor. Nanti,pak Firman yang akan menyerahkan ke kepolisian untuk melakukan penyidikan langsung," jawab pak Firman.
"Benar, Bu. Setelah ini, saya akan langsung ke kantor polisi."
"Syukurlah. Semoga semuanya cepat selesai."
"Iya, Bu! Apa ibu akan ikut ke kantor polisi untuk melaporkan masalah ini?" tanya pak Firman.
"Saya rasa tidak perlu. Saya wakilkan Bapak saja."
"Baik, Bu! Oya, Bu! Sekedar mengingatkan, besok sidang kedua kasus perceraian Ibu. Saya harap Ibu akan datang, karena untuk sidang mediasi, kedua belah pihak harus hadir."
"Baik, Pak! Terimakasih sudah mengingatkan!"
Setelah selesai rapat dengan pak Firman dan Pak Nizam, Kienan meneruskan pekerjaannya.
************************************
"Bagaimana pekerjaanmu?" tanya Rachel kepada Gerry. Hari ini Rachel menemui Gerry di apartemennya.
"Aku berhasil mencelakai dia. Dia masuk rumah sakit beberapa hari, cuma …." Gerry menggantung bicaranya.
"Dia mengalami pendarahan, tapi bayinya selamat."
"Si*l!" umpat Rachel.
"Sudahlah, sayang! Jangan terlalu dipikirkan! Daripada mikirin dia, lebih baik kamu fokus bagaimana mengalihkan aset Akbar atas nama kamu. Agar kita bisa segera menikah," rayu Gerry.
"Tentu, sayang! Aku juga sudah gak sabar ingin nikah sama kamu. Cuma, kalau aku belum menguasai aset dia sepenuhnya, aku harus mencegah segala kemungkinan dia balik sama si Kienan," ujar Rachel.
"Kalau soal itu gak usah khawatir. Aku pasti bantu, kok,," ujar Gerry seraya memeluk Rachel.
"Kamu memang selalu bisa diandalkan," sahut Rachel seraya membalas pelukan Gerry.
"Si Akbar jadi cerai dengan Kienan?"
"Jadi. Beberapa hari yang lalu,ada surat panggilan dari pengadilan agama, tapi aku sembunyikan. Biar Akbar gak datang dan prosesnya lebih mudah."
"Bagus. Pinter kamu!"
"Iya, dong! Siapa dulu? Rachel!"
Mereka tertawa bersama.
"Sayang, kasus tabrak lari itu diusut polisi gak?" tanya Rachel.
"Iya, sayang. Tapi kamu gak usah khawatir, kemarin aku pake mobil curian yang aku beli dari preman pasar. Sekarang, mobil itu aku sembunyikan di gudang."
"Aduh … bagaimana kalau ketahuan? Aku gak mau dipenjara," ujar Rachel panik.
"Kamu gak usah khawatir. Itu tidak akan terjadi. Semua akan aku urus. Pokoknya, kamu terima beres saja. Oke?" ujar Gerry menenangkan.
"Baiklah, sayang. Aku percaya sama kamu," jawab Rachel.
"Harus, dong! Daripada kamu mikir yang gak-gak, bagaimana kalo kita bersenang-senang saja? Aku kangen banget sama kamu," rayu Gerry.
Mereka menghabiskan waktu sepanjang hari bersama di apartemen itu.
"Apa Akbar tidak mencarimu?" tanya Gerry setelah mereka kelelahan bermain.
"Tidak akan. Dia seratus persen percaya sama aku."
"Kalau begitu, tinggallah disini lebih lama lagi. Pulanglah nanti sore saja! Aku masih kangen."
"Tentu, sayang!" ujar Rachel sembari menyusupkan kepalanya di pelukan Gerry.
*******************************************
Tok … tok … tok ….
Bi Murni bergegas membuka pintu.
"Selamat sore, Bu! Apakah benar ini kediaman bapak Akbar Hendratno?" tanya tamu tersebut. Mereka adalah dua orang pria berseragam polisi.
"Benar, Pak," jawab Bi Murni sambil memperhatikan tamu tersebut.
"Bisa Kami bertemu beliau?"
"Tentu. Silahkan masuk! Silahkan duduk! Saya panggilkan dulu."
Setelah tamunya duduk, bi Murni segera ke belakang memanggil Akbar.
"Maaf, Pak Akbar! Di depan ada tamu yang mencari Bapak," ujar bi Murni.
"Siapa, Bi?" tanya Akbar. Saat ini, Akbar sedang bersantai sambil menonton televisi.
"Polisi, Pak!"
"Polisi?" tanya Akbar memastikan.
"Iya, Pak!" jawab bi Murni.
Akbar bertanya-tanya dalam hati. Untuk apa polisi datang ke rumahnya. Segera dia melangkahkan kakinya ke depan menemui para polisi tersebut.
"Selamat sore, Pak!" sapa Akbar.
"Selamat sore, Pak Akbar!" jawab para polisi tersebut serentak.
"Ada apa ya, Pak?" tanya Akbar penasaran.
"Kami dari pihak kepolisian mengantarkan surat panggilan kepada bapak Akbar atas kasus penggelapan dana perusahaan PT Sentosa Makmur. Mohon kerjasamanya!" Polisi tersebut menyerahkan surat panggilan itu kepada Akbar.
Akbar segera membuka surat tersebut.
"Kenapa saya harus dipanggil menjadi saksi? Lagi pula, kasus itu tidak ada hubungannya dengan saya. Saya bahkan saya tidak tahu menahu mengenai kasus tersebut."
"Kalau masalah itu, silahkan dijelaskan di kantor saja. Kami hanya melaksanakan tugas. Kalau begitu, kami permisi. Selamat siang!" ujar salah satu polisi tersebut.
"Selamat siang, Pak!" jawab Akbar.
Akbar tampak berpikir. Ini memang baru panggilan sebagai saksi. Setelah itu, dia pasti akan jadi tersangka. Dia tidak mau dipenjara.
Tiba-tiba, terlintas sebuah ide. Bergegas, dia bersiap-siap. Setelah itu, dia mengeluarkan mobilnya dan meluncur ke jalanan. Tak lupa, dia mampir ke toko kue.
"Selamat datang, Pak Akbar! Sudah lama sekali Bapak tidak kesini. Mau membeli kue apa hari ini?" sapa pelayan toko kue itu ramah. Toko kue itu adalah toko langganan Kienan dan Akbar. Mereka sering membeli kue disitu.
"Iya,Mbak. Akhir-akhir sibuk sekali. Saya mau blackforest seperti biasa ya," jawab Akbar.
"Baik, Pak! Akan kami siapkan!"
Setelah menunggu beberapa saat, pesanan Akbar sudah siap.
"Ini, Pak, pesanannya! Totalnya tiga ratus ribu rupiah."
"Terimakasih, mbak!"
"Sama-sama, Pak!"
Segera, Akbar melajukan mobilnya menuju rumah Kienan. Sesampainya di halaman depan, dia segera masuk ke dalam rumah. Dilihatnya, Kienan sedang duduk di ruang tengah.
"Sayang!" panggil Akbar, seraya ingin memeluk Kienan.
Kienan yang kaget, segera menghindar.
"Apa yang kamu lakukan disini?" tamy Kienan.
"Ini untukmu!" ujar Akbar seraya meletakkan kuenya di atas meja. Dilihatnya, di atas meja ada susu ibu hamil.
"Sayang … kamu beneran hamil?" tanya Akbar tak percaya.
"Aku hamil atau tidak, itu bukan urusanmu. Kita sudah bercerai. Ingat, kamu telah menjatuhkan talak padaku."
"Sayang … maafkan aku. Aku khilaf. Ayo, kita perbaiki semuanya."
Kienan tersenyum kecut.
"Caranya? Bukankah kamu bilang, kamu tidak akan pernah meninggalkan Rachel dan anaknya?"
"Sayang … maafkan aku! Ayo kita rujuk! Demi anak kita! Untuk masalah Rachel, aku akan meninggalkan dia kalau itu maumu."
"Lalu anak kalian?"
"Anak itu biar dirawat Rachel. Aku tidak akan lepas tanggungjawab. Aku akan tetap menafkahinya."
"Pergilah! Aku tidak berminat!"
"Sayang … ayolah! Demi anak kita! Apa kamu tega anak kita besar tanpa kasih sayang seorang ayah!"
"Dan kamu akan membiarkan anak Rachel tubuh tanpa kasih sayang seorang ayah?"
Akbar terdiam. Dia bingung harus menjawab apa.
"Anak ini adalah anakku. Hanya anakku. Pergilah! Kita bertemu besok di pengadilan!"
"Pengadilan? Apa maksudmu?" tanya Akbar heran.
"Bukankah kamu sudah menerima surat panggilan itu? Kamu tidak datang pada sidang pertama kita, jadi besok sidang kedua datanglah. Agar semuanya cepat selesai!"
"Aku tidak pernah mendapat surat panggilan itu!" ujar Akbar gusar.
Kienan mengedikkan bahu.
"Coba kamu tanyakan pada istri barumu itu!" Kienan bangkit dan meninggalkan Akbar sendirian.
Bagaimana dia bisa tidak tahu kalau sudah mendapat surat panggilan dari pengadilan? Akbar mengacak rambutnya frustasi.
Bergegas dia bangkit dan kembali ke mobilnya. Sepanjang jalan,dia mencoba berpikir. Apa yang harus dia lakukan? Dia harus bisa mendapatkan hati Kienan lagi. Dia tidak mau dipenjara.
Kring …
Ponsel Akbar berbunyi. Segera, dia mengangkatnya.
"Halo … sayang kamu dimana?" tanya Rachel panik.
"Selamat pagi juga, bu Nissa!" ujar Pak Nizam sembari mengulas senyuman, lalu masuk ke dalam ruangan.
"Selamat pagi, Bu Kienan!" ucap pak Nizam dan pak Firman bersamaan.
"Selamat pagi, Pak Nizam! Selamat pagi, pak Firman. Silahkan duduk! Nis, tolong mintakan kopi sama OB ya!"
"Iya, Bu!"
"Bagaimana, Pak hasil penyidikannya?" tanya Kienan setelah mereka duduk dihadapannya.
"Untuk kasus tabrak lagi, pihak kepolisian mengalami jalan buntu. Mobil tersebut ternyata mobil curian. Jadi, mereka tidak bisa melacaknya. Tapi, mereka masih terus menyelidiki kasus itu," jawab pak Firman.
"Lalu, masalah penggelapan dana kantor?"
"Semua bukti sudah masuk. Tersangka utama kita adalah pak Akbar, pak Rama,dan pak Wisnu. Kemungkinan, itu nanti jumlah tersangkanya akan naik. Data sudah saya serahkan ke pak Firman selaku pengacara kantor. Nanti,pak Firman yang akan menyerahkan ke kepolisian untuk melakukan penyidikan langsung," jawab pak Firman.
"Benar, Bu. Setelah ini, saya akan langsung ke kantor polisi."
"Syukurlah. Semoga semuanya cepat selesai."
"Iya, Bu! Apa ibu akan ikut ke kantor polisi untuk melaporkan masalah ini?" tanya pak Firman.
"Saya rasa tidak perlu. Saya wakilkan Bapak saja."
"Baik, Bu! Oya, Bu! Sekedar mengingatkan, besok sidang kedua kasus perceraian Ibu. Saya harap Ibu akan datang, karena untuk sidang mediasi, kedua belah pihak harus hadir."
"Baik, Pak! Terimakasih sudah mengingatkan!"
Setelah selesai rapat dengan pak Firman dan Pak Nizam, Kienan meneruskan pekerjaannya.
************************************
"Bagaimana pekerjaanmu?" tanya Rachel kepada Gerry. Hari ini Rachel menemui Gerry di apartemennya.
"Aku berhasil mencelakai dia. Dia masuk rumah sakit beberapa hari, cuma …." Gerry menggantung bicaranya.
"Dia mengalami pendarahan, tapi bayinya selamat."
"Si*l!" umpat Rachel.
"Sudahlah, sayang! Jangan terlalu dipikirkan! Daripada mikirin dia, lebih baik kamu fokus bagaimana mengalihkan aset Akbar atas nama kamu. Agar kita bisa segera menikah," rayu Gerry.
"Tentu, sayang! Aku juga sudah gak sabar ingin nikah sama kamu. Cuma, kalau aku belum menguasai aset dia sepenuhnya, aku harus mencegah segala kemungkinan dia balik sama si Kienan," ujar Rachel.
"Kalau soal itu gak usah khawatir. Aku pasti bantu, kok,," ujar Gerry seraya memeluk Rachel.
"Kamu memang selalu bisa diandalkan," sahut Rachel seraya membalas pelukan Gerry.
"Si Akbar jadi cerai dengan Kienan?"
"Jadi. Beberapa hari yang lalu,ada surat panggilan dari pengadilan agama, tapi aku sembunyikan. Biar Akbar gak datang dan prosesnya lebih mudah."
"Bagus. Pinter kamu!"
"Iya, dong! Siapa dulu? Rachel!"
Mereka tertawa bersama.
"Sayang, kasus tabrak lari itu diusut polisi gak?" tanya Rachel.
"Iya, sayang. Tapi kamu gak usah khawatir, kemarin aku pake mobil curian yang aku beli dari preman pasar. Sekarang, mobil itu aku sembunyikan di gudang."
"Aduh … bagaimana kalau ketahuan? Aku gak mau dipenjara," ujar Rachel panik.
"Kamu gak usah khawatir. Itu tidak akan terjadi. Semua akan aku urus. Pokoknya, kamu terima beres saja. Oke?" ujar Gerry menenangkan.
"Baiklah, sayang. Aku percaya sama kamu," jawab Rachel.
"Harus, dong! Daripada kamu mikir yang gak-gak, bagaimana kalo kita bersenang-senang saja? Aku kangen banget sama kamu," rayu Gerry.
Mereka menghabiskan waktu sepanjang hari bersama di apartemen itu.
"Apa Akbar tidak mencarimu?" tanya Gerry setelah mereka kelelahan bermain.
"Tidak akan. Dia seratus persen percaya sama aku."
"Kalau begitu, tinggallah disini lebih lama lagi. Pulanglah nanti sore saja! Aku masih kangen."
"Tentu, sayang!" ujar Rachel sembari menyusupkan kepalanya di pelukan Gerry.
*******************************************
Tok … tok … tok ….
Bi Murni bergegas membuka pintu.
"Selamat sore, Bu! Apakah benar ini kediaman bapak Akbar Hendratno?" tanya tamu tersebut. Mereka adalah dua orang pria berseragam polisi.
"Benar, Pak," jawab Bi Murni sambil memperhatikan tamu tersebut.
"Bisa Kami bertemu beliau?"
"Tentu. Silahkan masuk! Silahkan duduk! Saya panggilkan dulu."
Setelah tamunya duduk, bi Murni segera ke belakang memanggil Akbar.
"Maaf, Pak Akbar! Di depan ada tamu yang mencari Bapak," ujar bi Murni.
"Siapa, Bi?" tanya Akbar. Saat ini, Akbar sedang bersantai sambil menonton televisi.
"Polisi, Pak!"
"Polisi?" tanya Akbar memastikan.
"Iya, Pak!" jawab bi Murni.
Akbar bertanya-tanya dalam hati. Untuk apa polisi datang ke rumahnya. Segera dia melangkahkan kakinya ke depan menemui para polisi tersebut.
"Selamat sore, Pak!" sapa Akbar.
"Selamat sore, Pak Akbar!" jawab para polisi tersebut serentak.
"Ada apa ya, Pak?" tanya Akbar penasaran.
"Kami dari pihak kepolisian mengantarkan surat panggilan kepada bapak Akbar atas kasus penggelapan dana perusahaan PT Sentosa Makmur. Mohon kerjasamanya!" Polisi tersebut menyerahkan surat panggilan itu kepada Akbar.
Akbar segera membuka surat tersebut.
"Kenapa saya harus dipanggil menjadi saksi? Lagi pula, kasus itu tidak ada hubungannya dengan saya. Saya bahkan saya tidak tahu menahu mengenai kasus tersebut."
"Kalau masalah itu, silahkan dijelaskan di kantor saja. Kami hanya melaksanakan tugas. Kalau begitu, kami permisi. Selamat siang!" ujar salah satu polisi tersebut.
"Selamat siang, Pak!" jawab Akbar.
Akbar tampak berpikir. Ini memang baru panggilan sebagai saksi. Setelah itu, dia pasti akan jadi tersangka. Dia tidak mau dipenjara.
Tiba-tiba, terlintas sebuah ide. Bergegas, dia bersiap-siap. Setelah itu, dia mengeluarkan mobilnya dan meluncur ke jalanan. Tak lupa, dia mampir ke toko kue.
"Selamat datang, Pak Akbar! Sudah lama sekali Bapak tidak kesini. Mau membeli kue apa hari ini?" sapa pelayan toko kue itu ramah. Toko kue itu adalah toko langganan Kienan dan Akbar. Mereka sering membeli kue disitu.
"Iya,Mbak. Akhir-akhir sibuk sekali. Saya mau blackforest seperti biasa ya," jawab Akbar.
"Baik, Pak! Akan kami siapkan!"
Setelah menunggu beberapa saat, pesanan Akbar sudah siap.
"Ini, Pak, pesanannya! Totalnya tiga ratus ribu rupiah."
"Terimakasih, mbak!"
"Sama-sama, Pak!"
Segera, Akbar melajukan mobilnya menuju rumah Kienan. Sesampainya di halaman depan, dia segera masuk ke dalam rumah. Dilihatnya, Kienan sedang duduk di ruang tengah.
"Sayang!" panggil Akbar, seraya ingin memeluk Kienan.
Kienan yang kaget, segera menghindar.
"Apa yang kamu lakukan disini?" tamy Kienan.
"Ini untukmu!" ujar Akbar seraya meletakkan kuenya di atas meja. Dilihatnya, di atas meja ada susu ibu hamil.
"Sayang … kamu beneran hamil?" tanya Akbar tak percaya.
"Aku hamil atau tidak, itu bukan urusanmu. Kita sudah bercerai. Ingat, kamu telah menjatuhkan talak padaku."
"Sayang … maafkan aku. Aku khilaf. Ayo, kita perbaiki semuanya."
Kienan tersenyum kecut.
"Caranya? Bukankah kamu bilang, kamu tidak akan pernah meninggalkan Rachel dan anaknya?"
"Sayang … maafkan aku! Ayo kita rujuk! Demi anak kita! Untuk masalah Rachel, aku akan meninggalkan dia kalau itu maumu."
"Lalu anak kalian?"
"Anak itu biar dirawat Rachel. Aku tidak akan lepas tanggungjawab. Aku akan tetap menafkahinya."
"Pergilah! Aku tidak berminat!"
"Sayang … ayolah! Demi anak kita! Apa kamu tega anak kita besar tanpa kasih sayang seorang ayah!"
"Dan kamu akan membiarkan anak Rachel tubuh tanpa kasih sayang seorang ayah?"
Akbar terdiam. Dia bingung harus menjawab apa.
"Anak ini adalah anakku. Hanya anakku. Pergilah! Kita bertemu besok di pengadilan!"
"Pengadilan? Apa maksudmu?" tanya Akbar heran.
"Bukankah kamu sudah menerima surat panggilan itu? Kamu tidak datang pada sidang pertama kita, jadi besok sidang kedua datanglah. Agar semuanya cepat selesai!"
"Aku tidak pernah mendapat surat panggilan itu!" ujar Akbar gusar.
Kienan mengedikkan bahu.
"Coba kamu tanyakan pada istri barumu itu!" Kienan bangkit dan meninggalkan Akbar sendirian.
Bagaimana dia bisa tidak tahu kalau sudah mendapat surat panggilan dari pengadilan? Akbar mengacak rambutnya frustasi.
Bergegas dia bangkit dan kembali ke mobilnya. Sepanjang jalan,dia mencoba berpikir. Apa yang harus dia lakukan? Dia harus bisa mendapatkan hati Kienan lagi. Dia tidak mau dipenjara.
Kring …
Ponsel Akbar berbunyi. Segera, dia mengangkatnya.
"Halo … sayang kamu dimana?" tanya Rachel panik.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved