Bab 9 Si Cantik Yang Jahat 1

by Kichi Ang 20:16,Aug 07,2023
#
Ayunda baru saja akan menaiki tangga ketika dia melihat semua pakaian dan barag-barang pribadinya kini berserakkan di bawah tangga ruang tamu, tepat sebelum menuju ke kamarnya.
“Arrgghhhhhh….. siapa?! Siapa yang berani melakukan semua ini?!” teriaknya sambil memungguti pakaiannya satu per satu. Dia sudah kesal dengan pembacaan warisan tadi siang, belum lagi suasana hatinya yang buruk karena pekerjaan dan sekarang ketika dirinya pulang untuk beristirahat, tiba-tiba dia harus mendapati kejadian seperti ini.
Teriakkan Ayunda sontak membuat semua penghuni rumah itu dan bahkan para pelayan berkumpul. Semuanya tampak kaget melihat hal itu.
“Yunda, ini barangmu kan? Kenapa ada di luar?” tanya Galand dengan wajah terkejut. Dia juga baru pulang dari kantor dan baru saja akan masuk ke kamarnya ketika dia mendengar teriakkan adiknya.
“Justru itulah yang ingin kutanyakan kak! Kenapa semua pakaian dan barang-barangku ada di luar? Siapa yang melakukan semua ini? Parfum mahal yang bahkan baru kubeli di Paris beberapa minggu lalu bahkan pecah seperti ini!” Ayunda marah. Dia ingin mengamuk tapi dirinya sama sekali tidak tahu siapa yang sudah berani melakukan semua ini kepadanya. Tidak mungkin ada pelayan di rumah itu yang berani mengusiknya.
Lalu siapa?
“Ayunda? Kenapa semua barang-barangmu berhamburan seperti ini?” tanya Nyonya Gea yang baru keluar dari dalam kamar. Dia kaget melihat barang-barang putrinya yang berhamburan seperti itu.
Gina yang sejak tadi hanya terdiam melihat barang-barang Ayunda sama sekali tidak berkata apa-apa, dia memilih untuk membantu para pelayan memungguti semua barang-barang Ayunda dan mencoba mengumpulkannya ke satu tempat agar tidak berserakkan. Di dalam hatinya, dia sudah bisa menduga perbuatan siapa ini. Kamar Ayunda, tidak seberapa jauh dari kamarnya dan dia sempat melihat saat Maira berdiri di depan kamar Ayunda, hanya saja dia tidak menyangka kalau Maira akan melakukan sejauh ini.
“Gina! Kau tahu siapa penyebab semua kekacauan ini?!” bentak Ayunda. Dia sedang benar-benar kesal sekarang dan sikap Gina yang sejak tadi hanya diam membuatnya merasa kalau Gina tahu siapa yang sudah membuat barang-barangnya berserakkan seperti ini.
Gina menghindari tatapan mata kakak perempuannya itu sambil menggigit bibirnya sendiri. Dia tahu kalau satu kata dari mulutnya bisa saja memicu pertengkaran yang jauh lebih besar lagi.
Tapi sebelum Ayunda mendesak Gina lebih jauh, kehadiran Maira yang saat itu hanya mengenakan baju senam pertanda dia baru selesai berolahraga kini membuat semua perhatian kini tertuju kepadanya.
“Kukira ada kehebohan apa, daripada kau sibuk marah-marah tidak karuan, lebih baik mulailah menata kamarmu yang baru,” ucap Maira dengan santai. Rambutnya yang dikuncir ke atas membuat saat ini membuat wajahnya terlihat lebih jelas dan mengekspos kulitnya yang seputih pualam.
Ayunda antara ingin mencincang Maira sekaligus kagum pada betapa pintarnya Maira merawat dirinya sendiri. Dia bisa menebak kalau Maira pastilah orang yang sudah berani mengacak-acak barang-barangnya. Tidak ada orang lain yang bisa dicurigai selain wanita jahat itu.
“Kau! Pasti kaulah yang sudah melakukan semua ini?!” teriak Ayunda.
Maira menatap Ayunda dengan pandangan meremehkan.
“Aku hanya mengeluarkan barang-barang yang tidak kuperlukan dari dalam kamar yang akan kugunakan. Sebagai salah seorang pemilik, aku berhak menempati kamar manapun yang ku inginkan,” ucap Maira.
“Kamar yang akan kau gunakan?” Wajah Ayunda semakin mengeras menahan amarah. Dia bergegas menaiki tangga melewati Maira yang masih berdiri disana menuju ke kamarnya.
Nyonya Gea dan Galand mengikuti Ayunda dari belakang, namun saat melewati Maira, Galand melemparkan tatapan membunuh ke-arah saudara tirinya itu.
Maira membalas tatapan Galand dengan tatapan datar, seakan dia memang sengaja menantang pria itu.
Ayunda berusaha membuka pintu kamarnya akan tetapi dia tidak bisa melakukannya. Dia bahkan tidak bisa menggunakan kunci kamarnya.
Galand menahan tangan Ayunda yang masih berusaha membuka pintu kamarnya sendiri.
“Hentikan Yunda, kunci kamarmu sudah diganti,” ucap Galand.
Saat itu terdengar suara Maira di belakang mereka.
“Tentu saja kuganti, memangnya aku akan mengijinkan sembarang orang masuk ke dalam kamarku? Kalau pembantu sih tidak masalah… tapi aku tidak suka dengan orang asing, terutama orang yang tidak ada hubungannya denganku,” ucap Maira.
Ayunda berbalik menatap Maira dengan mata berkaca-kaca.
“Ini kamarku! Kau bisa menempati semua kamar yang ada di rumah ini tapi ini kamarku! Sejak pertama kali aku datang ke rumah ini aku sudah menempati kamar ini,” ucap Ayunda.
Maira membalas tatapan Ayunda.
“Rumah ini tidak kekurangan kamar, kau bisa menempati kamar yang mana saja. Aku hanya menginginkan kamar ini karena ini kamarku sejak dulu. Aku menempati kamar ini sejak aku lahir,” balas Maira.
Nyonya Gea menatap Maira kini.
“Kau bisa meminta dengan baik-baik, tidak perlu dengan cara seperti ini,” ucap Nyonya Gea. Tatapan matanya menunjukkan kalau dia merasakan sedikit rasa bersalah pada apa yang di ucapkan oleh Maira.
“Kenapa aku harus meminta sesuatu yang sudah jelas adalah milikku? Lagipula, kalau aku meminta, memangnya Ayunda akan dengan sukarela memberikannya kepadaku? Tante… aku belajar dari masa lalu. Dulu aku juga pernah meminta supaya Tante meninggalkan Papaku, tapi Tante tidak pernah mau melakukannya bukan?” tanya Maira dingin.
“Apa yang kau tahu Maira? Bukan Tante yang tidak ingin meninggalkan Papamu saat itu tapi Papamu yang menahan Tante! Jangan menggunakan masa lalu untuk tindakanmu yang kekanak-kanakkan ini,” ucap Tante Gea.
Seulas senyuman dingin terukir di bibir Maira.
“Kekanak-kanakkan? Bukan aku disini yang menangis dan berteriak seperti anak kecil hanya karena kehilangan kamarnya. Menyerahlah Ayunda, aku tidak akan pernah mengembalikan kamarmu. Lagipula ini baru permulaannya, aku akan mengambil semuanya dari kalian dan mendepak kalian semua dari keluarga Narendra tanpa apapun,” ucap Maira.
“Dasar jalang!” geram Ayunda. Dia yang sudah tidak tahan lagi dengan sikap dan perbuatan Maira tiba-tiba maju dan hendak menampar Maira.
Tapi di luar dugaan, Maira dengan sigap menahan tangan Ayunda dan menamparnya lebih dulu.
Plak!
Bunyi tamparan itu terdengar sangat keras hingga membuat Ayunda kini terlihat shock. Bahkan Gina juga tampak shock melihat kejadian itu.
Maira menatap Ayunda dengan tatapan merendahkan dan sebelum Ayunda pulih dari shocknya, dia sudah mengangkat tangannya hendak menampar Ayunda lagi.
Beruntung Galand maju dan menahan tangan Maira sebelum mendarat di pipi Ayunda yang sudah memerah.
“Sialan! Sudah cukup Maira! Kau….”
Plak!
Galand tidak sempat menyelesaikan kalimatnya saat tiba-tiba rasa perih menjalar di pipinya. Dia tidak menyangka kalau Maira akan menamparnya dengan sebelah tangannya yang masih bebas.
Semua orang kembali terpana dengan kejadian itu. Bahkan Nyonya Gea dan Gina melongo melihat hal itu. Gina sendiri merasakan waktu seakan berhenti tiba-tiba saat itu. Tidak ada seorangpun dari mereka yang pernah melihat Galand ditampar oleh seorang wanita seperti itu.
Rahang Galand mengeras. Dia menatap Maira dengan sorot marah tapi sebaliknya Maira malah tersenyum sinis.
“Salahmu, tidak seharusnya kau menghalangiku. Sakit?” tanya Maira dengan nada mengejek yang kentara.
“Apa kau pikir aku tidak bisa membalasmu? Kau tahu? Aku bahkan bisa mematahkan rahangmu hanya dengan satu kali tamparan dan itu cukup setimpal dengan semua penghinaan yang kau berikan pada Mama serta adikku,” ucap Galand dengan suara serak menahan amarah.
Maira sama sekali tidak terlihat gentar meskipun ukuran tubuh Galand jelas-jelas jauh lebih besar dibandingkan dengan dirinya yang ramping. Selain itu, meskipun Maira tinggi semampai, tetap tidak bisa menyamai tinggi Galand sehingga dia harus mendongak saat berbicara dengan Galand dalam jarak sedekat ini.
“Tidak heran, kau ternyata tidak setangguh yang terlihat. Kau tahu kan? Bocah liar… hanya banci yang memukul perempuan. Kurasa Tante Gea gagal mengajarimu hal sederhana untuk membuatmu menjadi pria sejati yang sesungguhnya,” balas Maira.
Galand mengepalkan sebelah tangannya sementara tangannya yang lain masih mencengkram erat pergelangan tangan Maira.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

64