Bab 4 Tangan Gelap Lima Racun
by Kickson
10:01,Apr 18,2022
Ia bertanya pada sang sopir, "Berapa lama lagi sampai ke rumah sakit kota?"
"Belasan menit lagi, sudah hampir sampai." kata sopir itu.
Maxon terdiam sejenak, menelepon sebuah nomor. Nomor ini ini adalah nomor seseorang bernama "Vincent Li", orang ini adalah orang yang dulu pernah pergi ke penjara untuk melakukan pengobatan untuknya. Setelah penyakitnya sembuh, ia sangat berterima kasih pada Maxon, ia memberitahunya bahwa dia bekerja di departemen intelijen, memiliki wewenang yang sangat besar, jika kelak Maxon ingin mencari seseorang atau petunjuk, ia boleh mencarinya.
Hanya dalam beberapa detik saja telepon langsung tersambung, ia segera menyeritakan keadaannya, dan memberikan informasi penting mengenai Nelly.
Setelah menutup telepon, Clarice bertanya dengan perhatian, "Kakak, ada apa?"
Maxon menggelengkan kepalanya, wajahnya tampak galau, "Masih belum tahu, tapi kuharap tidak seperti apa yang kubayangkan."
Tak sampai sepuluh menit, Maxon menerima sebuah informasi lokasi, itu adalah lokasi di mana Nelly berada sekarang, berada di tengah-tengah sebuah jalan yang jaraknya sekitar dua ratus meter dari barat rumah sakit.
Ia segera memberi tahu sang sopir lokasi itu, dan menelepon nomor Nelly lagi, tapi, tetap tidak diangkat.
Lima menit kemudian, mobil pun berhenti di pintu masuk sebuah gang tua yang sempit, sang sopir berkata, "Tidak bisa masuk."
Maxon memberi sang sopir seratus RMB dam segera turun dari mobil, ia berlari sambil melihat handphone-nya. Clarice mengejarnya dari belakang, nafasnya sampai terpenggal-penggal.
Setelah berlari seratus meter lebih, tiba-tiba Maxon berhenti, menurut navigatornya, Nelly ada di dekatnya. Di sebelah kirinya, ada sebuah gedung yang sangat tua, kedua pintunya terbuat dari kayu yang catnya sudah memudar.
'Tok tok tok tok!'
Maxon segera mengetuk pintu itu dengan keras, dan berteriak, "Buka pintunya!"
Setelah berteriak dua kali dan tidak ada yang menjawab, Maxon pun langsung mendobrak pintu itu, engsel pintu yang cukup kuat itu pun langsung patah karena tendangan Maxon, kedua helai pintu itu langsung terpental jauh beberapa meter ke belakang, dan terjatuh ke atas lantai dengan keras.
Begitu pintu terbuka, ia langsung melihat tiga buah rumah ubin yang tua, halamannya sangat berantakan, banyak sekali rumput liar, penuh dengan barang-barang tua.
Mendengar suara dobrakan yang sekeras itu, orang yang ada di dalam pun terkejut, seorang pria muda berkepala botak pun lari keluar, usianya sekitar tiga puluh empat atau lima tahunan, kulitnya hitam, badannya gemuk, lengannya bertato kepala naga yang sedang marah.
"Siapa?" Ia memegang sebuah pisau dapur di tangannya, tatapan matanya sangat keji, ia langsung berjalan ke arah Maxon.
Maxon tidak memedulikannya, ia membuka Eye of Dimension, menatap ke dalam rumah-rumah itu. Ia melihat di rumah yang di sebelah kiri, ada seorang gadis yagn sedang berbaring di sana, baju luarnya telah terbuka setengah, siapa lagi kalau bukan Nelly? Di sebelahnya, ada seorang pria berusia dua puluh tahunan, yang sedang melihat ke arah jendela.
"Kalian, harus mati!"
Maxon sangat marah, ia ingin membunuh mereka. Selama satu tahun lebih ini, ia selalu menyelamatkan orang, namun hari ini, ia malah ingin membunuh orang!
Tapi setelah masuk ke dalam penjara, ia tahu bahwa ia tidak dapat langsung membunuh orang begitu saja, oleh karena itu ia bergerak secepat kilat. Lalu dada pria yang membawa pisau itu pun mati rasa, seketika tubuhnya tak bertenaga, lalu pisau dapur itu pun 'klontang', terjatuh ke bawah.
Maxon segera masuk ke dalam rumah itu, kecepatannya secepat kilat! Pria muda itu masih belum menyadarinya, pinggangnya ditusuk oleh Maxon dengan jarinya sebanyak dua kali, lalu tbuhnya pun terasa sakit dan lemas, tidak dapat digerakkan.
Di atas ranjang di sebelah sana, ada Nelly yang kehilangan kesadarannya, sepertinya dia telah diberi obat tidur. Melihat pakaiannya, sepertinya ia tidak sampai dilecehkan, oleh karena itu Maxon pun menghela nafas lega.
Lalu, ia menusuk kening Nelly dengan jarinya dengan pelan, seutas reiki pun memasuki tubuhnya. Dua detik kemudian, Nelly membuka matanya, begitu melihat Maxon, ia pun segera berkata dengan terkejut, "Kakak!"
Lalu, ia segera memeluk Maxon, dan menangis. Ia langsung teringat apa yang terjadi sebelumnya, seketika wajahnya pun berubah pucat.
Maxon menepuk-nepuk punggungnya dan berkata, "Tidak perlu takut, tidak apa-apa, ada Kakak di sini."
Entah kapan Clarice masuk ke dalam, ia berkata dengan pelan, "Dia tidak apa-apa kan?"
Maxon menggelengkan kepalanya, "Tidak apa-apa, ayo pergi."
Tanpa melihat kedua pria itu, Maxon langsung membawa Clarice dan Nelly pergi dari gang itu, lalu memanggil sebuah taksi untuk pergi ke rumah sakit.
Melihat Maxon tidak berbuat apa-apa pada mereka berdua, kedua orang itu pun menghela nafas lega, sang pria berkulit hitam berkata dingin, "Untung anak itu pergi dengan cepat, kalau tidak aku pasti akan menghabisinya!"
Pria yang muda pun berkata sambil tertawa, "Kak Hugo, hari ini benar-benar nyaris sekali, untung saja anak itu tidak lapor polisi."
Hugo pun berkata dingin, "Gadis itu putih dan cantik, sayang sekali."
Setelah itu, tiba-tiba ia pun merasa selangkangannya panas, begitu menundukkan kepalanya, tanpa sadar ternyata ia mengeluarkan air kencing, apa yang terjadi?
Pemuda itu juga sama, celananya menjadi kuning, kedua orang itu tampak sangat terkejut, kenapa tiba-tiba bisa kencing? Apa karena terkejut?
Mana mungkin mereka tahu, karena kemarahan Maxon tadi, ia mengeluarkan jurus "Tangan Gelap", maksudnya adalah, ia telah merusak ginjal, limpa, hati, pari-paru, dan jantung mereka.
Dalam satu bulan ke depan, mereka akan mengalami gagal ginjal, limpa pecah, paru-paru basah, jantung melemah, sirosis secara berangsur-angsur, jika mereka berobat ke dokter tepat waktu, setelah mereka merasakan penderitaan yang luar biasa selama setengah bulan, barulah mereka akan meninggal.
Sisa akhir hidup mereka yang memprihatinkan, akan dimulai dengan penderitaan, dan diakhiri dengan penderitaan.
Dalam percajalan ke rumah sakit kota, perasaan Nelly sudah semakin membaik, ia menceritakan semua kejadiannya. Ternyata, saat ia keluar dari rumah sakit hendak pergi ke toko makanan yang tak jauh dari sana untuk membeli makanan untuk ibu mereka. Saat ia sampai di tengah-tengah gang itu, ia dibungkam secara tiba-tiba dari belakang, setelah itu ia pun kehilangan kesadarannya.
Kalau bukan karena Maxon datang tepat waktu, entah apa yang akan terjadi, setiap memikirkan hal itu, Maxon pun memiliki keinginan untuk membunuh.
"Nelly, bagaimana dengan Mama? Penyakit apa yang dideritanya, apa sudah terdeteksi?" Maxon sengaja ingin mengalihkan perhatian Nelly.
Nelly mengerutkan alisnya, "Kata dokter, mungkin kanker lambung, beberapa hari lagi baru dapat melakukan gastroskopi, mengambil sedikit tissue untuk diperiksa."
Mendengar kanker lambung, meskipun Maxon terkejut, tapi ia tidak sampai kaget, ilmu kedokterannya, cukup untuk menyembuhkan kanker lambung!
Ia menenangkan Nelly, "Kan masih belum didiagnosa, jangan terlalu khawatir."
Clarice tiba-tiba membuka mulutnya, "Kak, aku kenal seorang Tabib Ajaib, apa perlu aku mengundangnya untuk memeriksa Bibi?"
Mendengar Clarice berkata ingin mengundang Tabib Ajaib, Maxon tidak menghiraukannya, hanya menganggukkan kepalanya saja, jika ia membutuhkannya barulah ia akan mengatakannya.
Mobil masih belum sampai ke rumah sakit, Ibu Maxon, Lenny menelepn mereka, nada bicaranya sangat panik, "Maxon, Kepala Desa datang dengan membawa orang untuk membongkar rumah kita, aku sedang dalam perjalanan pulang ke rumah, sampai mati pun kita harus menghentikan mereka."
Maxon mengerutkan keningnya, "Membongkar rumah kita? Kenapa?"
Lenny menjawab, "Sebelumnya ia mengatakan bahwa semua bangunan lama akan dibongkar untuk bangunan baru, tapi dokumen rumah kita tidak lengkap, pembangunannya juga tidak memenuhi syarat, harus dibongkar dan dibangun ulang, tapi harus membayarkan uang lima ratus ribu RMB ke desa, putra Kepala Desa lah yang akan membangun semuanya bersama. Sejak kapan keluarga kita punya uang sebanyak itu, lagipula membangun rumah juga tidak memerlukan uang lima ratus ribu RMB, mereka benar-benar jahat."
Rumah Maxon dulu berada di pinggiran kota, namun setelah wilayah kota diperbesar, rumahnya pun berubah menjadi desa di tengah kota. Begitu mednengar putra Kepala Desa ingin membongkar rumah mereka, tatapan mata Maxon pun langsung berubah dingin.
Dulu saat ayahnya ditabrak mati, Kepala Desa juga membantu keluarga Troy Song untuk menekan keluarga mereka. Dan orang ini sangatlah tamak dan cinta harta, ia adalah tujuh bersaudara, menguasai seluruh wilayah desa, tidak ada hukum dan langit, semua orang takut pada mereka.
"Ma, tidak perlu takut, aku akan segera sampai." kata Maxon, lalu ia pun mematikan teleponnya, dan menyuruh sang sopir untuk menyetir lebih cepat.
Taksi itu pun memasuki Desa Dongshi, dan berhenti di depan rumah Maxon.
Saat itu, segerombolan pemuda dengan wajah garang sedang memotong sebuah pohon pagoda tua di depan rumah Maxon dengan kapak. Pohon pagoda itu sudah berusia seratus tahun lebih, waktu kecil Maxon sering sekali berteduh dan bermain di sana, perasaannya terhadap pohon itu sangatlah istimewa.
Di depan pintu, Ibu Maxon, Lenny Zhang, sedang meneteskan air matanya dengan putus asa.
"Belasan menit lagi, sudah hampir sampai." kata sopir itu.
Maxon terdiam sejenak, menelepon sebuah nomor. Nomor ini ini adalah nomor seseorang bernama "Vincent Li", orang ini adalah orang yang dulu pernah pergi ke penjara untuk melakukan pengobatan untuknya. Setelah penyakitnya sembuh, ia sangat berterima kasih pada Maxon, ia memberitahunya bahwa dia bekerja di departemen intelijen, memiliki wewenang yang sangat besar, jika kelak Maxon ingin mencari seseorang atau petunjuk, ia boleh mencarinya.
Hanya dalam beberapa detik saja telepon langsung tersambung, ia segera menyeritakan keadaannya, dan memberikan informasi penting mengenai Nelly.
Setelah menutup telepon, Clarice bertanya dengan perhatian, "Kakak, ada apa?"
Maxon menggelengkan kepalanya, wajahnya tampak galau, "Masih belum tahu, tapi kuharap tidak seperti apa yang kubayangkan."
Tak sampai sepuluh menit, Maxon menerima sebuah informasi lokasi, itu adalah lokasi di mana Nelly berada sekarang, berada di tengah-tengah sebuah jalan yang jaraknya sekitar dua ratus meter dari barat rumah sakit.
Ia segera memberi tahu sang sopir lokasi itu, dan menelepon nomor Nelly lagi, tapi, tetap tidak diangkat.
Lima menit kemudian, mobil pun berhenti di pintu masuk sebuah gang tua yang sempit, sang sopir berkata, "Tidak bisa masuk."
Maxon memberi sang sopir seratus RMB dam segera turun dari mobil, ia berlari sambil melihat handphone-nya. Clarice mengejarnya dari belakang, nafasnya sampai terpenggal-penggal.
Setelah berlari seratus meter lebih, tiba-tiba Maxon berhenti, menurut navigatornya, Nelly ada di dekatnya. Di sebelah kirinya, ada sebuah gedung yang sangat tua, kedua pintunya terbuat dari kayu yang catnya sudah memudar.
'Tok tok tok tok!'
Maxon segera mengetuk pintu itu dengan keras, dan berteriak, "Buka pintunya!"
Setelah berteriak dua kali dan tidak ada yang menjawab, Maxon pun langsung mendobrak pintu itu, engsel pintu yang cukup kuat itu pun langsung patah karena tendangan Maxon, kedua helai pintu itu langsung terpental jauh beberapa meter ke belakang, dan terjatuh ke atas lantai dengan keras.
Begitu pintu terbuka, ia langsung melihat tiga buah rumah ubin yang tua, halamannya sangat berantakan, banyak sekali rumput liar, penuh dengan barang-barang tua.
Mendengar suara dobrakan yang sekeras itu, orang yang ada di dalam pun terkejut, seorang pria muda berkepala botak pun lari keluar, usianya sekitar tiga puluh empat atau lima tahunan, kulitnya hitam, badannya gemuk, lengannya bertato kepala naga yang sedang marah.
"Siapa?" Ia memegang sebuah pisau dapur di tangannya, tatapan matanya sangat keji, ia langsung berjalan ke arah Maxon.
Maxon tidak memedulikannya, ia membuka Eye of Dimension, menatap ke dalam rumah-rumah itu. Ia melihat di rumah yang di sebelah kiri, ada seorang gadis yagn sedang berbaring di sana, baju luarnya telah terbuka setengah, siapa lagi kalau bukan Nelly? Di sebelahnya, ada seorang pria berusia dua puluh tahunan, yang sedang melihat ke arah jendela.
"Kalian, harus mati!"
Maxon sangat marah, ia ingin membunuh mereka. Selama satu tahun lebih ini, ia selalu menyelamatkan orang, namun hari ini, ia malah ingin membunuh orang!
Tapi setelah masuk ke dalam penjara, ia tahu bahwa ia tidak dapat langsung membunuh orang begitu saja, oleh karena itu ia bergerak secepat kilat. Lalu dada pria yang membawa pisau itu pun mati rasa, seketika tubuhnya tak bertenaga, lalu pisau dapur itu pun 'klontang', terjatuh ke bawah.
Maxon segera masuk ke dalam rumah itu, kecepatannya secepat kilat! Pria muda itu masih belum menyadarinya, pinggangnya ditusuk oleh Maxon dengan jarinya sebanyak dua kali, lalu tbuhnya pun terasa sakit dan lemas, tidak dapat digerakkan.
Di atas ranjang di sebelah sana, ada Nelly yang kehilangan kesadarannya, sepertinya dia telah diberi obat tidur. Melihat pakaiannya, sepertinya ia tidak sampai dilecehkan, oleh karena itu Maxon pun menghela nafas lega.
Lalu, ia menusuk kening Nelly dengan jarinya dengan pelan, seutas reiki pun memasuki tubuhnya. Dua detik kemudian, Nelly membuka matanya, begitu melihat Maxon, ia pun segera berkata dengan terkejut, "Kakak!"
Lalu, ia segera memeluk Maxon, dan menangis. Ia langsung teringat apa yang terjadi sebelumnya, seketika wajahnya pun berubah pucat.
Maxon menepuk-nepuk punggungnya dan berkata, "Tidak perlu takut, tidak apa-apa, ada Kakak di sini."
Entah kapan Clarice masuk ke dalam, ia berkata dengan pelan, "Dia tidak apa-apa kan?"
Maxon menggelengkan kepalanya, "Tidak apa-apa, ayo pergi."
Tanpa melihat kedua pria itu, Maxon langsung membawa Clarice dan Nelly pergi dari gang itu, lalu memanggil sebuah taksi untuk pergi ke rumah sakit.
Melihat Maxon tidak berbuat apa-apa pada mereka berdua, kedua orang itu pun menghela nafas lega, sang pria berkulit hitam berkata dingin, "Untung anak itu pergi dengan cepat, kalau tidak aku pasti akan menghabisinya!"
Pria yang muda pun berkata sambil tertawa, "Kak Hugo, hari ini benar-benar nyaris sekali, untung saja anak itu tidak lapor polisi."
Hugo pun berkata dingin, "Gadis itu putih dan cantik, sayang sekali."
Setelah itu, tiba-tiba ia pun merasa selangkangannya panas, begitu menundukkan kepalanya, tanpa sadar ternyata ia mengeluarkan air kencing, apa yang terjadi?
Pemuda itu juga sama, celananya menjadi kuning, kedua orang itu tampak sangat terkejut, kenapa tiba-tiba bisa kencing? Apa karena terkejut?
Mana mungkin mereka tahu, karena kemarahan Maxon tadi, ia mengeluarkan jurus "Tangan Gelap", maksudnya adalah, ia telah merusak ginjal, limpa, hati, pari-paru, dan jantung mereka.
Dalam satu bulan ke depan, mereka akan mengalami gagal ginjal, limpa pecah, paru-paru basah, jantung melemah, sirosis secara berangsur-angsur, jika mereka berobat ke dokter tepat waktu, setelah mereka merasakan penderitaan yang luar biasa selama setengah bulan, barulah mereka akan meninggal.
Sisa akhir hidup mereka yang memprihatinkan, akan dimulai dengan penderitaan, dan diakhiri dengan penderitaan.
Dalam percajalan ke rumah sakit kota, perasaan Nelly sudah semakin membaik, ia menceritakan semua kejadiannya. Ternyata, saat ia keluar dari rumah sakit hendak pergi ke toko makanan yang tak jauh dari sana untuk membeli makanan untuk ibu mereka. Saat ia sampai di tengah-tengah gang itu, ia dibungkam secara tiba-tiba dari belakang, setelah itu ia pun kehilangan kesadarannya.
Kalau bukan karena Maxon datang tepat waktu, entah apa yang akan terjadi, setiap memikirkan hal itu, Maxon pun memiliki keinginan untuk membunuh.
"Nelly, bagaimana dengan Mama? Penyakit apa yang dideritanya, apa sudah terdeteksi?" Maxon sengaja ingin mengalihkan perhatian Nelly.
Nelly mengerutkan alisnya, "Kata dokter, mungkin kanker lambung, beberapa hari lagi baru dapat melakukan gastroskopi, mengambil sedikit tissue untuk diperiksa."
Mendengar kanker lambung, meskipun Maxon terkejut, tapi ia tidak sampai kaget, ilmu kedokterannya, cukup untuk menyembuhkan kanker lambung!
Ia menenangkan Nelly, "Kan masih belum didiagnosa, jangan terlalu khawatir."
Clarice tiba-tiba membuka mulutnya, "Kak, aku kenal seorang Tabib Ajaib, apa perlu aku mengundangnya untuk memeriksa Bibi?"
Mendengar Clarice berkata ingin mengundang Tabib Ajaib, Maxon tidak menghiraukannya, hanya menganggukkan kepalanya saja, jika ia membutuhkannya barulah ia akan mengatakannya.
Mobil masih belum sampai ke rumah sakit, Ibu Maxon, Lenny menelepn mereka, nada bicaranya sangat panik, "Maxon, Kepala Desa datang dengan membawa orang untuk membongkar rumah kita, aku sedang dalam perjalanan pulang ke rumah, sampai mati pun kita harus menghentikan mereka."
Maxon mengerutkan keningnya, "Membongkar rumah kita? Kenapa?"
Lenny menjawab, "Sebelumnya ia mengatakan bahwa semua bangunan lama akan dibongkar untuk bangunan baru, tapi dokumen rumah kita tidak lengkap, pembangunannya juga tidak memenuhi syarat, harus dibongkar dan dibangun ulang, tapi harus membayarkan uang lima ratus ribu RMB ke desa, putra Kepala Desa lah yang akan membangun semuanya bersama. Sejak kapan keluarga kita punya uang sebanyak itu, lagipula membangun rumah juga tidak memerlukan uang lima ratus ribu RMB, mereka benar-benar jahat."
Rumah Maxon dulu berada di pinggiran kota, namun setelah wilayah kota diperbesar, rumahnya pun berubah menjadi desa di tengah kota. Begitu mednengar putra Kepala Desa ingin membongkar rumah mereka, tatapan mata Maxon pun langsung berubah dingin.
Dulu saat ayahnya ditabrak mati, Kepala Desa juga membantu keluarga Troy Song untuk menekan keluarga mereka. Dan orang ini sangatlah tamak dan cinta harta, ia adalah tujuh bersaudara, menguasai seluruh wilayah desa, tidak ada hukum dan langit, semua orang takut pada mereka.
"Ma, tidak perlu takut, aku akan segera sampai." kata Maxon, lalu ia pun mematikan teleponnya, dan menyuruh sang sopir untuk menyetir lebih cepat.
Taksi itu pun memasuki Desa Dongshi, dan berhenti di depan rumah Maxon.
Saat itu, segerombolan pemuda dengan wajah garang sedang memotong sebuah pohon pagoda tua di depan rumah Maxon dengan kapak. Pohon pagoda itu sudah berusia seratus tahun lebih, waktu kecil Maxon sering sekali berteduh dan bermain di sana, perasaannya terhadap pohon itu sangatlah istimewa.
Di depan pintu, Ibu Maxon, Lenny Zhang, sedang meneteskan air matanya dengan putus asa.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved