Bab 12 Bagian 12
by Irma W
00:00,Aug 07,2021
Pagi menjelang, Stela Wen terbangun dengan mata membengkak. Tubuhnya masih lemas karena semalam tidak makan apapun. Sambil mencoba membuka matanya yang berat, Stela meregangkan badannya ke kanan dan ke kiri bergantian.
“Astaga!”
Saat Stela menyibakkan selimut, ia baru tersadar kalau dari semalam ia tidur tidak memakai baju. Kejadian malam itu seperti terulang kembali, hanya bedanya kali ini Stela Wen masih mengenakan pakaian dalam.
“Semalam aku ngapain?” Stela mencengkeram ujung selimut di depan dada.
“Kau sudah bangun?”
Suara berat itu mengejutkan Stela Wen. Ia sampai terkesiap dan sedikit mundur hingga ke sudut ruangan.
Peter berjalan mendekat.
“Maaf yang semalam,” kata Stela lirih. “Sepertinya aku sudah mengacaukan ranjangmu.” Stela melirik pakaiannya yang masih tergeletak di atas lantai.
Peter angkat bahu dan sama sekali tidak menoleh. Ia berjalan ke arah lemari handuk. Usai mengambilnya, Peter segera masuk ke dalam kamar mandi.
Ketika pria itu sudah tak terlihat, Stela Wen nampak celingukan sambil menggigit bibir. Pandangannya kemudian berhenti tepat di arah jam dinding persegi. Masih pukul enam pagi.
“Oh iya, di mana ponselku?” Stela Wen kembali celingukan.
Detik berikutnya, ia mendapati tas selempangnya di atas meja sofa yang jaraknya sekitar dua meter dari ranjang. Sebelum turun dari atas ranjang, Stela menatap sesaat ke arah pintu kamar mandi yang tertutup rapat. Barulah setelah merasa yakin, kemudian Stela merangkak turun dan segera memunguti pakaiannya lalu buru-buru memakainya sebelum orang yang berada di kamar mandi ke luar.
“Apa Alex mencariku?” Stela Wen sudah duduk di sofa dan membongkar tas untuk mencari ponselnya.
Saat ponsel sudah menyala, benar saja kalau Alex mencari Stela. Ada sekitar dua puluh panggilan yang masuk, dan semua dari nomor Alex. Stela yang resah hanya bisa gigit jari sambil berpikir.
“Cari alasan apa nanti aku?” Stela bingung.
Seorang istri yang semalaman tidak pulang, pasti membuat sang suami meradang. Pikir Stela begitu.
“Katakan saja kau habis berkencan.”
Lagi-lagi Stela dikejutkan dengan suara Peter. Hampir saja ponsel yang ada dalam genggaman tangan terjatuh, untungnya Stela masih sigap.
“Apa maksudmu?” Stela menoleh.
Baru beberapa detik menoleh, Stela kembali memalingkan wajah ke arah ponsel dengan cepat. Bukan karena pendapat panggilan atau sebuah pesan di ponselnya, melainkan Stela tidak mau melihat Peter yang sedang bertelanjang dada. Pria itu kini hanya memakai handuk yang melingkar di pinggannya.
Peter sibuk berdiri di depan lemari yang sudah terbuka sambil memilah pakaian. “Katakan pada suamimu, kalau kau semalam tidak pulang karena sedang berkencan.”
“Sembarangan!” hardik Stela. Ia tidak sengaja menoleh lagi dan dengan cepat kembali memalingkan wajah.
“Aku mau permisi keluar,” kata Stela dengan cepat. Ia sudah mencangklong tasnya dan sudah berjalan menuju arah pintu.
Peter sama sekali tidak menghentikan Stela. Ia membiarkan wanita itu keluar dari kamarnya, tapi wajahnya nampak menyeringai.
“Kenapa dengan bodohnya aku tetap berada di dekat pria gila itu?” gerutu Stela selama menuruni anak tangga.
“Nona mau kemana?” seorang pelayan berhenti tepat di hadapan Stela.
“Aku mau pergi,” jawab Stela singkat.
Pelayan itu bergeser untuk mencegah langkah Stela. “Maaf, Nona. Tuan Peter tidak mengijinkan Nona pergi.”
“Apa maksudmu?” Stela menaikkan kedua alisnya. “Atas dasar apa dia mencegahku pergi?”
Stela kemudian menyingkirkan pelayan itu lalu berjalan cepat menuju pintu ke luar. Sayangnya, sampai di depan pintu, dua orang pria berjas hitam menghadangnya dengan tampang sangar.
“Maaf, Nona. Anda tidak diijinkan ke luar dari rumah ini,” jelas si kepala berambut gondrong.
Stela berdecak. “Apa lagi ini, sih!”
“Berbaliklah, kau belum makan kan? Kita sarapan dulu.” Peter datang dengan tampilan layaknya seorang pria kantoran.
Untuk sesaat Stela tertegun karena terpesona. Pria berpawakan tinggi nan gagah itu memang sangatlah sempurna.
Oh, astaga Stela! Apa yang sedang kau pikirkan! Stela buru-buru bergidik sebelum pikirannya jadi kacau karena memikirkan hal yang tidak jelas.
“Aku tidak lapar,” jawab Stela kemudian.
Peter berlenggak mendekat. “Kau yakin? Aku bahkan bisa mendengar perutmu berbunyi.”
Klekuuuuk.
Semua orang yang sedang mengelilingi Stela terlihat cekikikan, tak terkecuali Peter sendiri. Stela yang merasa malu sontak mengatupkan bibir rapat-rapat dan meremas perutnya.
“Dasar perut sialan!” umpat Stela dalam hati.
“Kau boleh pergi setelah menemaniku sarapan,” kata Peter.
Peter sudah berbalik dan berjalan menuju ruang makan diikuti satu pelayan yang tadi sempat mencegah Stela untuk pergi. Stela yang sebenarnya sudah sangat ingin angkat kaki dari rumah ini, terpaksa menyusul Peter dari pada harus berhadapan dengan dua pria bermuka bengis di depan pintu.
Keduanya kini makan dengan kursi terpisah dan saling berhadapan terhalang meja makan yang di atasnya penuh dengan berbagai hidangan.
“Apa kau sudah memutuskan mau memberi alasan apa pada suamimu?” tanya Peter.
Stela masih berwajah datar. Wajah kusam karena belum mandi, membuat ia semakin merasa risih dan ingin segera pergi.
“Kau tidak perlu tahu,” sahut Stela usai meneguk segelas susu.
Peter masih sibuk dengan roti berselai stroberi. Ia makan dengan lahap sambil memandangi Stela yang sedari tadi hanya memasukkan brokoli ke dalam mulutnya.
“Dan lagi, untuk apa kau berpikir mencari alasan. Sebenarnya itu tidaklah perlu,” kata Peter.
“Apa maksudmu?”
“Kau sudah tahu suamimu berselingkuh, dan dia tidak jujur padamu. Lalu untuk apa kau memikirkan cara saat kau membuat kesalahan,” ujar Peter. “Kenapa kau tidak mencoba santai seperti yang suamimu lakukan padamu.”
Semua perkataan Peter memang ada benarnya. Alex bisa berbohong di belakang Stela dengan santai dan tidak merasa bersalah saat sudah ketahuan. Lalu, kenapa Stela tidak melakukan hal begitu juga.
Tidak semudah itu untuk Stela.
“Aku sudah selesai makan.” Stela berdiri sambil mengelap bibirnya. “Aku sudah boleh pergi kan?”
Peter hanya mengangkat kedua alisnya sambil melentangkan satu tangan ke arah pintu ke luar dari ruang makan. Saat itu juga Stela menghela napas dan berlenggak pergi tanpa sepatah kata pun.
“Dasar wanita bodoh!” cerca Peter sambil mencebik.
Satu pelayan yang sedang membereskan meja makan hanya terdiam.
“Terserah jika nanti Alex marah padaku.” Sepanjang perjalanan pulang Stela terus bergumam tidak jelas.
“Dia saja berbohong padaku dan tidak merasa bersalah. So, untuk apa aku harus khawatir.”
Sesampainya di rumah, Stela Wen sudah ditunggu oleh Alex. Seperti yang sudah Stela bayangkan, Alex sudah memasang wajah masam. Sayangnya hal itu tidak membuat Stela takut melainkan membuatnya tersenyum sinis. Emma tengah duduk di sofa dengan satu kaki menyilang santai.
“Dari mana kau? Kenapa semalam tidak pulang?” tanya Peter.
“Hanya mencari hiburan.”
***
“Astaga!”
Saat Stela menyibakkan selimut, ia baru tersadar kalau dari semalam ia tidur tidak memakai baju. Kejadian malam itu seperti terulang kembali, hanya bedanya kali ini Stela Wen masih mengenakan pakaian dalam.
“Semalam aku ngapain?” Stela mencengkeram ujung selimut di depan dada.
“Kau sudah bangun?”
Suara berat itu mengejutkan Stela Wen. Ia sampai terkesiap dan sedikit mundur hingga ke sudut ruangan.
Peter berjalan mendekat.
“Maaf yang semalam,” kata Stela lirih. “Sepertinya aku sudah mengacaukan ranjangmu.” Stela melirik pakaiannya yang masih tergeletak di atas lantai.
Peter angkat bahu dan sama sekali tidak menoleh. Ia berjalan ke arah lemari handuk. Usai mengambilnya, Peter segera masuk ke dalam kamar mandi.
Ketika pria itu sudah tak terlihat, Stela Wen nampak celingukan sambil menggigit bibir. Pandangannya kemudian berhenti tepat di arah jam dinding persegi. Masih pukul enam pagi.
“Oh iya, di mana ponselku?” Stela Wen kembali celingukan.
Detik berikutnya, ia mendapati tas selempangnya di atas meja sofa yang jaraknya sekitar dua meter dari ranjang. Sebelum turun dari atas ranjang, Stela menatap sesaat ke arah pintu kamar mandi yang tertutup rapat. Barulah setelah merasa yakin, kemudian Stela merangkak turun dan segera memunguti pakaiannya lalu buru-buru memakainya sebelum orang yang berada di kamar mandi ke luar.
“Apa Alex mencariku?” Stela Wen sudah duduk di sofa dan membongkar tas untuk mencari ponselnya.
Saat ponsel sudah menyala, benar saja kalau Alex mencari Stela. Ada sekitar dua puluh panggilan yang masuk, dan semua dari nomor Alex. Stela yang resah hanya bisa gigit jari sambil berpikir.
“Cari alasan apa nanti aku?” Stela bingung.
Seorang istri yang semalaman tidak pulang, pasti membuat sang suami meradang. Pikir Stela begitu.
“Katakan saja kau habis berkencan.”
Lagi-lagi Stela dikejutkan dengan suara Peter. Hampir saja ponsel yang ada dalam genggaman tangan terjatuh, untungnya Stela masih sigap.
“Apa maksudmu?” Stela menoleh.
Baru beberapa detik menoleh, Stela kembali memalingkan wajah ke arah ponsel dengan cepat. Bukan karena pendapat panggilan atau sebuah pesan di ponselnya, melainkan Stela tidak mau melihat Peter yang sedang bertelanjang dada. Pria itu kini hanya memakai handuk yang melingkar di pinggannya.
Peter sibuk berdiri di depan lemari yang sudah terbuka sambil memilah pakaian. “Katakan pada suamimu, kalau kau semalam tidak pulang karena sedang berkencan.”
“Sembarangan!” hardik Stela. Ia tidak sengaja menoleh lagi dan dengan cepat kembali memalingkan wajah.
“Aku mau permisi keluar,” kata Stela dengan cepat. Ia sudah mencangklong tasnya dan sudah berjalan menuju arah pintu.
Peter sama sekali tidak menghentikan Stela. Ia membiarkan wanita itu keluar dari kamarnya, tapi wajahnya nampak menyeringai.
“Kenapa dengan bodohnya aku tetap berada di dekat pria gila itu?” gerutu Stela selama menuruni anak tangga.
“Nona mau kemana?” seorang pelayan berhenti tepat di hadapan Stela.
“Aku mau pergi,” jawab Stela singkat.
Pelayan itu bergeser untuk mencegah langkah Stela. “Maaf, Nona. Tuan Peter tidak mengijinkan Nona pergi.”
“Apa maksudmu?” Stela menaikkan kedua alisnya. “Atas dasar apa dia mencegahku pergi?”
Stela kemudian menyingkirkan pelayan itu lalu berjalan cepat menuju pintu ke luar. Sayangnya, sampai di depan pintu, dua orang pria berjas hitam menghadangnya dengan tampang sangar.
“Maaf, Nona. Anda tidak diijinkan ke luar dari rumah ini,” jelas si kepala berambut gondrong.
Stela berdecak. “Apa lagi ini, sih!”
“Berbaliklah, kau belum makan kan? Kita sarapan dulu.” Peter datang dengan tampilan layaknya seorang pria kantoran.
Untuk sesaat Stela tertegun karena terpesona. Pria berpawakan tinggi nan gagah itu memang sangatlah sempurna.
Oh, astaga Stela! Apa yang sedang kau pikirkan! Stela buru-buru bergidik sebelum pikirannya jadi kacau karena memikirkan hal yang tidak jelas.
“Aku tidak lapar,” jawab Stela kemudian.
Peter berlenggak mendekat. “Kau yakin? Aku bahkan bisa mendengar perutmu berbunyi.”
Klekuuuuk.
Semua orang yang sedang mengelilingi Stela terlihat cekikikan, tak terkecuali Peter sendiri. Stela yang merasa malu sontak mengatupkan bibir rapat-rapat dan meremas perutnya.
“Dasar perut sialan!” umpat Stela dalam hati.
“Kau boleh pergi setelah menemaniku sarapan,” kata Peter.
Peter sudah berbalik dan berjalan menuju ruang makan diikuti satu pelayan yang tadi sempat mencegah Stela untuk pergi. Stela yang sebenarnya sudah sangat ingin angkat kaki dari rumah ini, terpaksa menyusul Peter dari pada harus berhadapan dengan dua pria bermuka bengis di depan pintu.
Keduanya kini makan dengan kursi terpisah dan saling berhadapan terhalang meja makan yang di atasnya penuh dengan berbagai hidangan.
“Apa kau sudah memutuskan mau memberi alasan apa pada suamimu?” tanya Peter.
Stela masih berwajah datar. Wajah kusam karena belum mandi, membuat ia semakin merasa risih dan ingin segera pergi.
“Kau tidak perlu tahu,” sahut Stela usai meneguk segelas susu.
Peter masih sibuk dengan roti berselai stroberi. Ia makan dengan lahap sambil memandangi Stela yang sedari tadi hanya memasukkan brokoli ke dalam mulutnya.
“Dan lagi, untuk apa kau berpikir mencari alasan. Sebenarnya itu tidaklah perlu,” kata Peter.
“Apa maksudmu?”
“Kau sudah tahu suamimu berselingkuh, dan dia tidak jujur padamu. Lalu untuk apa kau memikirkan cara saat kau membuat kesalahan,” ujar Peter. “Kenapa kau tidak mencoba santai seperti yang suamimu lakukan padamu.”
Semua perkataan Peter memang ada benarnya. Alex bisa berbohong di belakang Stela dengan santai dan tidak merasa bersalah saat sudah ketahuan. Lalu, kenapa Stela tidak melakukan hal begitu juga.
Tidak semudah itu untuk Stela.
“Aku sudah selesai makan.” Stela berdiri sambil mengelap bibirnya. “Aku sudah boleh pergi kan?”
Peter hanya mengangkat kedua alisnya sambil melentangkan satu tangan ke arah pintu ke luar dari ruang makan. Saat itu juga Stela menghela napas dan berlenggak pergi tanpa sepatah kata pun.
“Dasar wanita bodoh!” cerca Peter sambil mencebik.
Satu pelayan yang sedang membereskan meja makan hanya terdiam.
“Terserah jika nanti Alex marah padaku.” Sepanjang perjalanan pulang Stela terus bergumam tidak jelas.
“Dia saja berbohong padaku dan tidak merasa bersalah. So, untuk apa aku harus khawatir.”
Sesampainya di rumah, Stela Wen sudah ditunggu oleh Alex. Seperti yang sudah Stela bayangkan, Alex sudah memasang wajah masam. Sayangnya hal itu tidak membuat Stela takut melainkan membuatnya tersenyum sinis. Emma tengah duduk di sofa dengan satu kaki menyilang santai.
“Dari mana kau? Kenapa semalam tidak pulang?” tanya Peter.
“Hanya mencari hiburan.”
***
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved