Bab 11 Bagian 11

by Irma W 00:00,Aug 07,2021
Peter kembali dengan membawa paperbag berisi snak ringan. Ia masuk ke dalam rumah langsung disambut dua pelayan yang tadi mengepel lantai atas.

“Ada apa?” tanya Peter.

“Itu, Tuan.” Kedua pelayan bingung dan saling sikut.

Peter menaikkan satu alisnya. “Itu apa?”

“No-Nona Stela menangis.”

Peter spontan berdecak dan berlari menaiki anak tangga. Ia terlihat cemas jika sudah menyangkut tentang Stela Wen. Pasalnya, tadi saat Peter meninggalkannya ke supermarket, Stela sudah terlihat lebih tenang, kalau dia menangis lagi pasti karena teringat suaminya itu.

Benar saja, saat Peter membuka pintu kamar, Stela terlihat sedang duduk dengan kedua kaki terlipat. Rambutnya yang panjang terlihat menutupi wajahnya yang menunduk. Pundaknya naik turun sesenggukan karena tangis.

“Kau menangis lagi?” Peter mendekat.

Stela Wen mendongakkan wajah. Sungguh wajah cantik itu terlihat begitu kacau. Peter meletakkan belanjaannya di atas meja dekat ranjang, lalu ia duduk di hadapan Stela.

“Apa kau mau bercermin?” tawar Peter.

Stela yang tidak paham dengan perkataan Peter, terlihat diam dengan wajah bingung.

“Kalau iya, biar aku ambilkan,” kata Peter lagi.

Menarik ingus dan menyibakkan pelan rambutnya, Stela bertanya, “Untuk apa?”

Peter menyeringai. “Supaya kau tahu betapa kacaunya dirimu saat ini.”

Stela masih tetap terdiam. Ekspresi wajahnya sungguh terlihat sendu dan memang sedang menahan amarah. Ia ingin menjerit, tapi takut membuat penghuni rumah ini bermunculan. Stela Wen tentu tidak tahu ada siapa saja di rumah ini.

“Kenapa menangis lagi?” tanya Peter akhirnya. “Masih memikirkan suamimu yang brengsek itu?”

Stela Wen menatap tajam ke arah Peter. Hanya sesaat, karena setelah itu Stela melengos lagi.

“Dia sudah menyakitimu, jangan buat dirimu menderita. Kalau kau seperti ini, mereka yang akan untung.”

Stela kembali menatap Peter. Ia sedang mencoba memahami kalimat tersebut walau pikirannya sungguh sedang kacau.

“Hei kau!” kata Stela tiba-tiba.

Peter tertegun, tapi sigap. Ia menunggu Stela melanjutkan kalimatnya.

“Kau itu siapa? Kenapa kau peduli padaku?”

Peter masih diam. Dia sedang menyusuri wajah Stela yang kacau, tapi aura kecantikannya masih terpancar jelas. Hanya pria buta yang tidak menyadari hal tersebut.

“Aku tanya, kenapa kau diam?”

“Oh, maaf.” Peter bergidik dan berkedip-kedip. “Kau tanya apa tadi?”

Stela mendengkus dan membuang muka. “Tidak jadi.”

Peter pun menarik napas panjang lalu diembuskan begitu saja secara perlahan. “Aku hanya orang yang tidak suka melihat wanita disakiti,” ujar Peter kemudian.

Stela kembali menoleh. Ia mengusap kedua pipinya lalu menyibakkan semua rambutnya ke belakang hingga wajah kacaunya terlihat jelas.

“Itu artinya kau sedang kasihan padaku?” tanya Stela dengan kepala sedikit miring.

“Em, sebenarnya iya. Wanita sepertimu memang saat ini terlihat menyedihkan. Tampangmu kacau! Di tambah suamimu berselingkuh.”

Tiba-tiba Stela Wen berdiri dengan kedua lututnya di atas ranjang. Hal tersebut membuat Peter terkejut dan hampir saja terjatuh dari tepian ranjang. Bukan itu saja yang membuat Peter terkejut hingga membelalakkan mata, tapi kelakuan Stela yang sangat tidak terduga.

Masih berdiri dengan kedua lutut, Stela Wen dengan cepat melepas kaosnya hingga menampilkan bagian dada yang masih tertutup bra berwarna merah.

Glek! Peter menelan saliva saat itu juga.

“A-apa yang sedang kau lakukan?” tanya Peter gugup. Peter bahkan sudah berdiri sedikit menjauh dari ranjang setelah keterkejutannya tadi.

“Apa aku sangat buruk?” Stela Wen mendongak dan seolah sedang berlakon seperti seorang wanita yang sedang merayu di atas ranjang.

“Bukankah tubuhku bagus? Aku juga cantik,” sambung Stela lagi.

Peter masih belum berkutik. Ia masih berdiri dengan tubuh mulai gemetaran lantaran tergiur dengan bentuk pinggang Stela Wen yang begitu ramping. Kala itu Peter memang sudah melihat semuanya, tapi kali ini lebih menggoda.

Stela masih meliuk-liuk di sana, dan kini sudah mulai membuka roknya. “Lihat, aku begitu sempurna. Lalu kenapa dia berselingkuh? Apa aku sudah membosankan?”

Stela tiba-tiba ambruk bertumpu pada kedua lututnya. Air matanya tumpah lagi dan semakin deras saja. Peter yang semula masih melongo, kini mendekat lagi dan meraih tubuh Stela.

“Hei, kenapa menangis lagi?”

Saat Peter sudah duduk di hadapannya, Stela tiba-tiba meraih kerah baju Peter lalu mencengkeramnya kuat. Stela memajukan wajahnya hingga Peter bisa merasakan deru napas yang cepat itu.

“Katakan, apa aku tidak menggoda?”

Glek! Lagi-lagi Peter hanya bisa menelan saliva. Wanita di hadapannya ini sungguh sedang mempermainkan tembok pertahanannya. Bukan hanya itu saja yang terjadi. Saat Peter hendak mencoba melepaskan diri, tidak disangka-sangka Stela justru mendaratkan sebuah ciuman.

“Apa sungguh tidak tertarik?” tanya Stela Wen saat pagutan terlepas.

Peter tidak menjawab selalu tertegun menahan dadanya yang berdegup kencang dan juga napasnya yang terasa sesak.

“Katakan!” jerit Stela. “Apa aku sungguh tidak lagi menarik sampai dia berselingkuh!”

Stela Wen kini menangis lagi sambil memukuli tubuh Peter dengan cukup kuat. Emosi, amarah, kecewa dan sedih sedang menguasai diri Stela yang melemah. Peter tidak bisa berbuat banyak selain hanya memeluk dengan erat supaya Stela tidak terus meracau.

“Sssht, tenanglah,” lirih Peter masih memeluk erat. Pukulan di bagian punggung juga sudah mulai melambat. “Kalau kau begini, mereka justru akan puas.”

Stela masih menangis dan lebih keras. Peter mengeratkan pelukan dan mengusap-usap pucuk kepala Stela.

“Tenanglah ... semua baik-baik saja.”

Saat terasa sudah mulai mereda, Peter melepas pelukan secara perlahan. Ia menangkup wajah Stela lalu mengusap wajah yang basah itu.

“Kau cantik, hanya saja saat ini memang terlihat jelek,” kata Peter sambil menata rambut Stela yang awut-awutan.

Stela yang merasa dirinya memang sedang kacau, hanya diam dengan perlakukan Peter saat ini. Ia merasakan sentuhan Peter seperti air hangat yang mengalir. Mulai dari pucuk kepala, tangan itu perlahan mengusap pipi hingga ke dagu. Perlahan ibu jari yang kuat itu mempermainkan bibir Stela yang basah.

Mata keduanya saling bertemu. Saling pandang dan bertukar pikiran, perlahan wajah itu kian mendekat. Sebelum semua terlanjut dan semakin terbawa suasana, Peter segera berdehem dan mundur.

“Kau istirahatlah. Kau pasti lelah,” kata Peter sambil meraih selimut untuk menutupi tubuh Stela yang setengah telanjang.

Stela jadi salah tingkah sendiri. Ia hampir hanyut terbawa suasana malam yang terasa dingin.

“Buat dirimu nyaman.” Peter membantu Stela berbaring.

Setelah semua sudah tenang, Peter mematikan lampu dan segera meninggalkan kamar tersebut. Sampai di luar kamar, Peter spontan mengacak-acak rambutnya dengan kuat.

“Aish, sial!” umpat Peter sambil menunduk melihat sesuatu yang di rasa sudah mengeras di dalam sana.

Peter lantas menarik napas beberapa kali sambil menaik turunkan telapak tangan di depan dada. “Tenanglah, jangan membuat dia semakin meradang dan terus mengeras. Kau harus tenang Peter.”
***

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

99