Bab 6 Nanti saja?
by MilaBsa
21:18,Aug 08,2024
Nanti saja?
Aria melepaskan handuk mandi dan mengenakan gaun yang ia kenakan sebelumnya. Sebelum benar-benar meninggalkan kamar tersebut, ia melirik lagi ke arah Alaric yang masih nampak tertidur pulas. Senyum getir terlihat di wajahnya. Kemudian dia menulis sebuah catatan dan meletakkannya di samping tempat tidur, dan meninggalkan kamar presiden yang mewah tanpa menoleh ke belakang. Aria sebenarnya menimbang apakah pria itu keesokan harinya akan mencarinya dirinya atau tidak. Dan dirinya menaruh sedikit kepercayaan pada hal itu.
***
Keesokan harinya, Aria terbangun oleh nada dering telepon genggamnya saat dia masih tidur. Mengangkat ponselnya dengan bingung, dia memeriksa layar untuk melihat ID penelepon. Ternyata itu adalah Alaric.
Aria sedikit melebarkan matanya melihat nama itu. Tumben pria itu menghubunginya di jam segini. Segera ia mengangkat telpon itu sebelum pria itu mengomelinya karena lama mengangkat telpon.
"Hei, Tn. Hawthorne, ada apa?" Aria menjawab telepon dengan suara mengantuk, ternyata kali ini tebakannya salah. Pria itu mencarinya setelah kepergiannya kemarin. Jujur saja, ini pertama kalinya. Untuk itu kali ini ia terheran.
"Aria, kenapa kamu pergi semalam?" Alaric jelas sedang dalam suasana hati yang buruk. Terdengar dari suara pria itu yang dingin dan datar.
Yang paling baik dilakukan Aria adalah menenangkan Alaric. Lebih baik jangan memancing emosi pria itu, kalau dirinya tak ingin berakhir seperti kemarin lagi.
"Aku melihatmu tertidur pulas semalam. Aku tidak bisa tidur sebentar, jadi aku pergi lebih awal agar tidak mengganggu tidurmu. Oh, apa yang salah? Kita hanya tidak bertemu sejenak, apakah kamu sudah merindukanku?"
Aria mencoba mengalihkan pembicaraan. Ini sepertinya cukup efektif untuk mengalihkan amarah pria itu karena dirinya langsung pergi kemarin tanpa berpamitan dengan pria itu.
"Datanglah ke Hawthorne Group pada siang hari. Mari kita makan siang bersama." Alaric memerintahkan secara langsung. Itu bukanlah kalimat permintaan, melainkan kalimat perintah yang sama sekali tidak bisa ia bantah.
Aria tertawa, "Jadi kamu benar-benar merindukanku, padahal kita baru bertemu beberapa jam."
"Pergilah ke perusahaan pada siang hari. kita akan pergi makan siang bersama." Alaric berkata dengan dingin dan menutup telepon. Benar-benar kalimat yang tidak bisa dibantah sama sekali. Alaric bahkan tidak mendengarkan dulu pendapat Aria, apakah dirinya mau atau tidak. Sudahlah, lagipula sejak dulu Alaric memang tidak pernah mendengarkan pendapatnya. Hanya dirinya saja yang harus patuh pada perkataan pria itu.
Melempar iPhone-nya ke tempat tidur, Aria langsung bangkit untuk memilih pakaian dan sepatu yang akan dikenakannya hari ini. Akhirnya, ia memilih gaun kuning dan sepasang sepatu hak stiletto setinggi 15 cm.
Setelah mengganti pakaiannya, dia merias wajahnya dengan riasan tipis. Kemudian dia bercermin dan menjentikkan jarinya dengan puas.
"Sempurna! Aria, kamu terlihat sangat menakjubkan." Kata Aria pada cermin. Ia nampak bangga dengan wajahnya sendiri dan tersenyum lebar di sana.
Aria terlihat sangat cantik dan beberapa orang bahkan menganggapnya sebagai kecantikan yang langka, dengan sepasang mata yang indah dan menawan dan wajah berbentuk V yang khas. Selain itu, ia memiliki hidung yang kecil dan lurus, bibir merah, dan tubuh yang ramping. Dia tampak seperti seekor rubah betina yang menggoda. Mungkin Alaric memilihnya sebagai istrinya hari itu karena penampilannya yang sempurna, selain karena dia mirip Selene.
Bagaimanapun, pria menyukai wanita cantik. Karena dia harus memilih wanita yang tidak dia cintai untuk menjadi istrinya, setidaknya dia harus memilih wanita yang patuh dan menarik untuk dipandang. Walaupun itu terdengar agak menyakitkan, setidaknya ada yang bisa ia banggakan karena bisa mengambil hati dari seorang milyader Hawthorne. Karena di antara banyak wanita yang mendekati pria itu, dirinya lah yang bisa menyandar gelar Nyonya Hawthorne. Meskipun pria itu sama sekali tidak menaruh hati padanya.
Aria menenteng tas Louis Vuitton yang baru saja dirilis dan masuk ke dalam mobil Audi yang baru dibelinya dengan sepatu hak stiletto. Ia pergi meninggalkan kediamannya dan menuju ke Hawthorne Group. Karena perintah yang tidak bisa ia bantah itu, ia harus pergi ke perusahaan terbesar di kota tersebut untuk makan siang dengan suami milyadernya itu.
Kemudian dia memasuki tempat parkir gedung seperti biasa, karena dia cukup familiar dengan tempat itu.
Setelah memarkir mobil, Aria masuk ke dalam gedung sambil mengayunkan kunci di tangannya. Resepsionis melihatnya dan berkata dengan sangat sopan, "Halo, Ny. Hawthorne."
Aria menolehkan kepalanya pada resepsionis itu dan memberikan senyuman manisnya. Ia berjalan mendekati meja resepsionis untuk menyapa wanita yang sudah menyapanya tadi.
"Ariel, dandanan anda sangat cantik hari ini. Kulit Anda terlihat semakin membaik. Apakah Anda menggunakan produk perawatan kulit yang saya rekomendasikan?" Aria berkata sambil tersenyum.
Ariel Porter menyentuh wajahnya dan menjawab, "Anda memang memiliki selera yang bagus. Saya benar-benar merasa bahwa kulit saya telah meningkat pesat setelah menggunakan rangkaian kosmetik yang Anda rekomendasikan."
Aria nampak puas mendengarnya. ”Baguslah, jika itu cocok dengan anda. Saya jadi merasa bangga karena sudah merekomendasikan yang terbaik untuk anda.”
Kemudian dia memberi isyarat kepada Aria. Saat Aria mencondongkan tubuhnya, Ariel berbisik, "Nyonya, Anda harus lebih berhati-hati. Nona Robertson datang lagi."
Mendengar nama itu, membuat Aria terdiam untuk sejenak. Ia tentu mengetahui nama itu.
Lyra Robertson adalah anak perempuan satu-satunya dari pengusaha hiburan Tavian Robertson. Dia tinggi dan langsing, dengan kinerja yang baik. Dia baru-baru ini bertanggung jawab atas proyek bersama Robertson dengan Hawthorne. Karena Lyra sering datang ke perusahaan, ada rumor yang beredar, bahwa Lyra akan menggantikannya sebagai calon istri Alaric. Namun hanya dia yang tahu bahwa Lyra sebenarnya berkencan dengan orang lain, pria yang tidak disukai ayahnya, Tavian.
Senyum di sudut mulut Aria tetap tidak berubah, "Senang mendengarnya. Sudah lama sekali sejak terakhir kali saya makan malam dengannya. Sungguh kebetulan sekali. Sebaiknya aku menemuinya sekarang."
Aria tidak akan mempermasalahkan kedatangan wanita bernama Lyra Robertson itu. Karena ia memiliki kepercayaan diri yang tinggi sebagai Nyonya Hawthorne. Karena sejauh ini yang ia tahu Nona Robertson memang beberapa kali datang ke perusahaan ini untuk melakukan kerja sama dengan suaminya. Setidaknya, itulah yang ia percayai saat ini.
Sambil melambaikan tangannya, Aria berjalan masuk ke dalam lift dengan kepala tegak, seperti burung merak yang cantik dan penuh percaya diri. Sudah ia bilang bukan? Sebagai seorang Nyonya Hawthorne, ia harus memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi.
Dia menekan tombol, dan segera mencapai lantai 20. Keluar dari lift, Lisa, sekretaris Alaric, menghampirinya dan berkata, "Nyonya, Anda sudah sampai.
Presiden sedang berada di dalam bersama Nona Robertson... Apakah Anda ingin menunggu di sini dulu?"
Aria melepaskan handuk mandi dan mengenakan gaun yang ia kenakan sebelumnya. Sebelum benar-benar meninggalkan kamar tersebut, ia melirik lagi ke arah Alaric yang masih nampak tertidur pulas. Senyum getir terlihat di wajahnya. Kemudian dia menulis sebuah catatan dan meletakkannya di samping tempat tidur, dan meninggalkan kamar presiden yang mewah tanpa menoleh ke belakang. Aria sebenarnya menimbang apakah pria itu keesokan harinya akan mencarinya dirinya atau tidak. Dan dirinya menaruh sedikit kepercayaan pada hal itu.
***
Keesokan harinya, Aria terbangun oleh nada dering telepon genggamnya saat dia masih tidur. Mengangkat ponselnya dengan bingung, dia memeriksa layar untuk melihat ID penelepon. Ternyata itu adalah Alaric.
Aria sedikit melebarkan matanya melihat nama itu. Tumben pria itu menghubunginya di jam segini. Segera ia mengangkat telpon itu sebelum pria itu mengomelinya karena lama mengangkat telpon.
"Hei, Tn. Hawthorne, ada apa?" Aria menjawab telepon dengan suara mengantuk, ternyata kali ini tebakannya salah. Pria itu mencarinya setelah kepergiannya kemarin. Jujur saja, ini pertama kalinya. Untuk itu kali ini ia terheran.
"Aria, kenapa kamu pergi semalam?" Alaric jelas sedang dalam suasana hati yang buruk. Terdengar dari suara pria itu yang dingin dan datar.
Yang paling baik dilakukan Aria adalah menenangkan Alaric. Lebih baik jangan memancing emosi pria itu, kalau dirinya tak ingin berakhir seperti kemarin lagi.
"Aku melihatmu tertidur pulas semalam. Aku tidak bisa tidur sebentar, jadi aku pergi lebih awal agar tidak mengganggu tidurmu. Oh, apa yang salah? Kita hanya tidak bertemu sejenak, apakah kamu sudah merindukanku?"
Aria mencoba mengalihkan pembicaraan. Ini sepertinya cukup efektif untuk mengalihkan amarah pria itu karena dirinya langsung pergi kemarin tanpa berpamitan dengan pria itu.
"Datanglah ke Hawthorne Group pada siang hari. Mari kita makan siang bersama." Alaric memerintahkan secara langsung. Itu bukanlah kalimat permintaan, melainkan kalimat perintah yang sama sekali tidak bisa ia bantah.
Aria tertawa, "Jadi kamu benar-benar merindukanku, padahal kita baru bertemu beberapa jam."
"Pergilah ke perusahaan pada siang hari. kita akan pergi makan siang bersama." Alaric berkata dengan dingin dan menutup telepon. Benar-benar kalimat yang tidak bisa dibantah sama sekali. Alaric bahkan tidak mendengarkan dulu pendapat Aria, apakah dirinya mau atau tidak. Sudahlah, lagipula sejak dulu Alaric memang tidak pernah mendengarkan pendapatnya. Hanya dirinya saja yang harus patuh pada perkataan pria itu.
Melempar iPhone-nya ke tempat tidur, Aria langsung bangkit untuk memilih pakaian dan sepatu yang akan dikenakannya hari ini. Akhirnya, ia memilih gaun kuning dan sepasang sepatu hak stiletto setinggi 15 cm.
Setelah mengganti pakaiannya, dia merias wajahnya dengan riasan tipis. Kemudian dia bercermin dan menjentikkan jarinya dengan puas.
"Sempurna! Aria, kamu terlihat sangat menakjubkan." Kata Aria pada cermin. Ia nampak bangga dengan wajahnya sendiri dan tersenyum lebar di sana.
Aria terlihat sangat cantik dan beberapa orang bahkan menganggapnya sebagai kecantikan yang langka, dengan sepasang mata yang indah dan menawan dan wajah berbentuk V yang khas. Selain itu, ia memiliki hidung yang kecil dan lurus, bibir merah, dan tubuh yang ramping. Dia tampak seperti seekor rubah betina yang menggoda. Mungkin Alaric memilihnya sebagai istrinya hari itu karena penampilannya yang sempurna, selain karena dia mirip Selene.
Bagaimanapun, pria menyukai wanita cantik. Karena dia harus memilih wanita yang tidak dia cintai untuk menjadi istrinya, setidaknya dia harus memilih wanita yang patuh dan menarik untuk dipandang. Walaupun itu terdengar agak menyakitkan, setidaknya ada yang bisa ia banggakan karena bisa mengambil hati dari seorang milyader Hawthorne. Karena di antara banyak wanita yang mendekati pria itu, dirinya lah yang bisa menyandar gelar Nyonya Hawthorne. Meskipun pria itu sama sekali tidak menaruh hati padanya.
Aria menenteng tas Louis Vuitton yang baru saja dirilis dan masuk ke dalam mobil Audi yang baru dibelinya dengan sepatu hak stiletto. Ia pergi meninggalkan kediamannya dan menuju ke Hawthorne Group. Karena perintah yang tidak bisa ia bantah itu, ia harus pergi ke perusahaan terbesar di kota tersebut untuk makan siang dengan suami milyadernya itu.
Kemudian dia memasuki tempat parkir gedung seperti biasa, karena dia cukup familiar dengan tempat itu.
Setelah memarkir mobil, Aria masuk ke dalam gedung sambil mengayunkan kunci di tangannya. Resepsionis melihatnya dan berkata dengan sangat sopan, "Halo, Ny. Hawthorne."
Aria menolehkan kepalanya pada resepsionis itu dan memberikan senyuman manisnya. Ia berjalan mendekati meja resepsionis untuk menyapa wanita yang sudah menyapanya tadi.
"Ariel, dandanan anda sangat cantik hari ini. Kulit Anda terlihat semakin membaik. Apakah Anda menggunakan produk perawatan kulit yang saya rekomendasikan?" Aria berkata sambil tersenyum.
Ariel Porter menyentuh wajahnya dan menjawab, "Anda memang memiliki selera yang bagus. Saya benar-benar merasa bahwa kulit saya telah meningkat pesat setelah menggunakan rangkaian kosmetik yang Anda rekomendasikan."
Aria nampak puas mendengarnya. ”Baguslah, jika itu cocok dengan anda. Saya jadi merasa bangga karena sudah merekomendasikan yang terbaik untuk anda.”
Kemudian dia memberi isyarat kepada Aria. Saat Aria mencondongkan tubuhnya, Ariel berbisik, "Nyonya, Anda harus lebih berhati-hati. Nona Robertson datang lagi."
Mendengar nama itu, membuat Aria terdiam untuk sejenak. Ia tentu mengetahui nama itu.
Lyra Robertson adalah anak perempuan satu-satunya dari pengusaha hiburan Tavian Robertson. Dia tinggi dan langsing, dengan kinerja yang baik. Dia baru-baru ini bertanggung jawab atas proyek bersama Robertson dengan Hawthorne. Karena Lyra sering datang ke perusahaan, ada rumor yang beredar, bahwa Lyra akan menggantikannya sebagai calon istri Alaric. Namun hanya dia yang tahu bahwa Lyra sebenarnya berkencan dengan orang lain, pria yang tidak disukai ayahnya, Tavian.
Senyum di sudut mulut Aria tetap tidak berubah, "Senang mendengarnya. Sudah lama sekali sejak terakhir kali saya makan malam dengannya. Sungguh kebetulan sekali. Sebaiknya aku menemuinya sekarang."
Aria tidak akan mempermasalahkan kedatangan wanita bernama Lyra Robertson itu. Karena ia memiliki kepercayaan diri yang tinggi sebagai Nyonya Hawthorne. Karena sejauh ini yang ia tahu Nona Robertson memang beberapa kali datang ke perusahaan ini untuk melakukan kerja sama dengan suaminya. Setidaknya, itulah yang ia percayai saat ini.
Sambil melambaikan tangannya, Aria berjalan masuk ke dalam lift dengan kepala tegak, seperti burung merak yang cantik dan penuh percaya diri. Sudah ia bilang bukan? Sebagai seorang Nyonya Hawthorne, ia harus memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi.
Dia menekan tombol, dan segera mencapai lantai 20. Keluar dari lift, Lisa, sekretaris Alaric, menghampirinya dan berkata, "Nyonya, Anda sudah sampai.
Presiden sedang berada di dalam bersama Nona Robertson... Apakah Anda ingin menunggu di sini dulu?"
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved