Bab 4 Smarter?
by MilaBsa
20:32,Aug 08,2024
Smarter?
Aria menunggu jawaban dari Alaric, meskipun ia menyembunyikan ekspresi penasarannya itu. Memangnya ada alasan lain Alaric menikahinya selain karena wajahnya yang mirip dengan mantan pria itu?
Hingga jawaban yang tak terduga keluar dari mulut pria itu. "Selain terlihat seperti Selene, kau tahu bagaimana cara memuaskanku di ranjang." Alaric tidak menyembunyikan nafsunya pada Aria.
Aria menggelengkan kepalanya karena merasa hal itu cukup konyol, "Kau bilang kau mencintainya, tapi kau memujiku dengan tenang. Kurasa orang tidak bisa mempercayai kata-kata manis seorang kekasih." Bagaimana bisa pria ini mengatakannya dengan setenang itu? Terkadang ia tidak habis pikir dengan penilaian Alaric terhadap dirinya.
Alaric dapat menangkap nada protes dari ucapan Aria. "Memangnya ada yang salah dengan ucapanku? Kau adalah istriku."
Aria memaksakan sebuah senyuman. Itu benar, dia bukan kekasih pria itu, melainkan istrinya. Walaupun posisi itu lebih tinggi, namun terdapat perbedaan yang jelas antara dua kata itu. Aria berkata, "Ya, aku adalah istri yang kau beli dengan uang. Masuk akal bagiku untuk memenuhi tugasku dan memenuhi kebutuhan fisikmu, tapi terkadang kata-katamu kejam. Apakah kau khawatir aku akan terluka sebagai istrimu?"
Alaric tersenyum tipis dan menatap intens pada Aria. "Tidak akan, karena kau pintar. Kau tahu jika kau kehilanganku, kau akan kehilangan sumber pendapatanmu. Kau tidak akan sanggup kehilangan kemuliaan dan kekayaan yang telah kau dapatkan. Aku tau kau dapat memahami situasi yang terjadi di depanmu. Jadi aku tidak perlu mengkhawatirkan hal itu."
Aria tertawa setelah mendengar jawaban Alaric. Ternyata memang benar, di mata Alaric, dirinya hanyalah seorang wanita yang gila akan uang. Walaupun itu tidak sepenuhnya benar. Setelah meminum wine, pipinya menjadi sedikit merah, yang membuatnya tampak lebih menawan.
"Kau mengenal diriku dengan baik. Kau tahu aku penggali emas, tak heran kita sangat cocok satu sama lain di tempat tidur. Ayo! Mari bersulang untuk malam yang indah!"
Aria memegang gelas dan berkata secara alami dengan anggun. Melihat wajah cantik dan menawan itu, membuat Alaric tidak lagi dapat menahan dirinya untuk langsung menggendong tubuh Aria menuju ranjang. Tatapan keduanya saling bertemu, hingga tak lama kemudian, kedua bibir itu saling bertemu dan melumat satu sama lain.
Kemudian, Aria berbaring telanjang di dada Alaric setelah bercinta. Dia cukup lelah setelah melakukannya. Alaric selalu bisa membuatnya kelelahan dengan tenaga pria itu yang menurutnya tidak akan pernah habis. Dia harus mengakui bahwa meskipun tidak ada cinta di antara mereka, mereka sangat cocok di tempat tidur. Dia bahkan memiliki ilusi bahwa Alaric benar-benar jatuh cinta padanya. Bukankah itu adalah hal konyol?
Tidak akan mungkin Alaric akan mencintainya, sedangkan di dalam hati pria itu masih tersimpan dengan jelas nama wanita lain. Sebelum semakin jauh, ia sudah harus sadar diri dengan posisinya yang hanya sebagai pengganti dalam kehidupan Alaric.
Kemudian, Aria menggambar lingkaran di dada Alaric dengan menggoda, dan berkata dengan nada yang sangat manis, "Kau adalah pria yang luar biasa. Kau memiliki segalanya. Ketampanan, kekayaan, dan kekuasaan. Tidak heran jika banyak wanita yang jatuh hati padamu. Membuat mereka sangat iri dengan posisi yang aku miliki saat ini. Walaupun sebenarnya mereka tidak tau yang sebenarnya arti dari pernikahan kita ini."
Alaric terdiam mendengar ucapan Aria, tanpa menatap wajah wanita itu. Alaric meraih tangannya yang menggeliat dan berkata, "Selama kau bukan salah satu dari mereka, aku tidak apa-apa. Aku tidak akan mentoleransi jika kau menjadi salah satu seperti mereka. Karena aku sangat tidak menyukainya. Kau harus bertingkah bagaimana selayaknya istri dari Alaric Hawthorne."
Aria tersenyum manis, menatap Alaric, dan berkata, "Mengapa kau begitu takut aku mengganggumu? Memangnya selama ini aku ada mengganggu apa yang kau lakukan? Aku kan selalu patuh dengan semua yang kau ucapkan."
Alaric menjawab dengan dingin, "Aku tidak suka wanita yang menangis dan mengganggu. Aku tau kau selalu patuh dengan apa yang aku mau. Makanya, ke depannya kau juga tetap harus bersikap yang sama."
Aria tersenyum kecut. Ke depannya? Bukankah sebentar lagi mereka akan berpisah? Kata ’masa depan’ itu tidak cocok untuk mereka yang sebentar lagi akan menjadi orang asing. Tapi, untuk saat ini Aria tidak akan memikirkannya.
Lalu, Aria tersenyum menggoda, menopang dirinya di siku, dan menempelkan tubuhnya ke tubuh Alaric, matanya yang asmara berbinar-binar dengan pesona yang menarik. Ia ingin menggoda Alaric malam ini. Karena ke depannya ia tidak akan bisa melakukan hal yang sama kembali.
"Kau begitu tenang, apa kau takut aku akan terluka oleh ucapanmu yang tak berperasaan? Apa kau berpikir aku akan menanggapi dengan serius yang selalu kau ucapkan padaku?"
Alaric menatap Aria lekat-lekat, yang bisa merapal mantra pada pria seperti peri, sebelum menjawabnya dengan percaya diri, "Tidak akan. Aku yakin kau tidak akan menanggapi dengan serius perkataanku padamu. Karena kau tidak akan pernah menaruh perasaan lebih padaku."
Aria tersenyum dan berkata dengan manis, "Itu benar. Yang aku sukai adalah uangmu. Uang selalu membuatku merasa lebih aman daripada pria. Jadi, aku tidak akan pernah sekalipun terpengaruh dengan apa yang kau ucapkan, walaupun itu terdengar sangat kejam di telingaku. Karena aku akan menerima semuanya, selagi uangku akan selalu ada di rekening."
Ada perubahan yang jelas pada ekspresi Alaric sebelum dia menjawab, "Aku harus katakan, kau pasti tahu bagaimana menunjukkan sikapmu yang berorientasi pada uang lebih baik daripada wanita lain. Karena aku sudah sangat memahaminya selama empat tahun pernikahan ini."
Mendengar kata-kata itu, senyum di wajah Aria memudar, dan ia diliputi kepahitan sekali lagi. Kata-kata Alaric selalu terdengar kejam baginya. Walaupun ia sudah sering mendengarnya, tetap saja rasanya tidak nyaman jika selalu mendengarnya. Apakah dirinya semurah itu di mata Alaric?
Aria tiba-tiba kehilangan energi untuk merayu Alaric, dan berbaring di tempat tidur dengan tenang. Ia mengalihkan pandangannya dari Alaric, seakan sedang marah atas apa yang pria itu ucapkan barusan.
Alaric yang melihat itu jadi terkejut, dan berkata, "Ada apa denganmu?"
Alih-alih menjawab pertanyaannya, Aria malah memejamkan matanya.
Alaric berbalik ke samping untuk menghadapnya, menopang kepalanya dengan tangan, dan berkata, "Apakah kita baik-baik saja? Kau terlihat baik-baik saja tadi."
Dengan mata terpejam, Aria tiba-tiba berkata, "Kalau aku bilang aku jatuh cinta padamu, apa kau percaya?"
Alaric tertegun sejenak, lalu berkata dengan ekspresi dingin, "Aku sudah mengatakannya padamu empat tahun yang lalu. Kau tidak boleh jatuh cinta padaku, apapun yang terjadi. Hubungan antara kita tidak lebih dari hubungan antara majikan dan karyawan."
Aria menunggu jawaban dari Alaric, meskipun ia menyembunyikan ekspresi penasarannya itu. Memangnya ada alasan lain Alaric menikahinya selain karena wajahnya yang mirip dengan mantan pria itu?
Hingga jawaban yang tak terduga keluar dari mulut pria itu. "Selain terlihat seperti Selene, kau tahu bagaimana cara memuaskanku di ranjang." Alaric tidak menyembunyikan nafsunya pada Aria.
Aria menggelengkan kepalanya karena merasa hal itu cukup konyol, "Kau bilang kau mencintainya, tapi kau memujiku dengan tenang. Kurasa orang tidak bisa mempercayai kata-kata manis seorang kekasih." Bagaimana bisa pria ini mengatakannya dengan setenang itu? Terkadang ia tidak habis pikir dengan penilaian Alaric terhadap dirinya.
Alaric dapat menangkap nada protes dari ucapan Aria. "Memangnya ada yang salah dengan ucapanku? Kau adalah istriku."
Aria memaksakan sebuah senyuman. Itu benar, dia bukan kekasih pria itu, melainkan istrinya. Walaupun posisi itu lebih tinggi, namun terdapat perbedaan yang jelas antara dua kata itu. Aria berkata, "Ya, aku adalah istri yang kau beli dengan uang. Masuk akal bagiku untuk memenuhi tugasku dan memenuhi kebutuhan fisikmu, tapi terkadang kata-katamu kejam. Apakah kau khawatir aku akan terluka sebagai istrimu?"
Alaric tersenyum tipis dan menatap intens pada Aria. "Tidak akan, karena kau pintar. Kau tahu jika kau kehilanganku, kau akan kehilangan sumber pendapatanmu. Kau tidak akan sanggup kehilangan kemuliaan dan kekayaan yang telah kau dapatkan. Aku tau kau dapat memahami situasi yang terjadi di depanmu. Jadi aku tidak perlu mengkhawatirkan hal itu."
Aria tertawa setelah mendengar jawaban Alaric. Ternyata memang benar, di mata Alaric, dirinya hanyalah seorang wanita yang gila akan uang. Walaupun itu tidak sepenuhnya benar. Setelah meminum wine, pipinya menjadi sedikit merah, yang membuatnya tampak lebih menawan.
"Kau mengenal diriku dengan baik. Kau tahu aku penggali emas, tak heran kita sangat cocok satu sama lain di tempat tidur. Ayo! Mari bersulang untuk malam yang indah!"
Aria memegang gelas dan berkata secara alami dengan anggun. Melihat wajah cantik dan menawan itu, membuat Alaric tidak lagi dapat menahan dirinya untuk langsung menggendong tubuh Aria menuju ranjang. Tatapan keduanya saling bertemu, hingga tak lama kemudian, kedua bibir itu saling bertemu dan melumat satu sama lain.
Kemudian, Aria berbaring telanjang di dada Alaric setelah bercinta. Dia cukup lelah setelah melakukannya. Alaric selalu bisa membuatnya kelelahan dengan tenaga pria itu yang menurutnya tidak akan pernah habis. Dia harus mengakui bahwa meskipun tidak ada cinta di antara mereka, mereka sangat cocok di tempat tidur. Dia bahkan memiliki ilusi bahwa Alaric benar-benar jatuh cinta padanya. Bukankah itu adalah hal konyol?
Tidak akan mungkin Alaric akan mencintainya, sedangkan di dalam hati pria itu masih tersimpan dengan jelas nama wanita lain. Sebelum semakin jauh, ia sudah harus sadar diri dengan posisinya yang hanya sebagai pengganti dalam kehidupan Alaric.
Kemudian, Aria menggambar lingkaran di dada Alaric dengan menggoda, dan berkata dengan nada yang sangat manis, "Kau adalah pria yang luar biasa. Kau memiliki segalanya. Ketampanan, kekayaan, dan kekuasaan. Tidak heran jika banyak wanita yang jatuh hati padamu. Membuat mereka sangat iri dengan posisi yang aku miliki saat ini. Walaupun sebenarnya mereka tidak tau yang sebenarnya arti dari pernikahan kita ini."
Alaric terdiam mendengar ucapan Aria, tanpa menatap wajah wanita itu. Alaric meraih tangannya yang menggeliat dan berkata, "Selama kau bukan salah satu dari mereka, aku tidak apa-apa. Aku tidak akan mentoleransi jika kau menjadi salah satu seperti mereka. Karena aku sangat tidak menyukainya. Kau harus bertingkah bagaimana selayaknya istri dari Alaric Hawthorne."
Aria tersenyum manis, menatap Alaric, dan berkata, "Mengapa kau begitu takut aku mengganggumu? Memangnya selama ini aku ada mengganggu apa yang kau lakukan? Aku kan selalu patuh dengan semua yang kau ucapkan."
Alaric menjawab dengan dingin, "Aku tidak suka wanita yang menangis dan mengganggu. Aku tau kau selalu patuh dengan apa yang aku mau. Makanya, ke depannya kau juga tetap harus bersikap yang sama."
Aria tersenyum kecut. Ke depannya? Bukankah sebentar lagi mereka akan berpisah? Kata ’masa depan’ itu tidak cocok untuk mereka yang sebentar lagi akan menjadi orang asing. Tapi, untuk saat ini Aria tidak akan memikirkannya.
Lalu, Aria tersenyum menggoda, menopang dirinya di siku, dan menempelkan tubuhnya ke tubuh Alaric, matanya yang asmara berbinar-binar dengan pesona yang menarik. Ia ingin menggoda Alaric malam ini. Karena ke depannya ia tidak akan bisa melakukan hal yang sama kembali.
"Kau begitu tenang, apa kau takut aku akan terluka oleh ucapanmu yang tak berperasaan? Apa kau berpikir aku akan menanggapi dengan serius yang selalu kau ucapkan padaku?"
Alaric menatap Aria lekat-lekat, yang bisa merapal mantra pada pria seperti peri, sebelum menjawabnya dengan percaya diri, "Tidak akan. Aku yakin kau tidak akan menanggapi dengan serius perkataanku padamu. Karena kau tidak akan pernah menaruh perasaan lebih padaku."
Aria tersenyum dan berkata dengan manis, "Itu benar. Yang aku sukai adalah uangmu. Uang selalu membuatku merasa lebih aman daripada pria. Jadi, aku tidak akan pernah sekalipun terpengaruh dengan apa yang kau ucapkan, walaupun itu terdengar sangat kejam di telingaku. Karena aku akan menerima semuanya, selagi uangku akan selalu ada di rekening."
Ada perubahan yang jelas pada ekspresi Alaric sebelum dia menjawab, "Aku harus katakan, kau pasti tahu bagaimana menunjukkan sikapmu yang berorientasi pada uang lebih baik daripada wanita lain. Karena aku sudah sangat memahaminya selama empat tahun pernikahan ini."
Mendengar kata-kata itu, senyum di wajah Aria memudar, dan ia diliputi kepahitan sekali lagi. Kata-kata Alaric selalu terdengar kejam baginya. Walaupun ia sudah sering mendengarnya, tetap saja rasanya tidak nyaman jika selalu mendengarnya. Apakah dirinya semurah itu di mata Alaric?
Aria tiba-tiba kehilangan energi untuk merayu Alaric, dan berbaring di tempat tidur dengan tenang. Ia mengalihkan pandangannya dari Alaric, seakan sedang marah atas apa yang pria itu ucapkan barusan.
Alaric yang melihat itu jadi terkejut, dan berkata, "Ada apa denganmu?"
Alih-alih menjawab pertanyaannya, Aria malah memejamkan matanya.
Alaric berbalik ke samping untuk menghadapnya, menopang kepalanya dengan tangan, dan berkata, "Apakah kita baik-baik saja? Kau terlihat baik-baik saja tadi."
Dengan mata terpejam, Aria tiba-tiba berkata, "Kalau aku bilang aku jatuh cinta padamu, apa kau percaya?"
Alaric tertegun sejenak, lalu berkata dengan ekspresi dingin, "Aku sudah mengatakannya padamu empat tahun yang lalu. Kau tidak boleh jatuh cinta padaku, apapun yang terjadi. Hubungan antara kita tidak lebih dari hubungan antara majikan dan karyawan."
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved