chapter 8 Adu Bela Diri?

by Wisely 14:36,Jan 09,2024
Karena sudah terpasang di lehernya, tentu saja sulit bagi Danu Wanzel untuk melepasnya.

Saat kulitnya bersentuhan dengan jade, rasa dingin segera menjalar ke tubuhnya, membuat Danu Wanzel merasa sangat nyaman.

Santapan malam itu, dua orang makan hingga larut malam baru selesai.

Danu Wanzel kembali ke rumah dan segera pergi tidur untuk beristirahat.

Yang tidak dia ketahui adalah setelah dia tertidur, nafas tak terlihat keluar dari liontin jade dan perlahan mengalir ke tubuhnya.

Keesokan paginya, Danu Wanzel bangun sebelum fajar.

Setelah mandi singkat, dia pergi ke taman yang berada tidak jauh dari rumahnya.

Waktu masih pagi, jadi tidak banyak orang di taman kecuali orang tua yang melakukan senam pagi.

Danu Wanzel menemukan tempat yang sepi. Mengikuti instruksi warisan Dato Dokter, secara resmi berlatih Lima Binatang Bermain untuk pertama kalinya.

Berdasarkan warisan Dato Dokter, Lima Binatang Bermain dibagi menjadi 5 bagian: Pukulan Naga Biru, Cakar Macan Putih, Bentuk Gagak Vermillion, Perisai Gunakin, dan Tubuh Vajra.

Setiap langkah maju yang diambil, kualitas fisik dan kekuatan tempur akan mengalami peningkatan yang signifikan.

Yang sedang dipraktikkan oleh Guan Yu saat ini adalah bagian pertama dari Lima Binatang Bermain 'Pukulan Naga Biru'.

Pukulan Naga Biru sendiri dapat dibagi menjadi empat tahap: Cermin Pengintai, Kelok Kecil, Kelok Besar, dan Lingkaran Utuh.

Ketika sudah berlatih Pukulan Naga Biru hingga tahap Lingkaran Utuh, baru bisa mulai mempelajari Cakar Macan Putih.

Hari ini, Danu Wanzel baru saja mulai berlatih Pukulan Naga Biru. Saat ini, dia bahkan belum berada dalam tahap Cermin Pengintai.

Namun, dengan bantuan warisan Dato Dokter, pemahaman Danu Wanzel tentang Lima Binatang Bermain secara alami jauh lebih jelas dibandingkan orang biasa.

Oleh karena itu, meski baru hari pertama latihan, setelah lebih dari satu jam, Danu sudah menguasai serangkaian teknik pukulan yang mulai terbentuk.

Untungnya, saat Danu sedang berdiri di samping pohon besar dan berkonsentrasi berlatih Pukulan Naga Biru, seorang pria tua berjanggut dan berambut putih memperhatikannya dari jauh.

Ketika pria itu melihat gerakan yang dipraktikkan oleh Danu Wanzel, ekspresinya menjadi kaku dan pupil matanya menyusut dengan cepat.

"Kakek, Anda sedang melihat apa?" di samping pria tua itu, ada seorang gadis berusia tujuh delapan belas tahun. Dia mengenakan seragam olahraga, tanpa riasan, dan terlihat sangat sederhana.

Setelah melihat tatapan aneh kakeknya, gadis itu pun melihat ke arah Danu Wanzel.

"Pemuda itu, yang sedikit lebih tua darimu itu, jurus latihannya sangat luar biasa. Dia pasti memiliki warisan keluarga yang sangat mendalam."

Alin Kumi memiliki kepribadian yang selalu santai, bijaksana, dan tidak suka bersaing atau menunjukkan keunggulan dalam hal apa pun.

Tapi hanya ada satu hal, Alin terlahir terobsesi dengan seni bela diri,. Dia telah bekerja keras dalam hal ini sejak dia masih kecil.

Terlebih lagi, gadis kecil itu selalu menjunjung tinggi dirinya sendiri dalam hal latihan bela diri. Bahkan teman-temannya dan banyak orang yang lebih tua sering meremehkannya dalam hal ini.

Pada saat ini, ketika Alin Kumi mendengar kakeknya memuji keterampilan pukulan orang lain yang luar biasa di hadapannya, keinginannya untuk menang segera meningkat.

Jadi, tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Alin langsung berjalan menghampiri Danu Wanzel.

Melihat ini, Ferdi Kumi hendak mengatakan sesuatu untuk menghentikannya, tetapi ketika kata-kata itu keluar dari bibirnya, dia menelannya.

"Hei, ayo adu bela diri," kata Alin Kumi dengan keras sebelum dia mendatangi Danu Wanzel.

Alin Kumi memiliki suara yang jernih dan manis. Meskipun dia sedang menantang Danu Wanzel untuk bertanding, dia terdengar sama sekali tidak menakutkan atau menantang. Malah terdengar sangat menggemaskan dan ceria.

Danu Wanzel yang sedang berlatih Pukulan Naga Biru berhenti seketika mendengarnya, menatap Alin Kumi dengan mata ragu.

Meskipun begitu, Danu melihat sekelilingnya sekali lagi.

"Tidak perlu lihat lagi. Yang kubicarakan ya kamu." Alin Kumi datang di hadapan Danu Wanzel, mengangkat kepalanya sedikit, menatapnya dan berkata, "Ku lihat keterampilan latihan pukulanmu sangat bagus. Kalau engga, ayo kita beradu. Lihat seni bela diri siapa yang lebih terampil."

"Sepertinya aku tidak mengenalmu," Danu Wanzel memandang Alin Kumi dengan senyum tipis.

"Ya, aku juga tidak mengenalmu. Tapi itu tidak masalah. Itu tidak mempengaruhi pertarungan kita."

"Karena kita tidak saling kenal, kenapa aku mau bertarung denganmu? Maaf."

Danu Wanzel mengangguk pada gadis kecil itu dan pergi dengan tenang.

"Hei, jangan pergi! Kita kan belum bertarung." Melihat Danu Wanzel hendak pergi begitu saja, Alin Kumi segera berencana untuk mengejarnya dan menghalangi jalannya.

"Alin, berhentilah mengejarnya." Pada saat ini, Ferdi Kumi maju untuk menghentikan cucunya, "Toh dia tidak ingin bertarung denganmu, ngapain repot-repot memaksanya."

Mendengar perkataan kakeknya, Alin Kumi menggigit bibirnya. Meski tidak lanjut mengejar Danu Wanzel, kata 'tidak bahagia' tertulis di seluruh wajahnya.

Merasa terganggu dalam latihannya, Danu Wanzel memutuskan untuk mengakhiri latihan pada hari pertama ini. Dia pergi ke sebuah warung sarapan di dekat taman untuk makan ringan, lalu pulang ke rumahnya.

Begitu memasuki halaman, Danu melihat Rina Hazel keluar dari rumahnya.

"Pagi banget? Kemana?"

"Latihan pagi."

"Apa? Kamu juga latihan bela diri?"

Sebelumnya, Rina Hazel benar-benar tidak tahu bahwa tanpa diduga juga bisa bela diri.

"Cuma biar tetap bugar. Latihan ala kadar."

Danu Wanzel tidak dapat berbicara kepada siapapun tentang Lima Binatang Bermain untuk saat ini. Jadi dia hanya memberikan jawaban yang samar-samar.

"Jika kamu ingin belajar bela diri, aku akan mengajarimu nanti."

"Boleh." Danu Wanzel tersenyum ringan dan menerima hal itu.

"Baiklah. Aku sudah harus pergi bekerja. Nanti pas pulang ada waktu, aku akan mengajarimu beberapa teknik. Tidak hanya akan memperkuat tubuh, tetapi juga pertahanan diri."

Sambil berkata, Rina Hazel melambaikan tangannya ke Danu Wanzel dan melangkah keluar halaman.

Setelah melihat Rina Hazel pergi, Danu Wanzel kembali ke kamarnya dan dengan cepat beres-beres sedikit. Dia kemudian naik taksi dan bergegas ke vila keluarga Chandra.

Sesuai rencana, hari ini Danu akan memberi Cintya suntikan lagi hari ini.

Sesampainya di vila keluarga Chandra, Danu Wanzel tidak melihat Aries Chandra dan Bianca, melainkan dua pria berusia tiga puluhan.

"Apakah ini Tuan Danu?" Salah satu dari mereka melihat Danu Wanzel masuk dan berinisiatif berjalan ke arahnya. "Izinkan aku memperkenalkan diri terlebih dahulu. Aku Suanto Chandra, ayah Cintya. Terima kasih Tuan Danu karena telah menyelamatkan putri ku. Benar-benar terima kasih banyak."

"Halo." Danu Wanzel memandang Suanto Chandra dan berkata, "Ini juga merupakan takdir antara aku dan Cintya. Terlebih lagi, aku seorang dokter. Sudah tugas aku untuk mengobati dan menyelamatkan orang."

"Tuan Danu, ini kartu nama saya." kata Suanto Chandra sambil memberikan sebuah kartu nama berlapis emas kepada Danu Wanzel dan berkata, "Ini adalah nomor telepon pribadiku. Akan aktif 24 jam sehari. Jika Tuan Danu punya keperluan apa pun kedepannya, silakan hubungiku kapan saja."

Mendengar ini, Danu Wanzel hanya tersenyum tipis, melihat-lihat kartu nama itu dan menyimpannya tanpa berkata apa-apa lagi.

"Kak, apakah kamu yakin anak ini bisa menyembuhkan penyakit jantung bawaan?"

Pada saat ini, orang satunya lagi maju, menatap Danu Wanzel dengan dingin lalu berkata kepada Suanto Chandra.

"Pamanmu berkata bahwa Tuan Danu pasti dapat menyembuhkan penyakit Cintya. Aku secara alami akan percaya pada Tuan Danu tanpa syarat," kata Suanto Chandra dengan penuh keyakinan.

"Melihat usianya yang masih muda, kulihat, dia mungkin pembohong."

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

100