chapter 2 Tembus Pandang
by Wisely
14:36,Jan 09,2024
Danu Wanzel mengusap-usap matanya yang sedikit perih.
Menatap siluet Inggrid Jaw yang menjauh, setelah baru saja menggunakan fungsi tembus pandang, mata Danu Wanzel terasa sangat perih. Hal ini membuatnya menyadari bahwa menggunakan fungsi tembus pandang tidak bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja sesuka hati.
Adapun bagaimana cara meningkatkan waktu penggunaan tembus pandang tanpa membuat mata perih,Danu Wanzel tidak tahu. Tetapi setelah mencoba, dia sementara ini menemukan suatu pola.
Saat ini, ketika Danu Wanzel menggunakan fungsi tembus pandang, setiap kali hanya bisa bertahan selama lima belas detik. Setelah itu, dia harus beristirahat dengan menutup mata. Jika tidak, matanya akan sangat perih dan air mata akan keluar secara otomatis.
Dengan begitu, matanya saat ini seolah tak sanggup menanggung penggunaan tembus pandang dalam waktu yang lama.
Mengambil napas dalam-dalam, Danu Wanzel memejamkan mata dan memilah-milah informasi yang memenuhi pikirannya seperti gelombang pasang.
Danu Wanzel tidak tahu mengapa warisan Dato Dokter tiba-tiba muncul di benak pikirannya. Tetapi aliran informasi di benak pikirannya begitu jelas. Danu Wanzel yang memiliki latar belakang kedokteran, maka dari itu dia dapat dengan mudah mengenali hal itu secara sekilas.
Pada saat ini, Danu Wanzel tidak hanya memiliki fungsi tembus pandang, tetapi juga memiliki sumber daya dalam pikirannya yang merupakan catatan medis yang tak terbayangkan oleh banyak orang sepanjang hidup mereka.
Selain pengobatan tradisional seperti akupunktur dan pijat, informasi tentang efek dari berbagai macam obat Tiongkok, reaksi yang mungkin dihasilkan dari kombinasi obat-obatan Tiongkok, serta detail-detail dan resep obat yang sangat langka. Semuanya membuat Danu Wanzel terkesan.
Selain itu, Danu Wanzel bahkan menemukan bahwa di antara aliran informasi yang sangat besar ini, terdapat juga 'Lima Binatang Bermain' dari Dato Dr. Harlem.
Yang berbeda dari 'Lima Binatang Bermain' yang dikenal secara tradisional adalah 'Lima Binatang Bermain' dalam pikirannya tanpa diduga memiliki lima jenis kungfu yang berbeda, mulai dari latihan fisik hingga pertarungan nyata yang hampir dapat dilakukan dalam satu nafas sekaligus.
Di tengah raungan benak pikiran Danu Wanzel, dia sangat terkejut dengan warisan Dato Dokter yang mendadak ini.
"Kak, kamu engga kenapa-kenapa, kan?"
Saat Danu Wanzel sedang merenungkan hal ini, suara lembut seperti anak kecil mengalihkan perhatiannya kembali ke dunia nyata.
Danu Wanzel membuka matanya, melihat sosok kecil di samping ranjang rumah sakit, dan segera menunjukkan senyuman.
Ini adalah seorang anak perempuan kecil berumur sekitar empat atau lima tahun, mengenakan gaun rumah sakit kecil. Anak itu memiliki paras yang bersinar dan halus, terutama dengan sepasang mata yang besar, penuh kelincahan dan sangat imut.
Pada saat ini, anak perempuan itu mengedipkan matanya yang besar dan menatap Danu Wanzel. Ketika dia melihat Danu Wanzel membuka matanya dan menatapnya, sebuah senyuman muncul di wajah kecilnya, memperlihatkan dua gigi harimau kecil yang menggemaskan.
"Bijak sekali. Kakak baik-baik saja. Makasih ya untuk tadi."
Danu Wanzel mengulurkan tangan, mengelus-elus rambut hitam panjang anak kecil itu dan berkata sambil tersenyum. Saat pikirannya masih penuh dengan kebisingan dan bergejolak akibat warisan yang dia terima, dia terdengar suara anak kecil itu memanggil dokter.
"Guru mengajari kami untuk membantu orang lain untuk bahagia. Jadi, kakak tidak perlu mengucapkan terima kasih kepada Cintya."
Anak kecil itu berkata sambil tersenyum. Wajahnya yang lembut penuh dengan senyuman dan tampang polosnya membuat mood Danu Wanzel meningkat pesat.
"Patuh sekali."
Danu Wanzel tersenyum dan mengangguk sambil memandangi anak kecil cantik di hadapannya. Dia tidak tahu apakah itu hanya ilusi, namun dia selalu merasa anak kecil bernama Cintya ini sepertinya sedang dalam kondisi kronis.
"Cintya, mana yang engga nyaman sampai datang ke rumah sakit?"
Danu Wanzel membuka percakapan dan bertanya, tetapi ketika suaranya terdengar, Cintya tidak langsung menjawab. Dia berbalik dan dengan langkah kecil mendekati tempat tidurnya sendiri, mengambil beberapa makanan.
"Kak, cobalah. Ini ayam goreng favoritku."
Cintya mengeluarkan sayap ayam dan menyerahkannya kepada Danu Wanzel. Ekspresi wajahnya sangat serius, dan matanya yang besar penuh dengan harapan. Danu Wanzel mengangguk tak berdaya dan mengambilnya.
"Sebenarnya Cintya baik-baik saja. Hanya tiba-tiba pingsan dan dikirim ke sini sementara. Namun, pemeriksaan telah selesai dan Cintya baik-baik saja. Besok sudah bisa pulang."
Cintya meraih sepotong paha ayam kecil, membuka mulut kecilnya dan menggigitnya. Dalam waktu yang bersamaan, aroma harum yang kental dengan sedikit sari dari paha ayam tersebut meluap dari sudut bibirnya.
"Bibi di rumah sakit tidak memperbolehkan Cintya memakan ini, tapi Cintya tetap tidak bisa menahannya, hehe."
Cintya menyeka jus dari sudut bibirnya dan menatap Danu Wanzel dengan mata besarnya, "Kakak kok engga makan? Enak banget, loh."
Danu Wanzel terkejut sesaat, lalu mengangguk sambil tersenyum. Setelah menggigitnya, dia melihat Cintya tersenyum bahagia, dalam hatinya tak kuasa merasa sedikit lega.
Meskipun baru saja menerima warisan Dato Dokter, penglihatan Danu Wanzel masih tajam. Cintya tampak bersemangat, tetapi terdapat sedikit kelelahan yang berasal dari lubuk hatinya. Dia bisa merasakan bahwa senyuman yang dipancarkan oleh anak kecil yang cantik itu hanya menunjukkan optimisme terhadap masa depannya sendiri, tidak lebih dari itu.
Danu Wanzel menarik napas dalam-dalam, menatap sayap ayam di tangannya, dan memandang Cintya yang polos dan ceria di hadapannya. Pikirannya tiba-tiba bergerak. Di sepasang matanya, sebuah sensasi dingin yang sedikit menyejukkan muncul.
Mata Danu Wanzel perlahan-lahan memindai tubuh Cintya, mata Danu Wanzel jernih, dan ekspresi wajahnya serius. Saat dia perlahan-lahan keluar dari dalam ke luar, matanya tiba-tiba membeku pada saat tertentu.
Pada saat yang sama, perasaan masam yang intens membuat mata Danu Wanzel tiba-tiba menjadi sangat tidak nyaman, hampir membuatnya menangis tanpa bisa menahan diri.
"Kakak, kenapa kamu menangis?"
Tangan Cintya yang memegang paha ayam berhenti sejenak. Dia menatap Danu Wanzel yang tiba-tiba menitikkan air mata dan tertegun. Dengan ekspresi khawatir di wajahnya dan berkata dengan suara yang manis.
"Gapapa. Kakak tersentuh oleh sayap ayam Cintya."
Danu Wanzel segera tersadar, dengan santai membuat kebohongan putih sesuka hati. Sementara itu, pikiran di benaknya berputar dengan cepat.
Dia baru saja menemukan bahwa detak jantung Cintya tampaknya jauh lebih lambat dari orang normal.
Jika tebakannya benar, Cintya mungkin mengidap penyakit jantung bawaan. Penyakit seperti ini hampir tidak bisa disembuhkan. Sepanjang hidupnya akan berlalu seiring berjalannya waktu, seperti sebuah bom waktu yang siap meledak kapan saja.
Dalam kasus yang ringan, hal ini dapat menyebabkan komplikasi lain. Dalam kasus yang parah, sering pula terjadi kematian secara langsung.
Danu Wanzel hampir tidak bisa membayangkan bahwa anak kecil yang cantik di hadapannya ini akan menderita penyakit seperti itu.
Dalam benak pikirannya, Danu Wanzel mengingat kembali pengetahuan medis yang diwariskan kepadany. Samar-samar dia mengingat sepertinya dia pernah membaca sesuatu tentang penyembuhan penyakit jantung bawaan.
Meskipun tidak memiliki hubungan darah dengan Cinty, Danu Wanzel saat ini merasakan dorongan yang kuat. Danu ingin menyembuhkan gadis kecil yang menggemaskan ini agar dia tidak perlu lagi menghadapi bahaya penyakit yang mungkin datang kapan saja dalam hidupnya.
"Ketemu."
Danu Wanzel terkejut-kejut melihat informasi yang tiba-tiba muncul dalam benak pikirannya. Di saat yang sama, sentuhan kegembiraan muncul di hatinya, tapi dia juga kaget.
Menatap siluet Inggrid Jaw yang menjauh, setelah baru saja menggunakan fungsi tembus pandang, mata Danu Wanzel terasa sangat perih. Hal ini membuatnya menyadari bahwa menggunakan fungsi tembus pandang tidak bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja sesuka hati.
Adapun bagaimana cara meningkatkan waktu penggunaan tembus pandang tanpa membuat mata perih,Danu Wanzel tidak tahu. Tetapi setelah mencoba, dia sementara ini menemukan suatu pola.
Saat ini, ketika Danu Wanzel menggunakan fungsi tembus pandang, setiap kali hanya bisa bertahan selama lima belas detik. Setelah itu, dia harus beristirahat dengan menutup mata. Jika tidak, matanya akan sangat perih dan air mata akan keluar secara otomatis.
Dengan begitu, matanya saat ini seolah tak sanggup menanggung penggunaan tembus pandang dalam waktu yang lama.
Mengambil napas dalam-dalam, Danu Wanzel memejamkan mata dan memilah-milah informasi yang memenuhi pikirannya seperti gelombang pasang.
Danu Wanzel tidak tahu mengapa warisan Dato Dokter tiba-tiba muncul di benak pikirannya. Tetapi aliran informasi di benak pikirannya begitu jelas. Danu Wanzel yang memiliki latar belakang kedokteran, maka dari itu dia dapat dengan mudah mengenali hal itu secara sekilas.
Pada saat ini, Danu Wanzel tidak hanya memiliki fungsi tembus pandang, tetapi juga memiliki sumber daya dalam pikirannya yang merupakan catatan medis yang tak terbayangkan oleh banyak orang sepanjang hidup mereka.
Selain pengobatan tradisional seperti akupunktur dan pijat, informasi tentang efek dari berbagai macam obat Tiongkok, reaksi yang mungkin dihasilkan dari kombinasi obat-obatan Tiongkok, serta detail-detail dan resep obat yang sangat langka. Semuanya membuat Danu Wanzel terkesan.
Selain itu, Danu Wanzel bahkan menemukan bahwa di antara aliran informasi yang sangat besar ini, terdapat juga 'Lima Binatang Bermain' dari Dato Dr. Harlem.
Yang berbeda dari 'Lima Binatang Bermain' yang dikenal secara tradisional adalah 'Lima Binatang Bermain' dalam pikirannya tanpa diduga memiliki lima jenis kungfu yang berbeda, mulai dari latihan fisik hingga pertarungan nyata yang hampir dapat dilakukan dalam satu nafas sekaligus.
Di tengah raungan benak pikiran Danu Wanzel, dia sangat terkejut dengan warisan Dato Dokter yang mendadak ini.
"Kak, kamu engga kenapa-kenapa, kan?"
Saat Danu Wanzel sedang merenungkan hal ini, suara lembut seperti anak kecil mengalihkan perhatiannya kembali ke dunia nyata.
Danu Wanzel membuka matanya, melihat sosok kecil di samping ranjang rumah sakit, dan segera menunjukkan senyuman.
Ini adalah seorang anak perempuan kecil berumur sekitar empat atau lima tahun, mengenakan gaun rumah sakit kecil. Anak itu memiliki paras yang bersinar dan halus, terutama dengan sepasang mata yang besar, penuh kelincahan dan sangat imut.
Pada saat ini, anak perempuan itu mengedipkan matanya yang besar dan menatap Danu Wanzel. Ketika dia melihat Danu Wanzel membuka matanya dan menatapnya, sebuah senyuman muncul di wajah kecilnya, memperlihatkan dua gigi harimau kecil yang menggemaskan.
"Bijak sekali. Kakak baik-baik saja. Makasih ya untuk tadi."
Danu Wanzel mengulurkan tangan, mengelus-elus rambut hitam panjang anak kecil itu dan berkata sambil tersenyum. Saat pikirannya masih penuh dengan kebisingan dan bergejolak akibat warisan yang dia terima, dia terdengar suara anak kecil itu memanggil dokter.
"Guru mengajari kami untuk membantu orang lain untuk bahagia. Jadi, kakak tidak perlu mengucapkan terima kasih kepada Cintya."
Anak kecil itu berkata sambil tersenyum. Wajahnya yang lembut penuh dengan senyuman dan tampang polosnya membuat mood Danu Wanzel meningkat pesat.
"Patuh sekali."
Danu Wanzel tersenyum dan mengangguk sambil memandangi anak kecil cantik di hadapannya. Dia tidak tahu apakah itu hanya ilusi, namun dia selalu merasa anak kecil bernama Cintya ini sepertinya sedang dalam kondisi kronis.
"Cintya, mana yang engga nyaman sampai datang ke rumah sakit?"
Danu Wanzel membuka percakapan dan bertanya, tetapi ketika suaranya terdengar, Cintya tidak langsung menjawab. Dia berbalik dan dengan langkah kecil mendekati tempat tidurnya sendiri, mengambil beberapa makanan.
"Kak, cobalah. Ini ayam goreng favoritku."
Cintya mengeluarkan sayap ayam dan menyerahkannya kepada Danu Wanzel. Ekspresi wajahnya sangat serius, dan matanya yang besar penuh dengan harapan. Danu Wanzel mengangguk tak berdaya dan mengambilnya.
"Sebenarnya Cintya baik-baik saja. Hanya tiba-tiba pingsan dan dikirim ke sini sementara. Namun, pemeriksaan telah selesai dan Cintya baik-baik saja. Besok sudah bisa pulang."
Cintya meraih sepotong paha ayam kecil, membuka mulut kecilnya dan menggigitnya. Dalam waktu yang bersamaan, aroma harum yang kental dengan sedikit sari dari paha ayam tersebut meluap dari sudut bibirnya.
"Bibi di rumah sakit tidak memperbolehkan Cintya memakan ini, tapi Cintya tetap tidak bisa menahannya, hehe."
Cintya menyeka jus dari sudut bibirnya dan menatap Danu Wanzel dengan mata besarnya, "Kakak kok engga makan? Enak banget, loh."
Danu Wanzel terkejut sesaat, lalu mengangguk sambil tersenyum. Setelah menggigitnya, dia melihat Cintya tersenyum bahagia, dalam hatinya tak kuasa merasa sedikit lega.
Meskipun baru saja menerima warisan Dato Dokter, penglihatan Danu Wanzel masih tajam. Cintya tampak bersemangat, tetapi terdapat sedikit kelelahan yang berasal dari lubuk hatinya. Dia bisa merasakan bahwa senyuman yang dipancarkan oleh anak kecil yang cantik itu hanya menunjukkan optimisme terhadap masa depannya sendiri, tidak lebih dari itu.
Danu Wanzel menarik napas dalam-dalam, menatap sayap ayam di tangannya, dan memandang Cintya yang polos dan ceria di hadapannya. Pikirannya tiba-tiba bergerak. Di sepasang matanya, sebuah sensasi dingin yang sedikit menyejukkan muncul.
Mata Danu Wanzel perlahan-lahan memindai tubuh Cintya, mata Danu Wanzel jernih, dan ekspresi wajahnya serius. Saat dia perlahan-lahan keluar dari dalam ke luar, matanya tiba-tiba membeku pada saat tertentu.
Pada saat yang sama, perasaan masam yang intens membuat mata Danu Wanzel tiba-tiba menjadi sangat tidak nyaman, hampir membuatnya menangis tanpa bisa menahan diri.
"Kakak, kenapa kamu menangis?"
Tangan Cintya yang memegang paha ayam berhenti sejenak. Dia menatap Danu Wanzel yang tiba-tiba menitikkan air mata dan tertegun. Dengan ekspresi khawatir di wajahnya dan berkata dengan suara yang manis.
"Gapapa. Kakak tersentuh oleh sayap ayam Cintya."
Danu Wanzel segera tersadar, dengan santai membuat kebohongan putih sesuka hati. Sementara itu, pikiran di benaknya berputar dengan cepat.
Dia baru saja menemukan bahwa detak jantung Cintya tampaknya jauh lebih lambat dari orang normal.
Jika tebakannya benar, Cintya mungkin mengidap penyakit jantung bawaan. Penyakit seperti ini hampir tidak bisa disembuhkan. Sepanjang hidupnya akan berlalu seiring berjalannya waktu, seperti sebuah bom waktu yang siap meledak kapan saja.
Dalam kasus yang ringan, hal ini dapat menyebabkan komplikasi lain. Dalam kasus yang parah, sering pula terjadi kematian secara langsung.
Danu Wanzel hampir tidak bisa membayangkan bahwa anak kecil yang cantik di hadapannya ini akan menderita penyakit seperti itu.
Dalam benak pikirannya, Danu Wanzel mengingat kembali pengetahuan medis yang diwariskan kepadany. Samar-samar dia mengingat sepertinya dia pernah membaca sesuatu tentang penyembuhan penyakit jantung bawaan.
Meskipun tidak memiliki hubungan darah dengan Cinty, Danu Wanzel saat ini merasakan dorongan yang kuat. Danu ingin menyembuhkan gadis kecil yang menggemaskan ini agar dia tidak perlu lagi menghadapi bahaya penyakit yang mungkin datang kapan saja dalam hidupnya.
"Ketemu."
Danu Wanzel terkejut-kejut melihat informasi yang tiba-tiba muncul dalam benak pikirannya. Di saat yang sama, sentuhan kegembiraan muncul di hatinya, tapi dia juga kaget.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved