Bab 6 Part 6. Kisah di Masa Lalu
by Neng Gemoy
20:21,Dec 05,2023
Zu Min memasuki hutan larangan setelah hampir setengah jam melakukan perjalanan. Dengan obor di tangannya, dia menyusuri hutan sambil berteriak memanggil Zhi Ruo. Teriakannya memecah kesunyian di tempat itu. Pandangannya liar sambil melihat sekeliling. Namun, dia hanya melihat pohon-pohon besar diterpa cahaya bulan yang samar-samar.
"Zhi Ruo!" Kembali Zu Min memanggil gadis itu, tetapi sama sekali tidak ada balasan atau jejak dari Zhi Ruo.
"Tuan Muda, sebaiknya kita kembali. Ini sudah malam. Besok pagi kita akan mencari gadis itu lagi." Salah seorang anak buahnya yang baru datang tampak khawatir pada tuannya itu.
"Bagaimana aku bisa pulang sementara Zhi Ruo masih ada di dalam hutan ini? Sungguh aku menyesal karena sudah meninggalkannya sendiri."
Walau baru mengenal Zhi Ruo, tetapi gadis itu mampu meraih hatinya hingga membuatnya tidak ingin kehilangan.
"Zhi Ruo, kembalilah! Aku akan membawamu pulang!" Zu Min terus berseru memanggil nama gadis itu, tetapi sama sekali tidak ada jawaban. Yang terdengar hanya suara binatang malam yang membuat bulu kuduk merinding.
"Tuan Muda, tidakkah Tuan Muda merasa aneh dengan hutan ini? Bukankah, tempat ini sudah kita lewati tadi?"
Zu Min melihat sekeliling dan dia menyadari kalau tempat itu memang sudah dilaluinya beberapa kali.
"Tuan, sebaiknya kita kembali saja. Besok kita akan mencari gadis itu lagi."
Zu Min akhirnya kembali dengan membawa rasa penyesalan dan kekecewaan. Sungguh, dia tidak rela jika Zhi Ruo pergi meninggalkannya tanpa mengucapkan sepatah kata.
Sementara di dalam hutan, Zhi Ruo terlihat berbaring di dalam goa. Tampak api unggun menerangi hingga ruangan di dalam goa terang benderang.
Bayangan hitam yang telah berwujud sosok manusia tampak berdiri menatap Zhi Ruo. Tatapan matanya terlihat sedih. Perlahan, sosok itu berjalan mendekati Zhi Ruo dan duduk di sampingnya. Dia lalu menutupi tubuh gadis itu dengan selembar kulit harimau.
"Takdir baik ternyata tidak berpihak padamu. Sahabatmu mati di depan matamu dan ibumu mati karena kehilanganmu. Ah, kenapa aku harus bertemu denganmu di saat aku tidak lama lagi akan meninggalkan tempat ini?"
Sosok yang berwujud seorang lelaki itu masih menatap Zhi Ruo hingga perlahan gadis itu membuka matanya. Sontak, dia terkejut saat melihat lelaki asing duduk di depannya.
"Siapa kamu?" tanyanya sambil berusaha untuk menghindar. "Kenapa aku ada di sini? Ah, kepalaku sakit sekali!" Zhi Ruo memegang kepalanya yang berdenyut hebat. Melihat lelaki asing, dia tampak ketakutan.
"Jangan khawatir, aku tidak akan melukaimu. Aku hanya seorang pemburu yang kebetulan melewati tempat ini. Aku menemukanmu sudah tidak sadarkan diri. Oh, iya! Ada jasad seorang pemuda di sampingmu saat aku menemukanmu. Jasad pemuda itu sudah aku makamkan tak jauh dari tempat ini," jelas lelaki itu.
Zhi Ruo memegang kepalanya sembari mencoba untuk mengingat kejadian buruk yang menimpanya. Seketika, dia menangis saat mengingat Yuen yang rela mati untuknya.
"Yuen, maafkan aku." Zhi Ruo menangis mengingat sahabatnya itu. Sahabat yang rela berkorban nyawa demi menyelamatkannya.
Zhi Ruo menangis sesenggukan saat mengingat Yuen dan ibunya. Dia terlihat sedih karena sekarang dirinya hidup sebatang kara. Dia bingung karena tidak memiliki tempat untuk pulang.
"Ibu, apa yang harus aku lakukan? Aku sangat merindukanmu."
Zhi Ruo masih menangis. Sementara lelaki itu menatapnya iba. Walau begitu, dia tidak bisa berbuat apa-apa selain mendengar tangisan Zhi Ruo yang terdengar pilu.
"Maaf, jika tangisanku sudah mengganggumu," ucap Zhi Ruo seraya menatap lelaki itu. Dia lalu menghapus air matanya perlahan.
"Tidak masalah. Sebaiknya, kamu istirahat saja. Aku akan menyiapkan makan malam untuk kita."
Lelaki itu kemudian pergi. Tidak lama kemudian, dia kembali dengan membawa seekor kelinci dan beberapa aneka buah-buahan. Buah-buahan itu lalu diletakkan di dekat Zhi Ruo. "Makanlah buah-buahan ini. Sementara aku akan memanggang kelinci untuk makan malam kita."
"Terima kasih."
Zhi Ruo tersenyum sambil mengambil salah satu buah dan memakannya. Lelaki itu lantas memanggang kelinci di atas api unggun yang sudah dibuatnya.
Semerbak aroma daging panggang menyeruak di dalam goa. Zhi Ruo tertegun sembari duduk di depan api unggun. Tatapan matanya berbinar saat melihat lelaki itu membolak-balikkan daging kelinci di atas panggangan. Melihatnya, lelaki itu tersenyum hingga memperlihatkan deretan giginya yang putih.
Setelah menunggu, akhirnya makan malam mereka telah siap. Zhi Ruo tersenyum saat disodorkan potongan daging panggang.
"Tidakkah ini terlalu banyak buatku? Kenapa bagianmu hanya sedikit?" Zhi Ruo lantas memberikan beberapa potong padanya, tetapi lelaki itu menolak.
"Makanlah, ini sudah cukup buatku. Lagi pula, tadi aku sudah makan. Makanlah agar kamu bisa kembali bugar." Lelaki itu menolak dengan halus. Dia memberikan kembali potongan daging itu pada Zhi Ruo.
Sejenak, suasana hening karena Zhi Ruo begitu menikmati makan malamnya. Sejak tadi siang, dia belum mengisi perutnya. Saat melihat daging panggang yang tersaji membuatnya kalap. Lelaki itu hanya tersenyum melihat tingkahnya.
"Setelah ini, apa yang akan kamu lakukan?"
Pertanyaan lelaki itu membuat Zhi Ruo menghentikan kunyahannya.
"Aku tidak tahu. Aku sudah kehilangan orang-orang yang aku cintai. Jika aku keluar dari hutan ini, orang-orang suruhan wanita itu pasti akan mencariku. Ah, andai Tuan tidak menolongku, mungkin saja aku sudah mati di tangan mereka." Zhi Ruo terlihat sedih. Kembali, dia menitikkan air mata.
"Tuan, apa Tuan akan pergi dari hutan ini? Jika Tuan mengizinkan, apa boleh aku ikut dengan Tuan? Setelah aku rasa aman dari kejaran mereka, aku akan pergi dan tidak lagi mengikuti Tuan. Apa Tuan tidak keberatan?" Zhi Ruo menatap lelaki itu dan mengharapkan jawabannya, tetapi lelaki itu hanya tersenyum kecut.
"Aku tidak bisa meninggalkan hutan ini. Hutan ini adalah rumahku dan aku tidak punya rumah yang lain untuk pulang. Kalau mau, kamu boleh tinggal di sini."
Zhi Ruo terlihat kecewa karena dia tidak ingin tinggal di dalam hutan. Dia ingin menjalani kehidupan normal seperti orang-orang pada umumnya.
"Aku tidak akan memaksa jika kamu tidak ingin tinggal di sini. Besok, aku akan mengantarmu ke perbatasan hutan dan kamu bisa meninggalkan hutan ini dengan aman."
Zhi Ruo hanya tersenyum seraya mengangguk. Dengan lahap, dia kembali menyantap daging panggang yang masih tersisa.
"Tidurlah di sini, aku akan tidur di luar. Jangan khawatir, tempat ini sangat aman dari jangkauan manusia atau binatang buas. Tidurlah."
Lelaki itu lantas meninggalkan Zhi Ruo. Zhi Ruo kemudian berbaring di atas lantai goa yang sudah dialasi daun-daun lembut nan hangat.
Tidak menunggu lama, Zhi Ruo terbuai dalam mimpi. Dia tertidur lelap karena kehangatan di dalam goa.
Sementara di mulut goa, lelaki itu berdiri. Cahaya bulan purnama yang bersinar terang menerpa wajahnya. Sosok lelaki yang terlihat gagah dengan rupa wajah yang sangat menawan. Wajah yang memukau dengan ketampanan bak seorang dewa.
Sekitar seribu tahun yang lalu, lelaki itu dikurung di dalam hutan karena dosa yang sudah diperbuat olehnya. Dosa yang tidak patut dilakukan oleh seorang dewa. Dosa yang memaksanya untuk menjalani hukuman selama seribu tahun dan merenungi atas semua kesalahannya.
"Li Quan, jalanilah hukumanmu di hutan ini selama seribu tahun. Jangan pernah lagi kamu membunuh. Kamu tidak akan pernah bisa keluar dari hutan ini. Dan selama kamu di sini, maka renungkanlah kesalahanmu itu."
Seorang lelaki tua dengan jenggot putih yang menjuntai tampak berdiri di atas bayangan putih seperti gumpalan awan. Lelaki yang sangat dihargai oleh seluruh penduduk langit itu terlihat berwibawa.
"Ayah, tidakkah Ayah kasihan padaku? Aku hanya mencintai wanita dari kalangan manusia dan apa karena itu Ayah menghukumku?"
"Li Quan! Hanya karena wanita itu kamu telah membunuh manusia. Bukankah kamu tahu kalau kita tidak boleh membunuh manusia?" Lelaki itu terlihat marah.
"Ayah, bagaimana bisa aku dihukum karena membela kehormatan wanita? Dia wanita yang aku cintai dan apa mungkin aku hanya bisa melihat manusia-manusia laknat itu menyakitinya?"
Kembali penggalan-penggalan masa lalu melintas di ingatannya. Masa lalu yang membuatnya dihukum karena telah membunuh manusia yang akan menodai kekasihnya.
Perlahan, air mata jatuh karena mengingat wajah wanita yang tak pernah hilang dari ingatannya. Sejenak, dia memalingkan wajahnya ke mulut goa dengan senyuman getir. "Apakah, kamu masih ingat padaku, Zhi Ruo?"
Rupanya, Zhi Ruo memiliki wajah yang sangat mirip dengan wanita yang dicintai oleh Li Quan di masa lalu. Itulah mengapa, gadis itu selalu bisa selamat saat memasuki hutan larangan. Padahal, tidak satu pun manusia yang bisa keluar dari hutan larangan dengan kondisi normal. Walau tidak mati, tetapi mereka pasti ditemukan dalam keadaan gila atau mengalami lupa ingatan di sekitar hutan larangan.
Li Quan adalah anak seorang dewa. Ketampanan wajahnya sudah sangat terkenal di Istana Langit. Banyak dewa-dewa yang iri atas ketampanannya itu dan tidak sedikit para dewi yang menyanjungnya dalam diam.
Dengan ketampanannya, Li Quan bisa dengan mudah mendapat dewi mana pun untuk menjadi pendampingnya, tetapi dia sudah telanjur jatuh hati pada sosok manusia. Wanita muda dengan kecantikan alami dan kelembutan yang berhasil memukau hatinya.
Diam-diam, Li Quan sering mengikuti gadis itu dalam bentuk rupa-rupa. Terkadang, dia menjadi wanita tua yang sedang kesulitan. Dan gadis itu selalu saja membuatnya jatuh hati dengan kebaikannya. Tak hanya baik, tetapi dia juga memiliki hati yang lembut.
Ada kalanya, dia menjadi seorang anak kecil yang menangis sendirian. Dan lagi-lagi, gadis itu membantu tanpa pamrih. Sungguh, tak hanya cantik, tetapi gadis itu juga memiliki kepedulian pada sesama.
Itulah mengapa, dia begitu murka saat melihat wanita itu hampir diperkosa oleh sekelompok lelaki yang memandangnya dengan penuh nafsu. Seketika, wujud aslinya muncul. Tanpa ragu, dengan pukulan cahaya putih dari telapak tangannya, sekelompok pria itu seketika mati dengan tragis.
"Nona, apa kamu baik-baik saja?" Li Quan mendekati gadis itu yang menangis ketakutan. Spontan, gadis itu memeluknya dan menangis dalam pelukannya.
"Terima kasih, Tuan. Terima kasih." Gadis itu menangis sesenggukan. Li Quan lantas membalas pelukannya.
Sejak saat itu, mereka mulai dekat. Bahkan, mereka menjalin kasih walau gadis itu tidak mengetahui identitas dari lelaki yang sudah menolongnya itu. Sehingga suatu hari, mereka harus berpisah karena tiba-tiba saja beberapa orang lelaki yang mengenakan jubah putih datang dan membawa Li Quan pergi. Sambil menangis, gadis itu hanya bisa melihat Li Quan menghilang bersama orang-orang yang baginya terlihat aneh.
Gadis itu menangis karena kekasihnya telah pergi. Walau begitu, dia tetap menunggu di tempat terakhir mereka berpisah. Setiap hari, dia selalu datang ke tempat itu dan berharap akan bertemu kembali dengan kekasihnya. Namun, hingga ajal menjemput mereka tidak pernah bertemu lagi. Gadis itu ditemukan tak bernyawa di bawah pohon sakura yang merupakan saksi cinta mereka.
Penggalan kisah di masa lalu kembali mengusik lelaki itu. Walau Zhi Ruo tidak mengingatnya, tetapi wajah gadis itu tak pernah hilang dari ingatannya. Walau begitu, dia tidak akan membuka jati dirinya atau membuat Zhi Ruo mengingatnya. Dia sudah bertekad untuk mengeluarkan Zhi Ruo dari hutan larangan dengan selamat walau dia harus kembali kehilangan.
"Maafkan aku karena kita tidak harus bersama. Aku akan melepasmu. Hiduplah dengan selayaknya karena takdir kita bukan untuk bersama. Dunia kita sangat jauh berbeda."
Lelaki yang bernama Li Quan itu menitikkan air mata sembari menatap bulan purnama yang memancar indah di atas langit hitam.
Tanpa disadarinya, Zhi Ruo sudah berdiri di belakangnya. Gadis itu ikut menatap bulan purnama. Seketika, Li Quan terkejut karena kilasan peristiwa lama kembali mengusik jiwanya. Kilasan memori indah yang pernah mereka lewati bersama.
Berdua, mereka terpaku menatap keindahan bulan purnama yang memancar cahaya indah dengan sebuah ungkapan kata cinta yang pernah terucap.
"Zhi Ruo, aku mencintaimu."
To Be Continued...
"Zhi Ruo!" Kembali Zu Min memanggil gadis itu, tetapi sama sekali tidak ada balasan atau jejak dari Zhi Ruo.
"Tuan Muda, sebaiknya kita kembali. Ini sudah malam. Besok pagi kita akan mencari gadis itu lagi." Salah seorang anak buahnya yang baru datang tampak khawatir pada tuannya itu.
"Bagaimana aku bisa pulang sementara Zhi Ruo masih ada di dalam hutan ini? Sungguh aku menyesal karena sudah meninggalkannya sendiri."
Walau baru mengenal Zhi Ruo, tetapi gadis itu mampu meraih hatinya hingga membuatnya tidak ingin kehilangan.
"Zhi Ruo, kembalilah! Aku akan membawamu pulang!" Zu Min terus berseru memanggil nama gadis itu, tetapi sama sekali tidak ada jawaban. Yang terdengar hanya suara binatang malam yang membuat bulu kuduk merinding.
"Tuan Muda, tidakkah Tuan Muda merasa aneh dengan hutan ini? Bukankah, tempat ini sudah kita lewati tadi?"
Zu Min melihat sekeliling dan dia menyadari kalau tempat itu memang sudah dilaluinya beberapa kali.
"Tuan, sebaiknya kita kembali saja. Besok kita akan mencari gadis itu lagi."
Zu Min akhirnya kembali dengan membawa rasa penyesalan dan kekecewaan. Sungguh, dia tidak rela jika Zhi Ruo pergi meninggalkannya tanpa mengucapkan sepatah kata.
Sementara di dalam hutan, Zhi Ruo terlihat berbaring di dalam goa. Tampak api unggun menerangi hingga ruangan di dalam goa terang benderang.
Bayangan hitam yang telah berwujud sosok manusia tampak berdiri menatap Zhi Ruo. Tatapan matanya terlihat sedih. Perlahan, sosok itu berjalan mendekati Zhi Ruo dan duduk di sampingnya. Dia lalu menutupi tubuh gadis itu dengan selembar kulit harimau.
"Takdir baik ternyata tidak berpihak padamu. Sahabatmu mati di depan matamu dan ibumu mati karena kehilanganmu. Ah, kenapa aku harus bertemu denganmu di saat aku tidak lama lagi akan meninggalkan tempat ini?"
Sosok yang berwujud seorang lelaki itu masih menatap Zhi Ruo hingga perlahan gadis itu membuka matanya. Sontak, dia terkejut saat melihat lelaki asing duduk di depannya.
"Siapa kamu?" tanyanya sambil berusaha untuk menghindar. "Kenapa aku ada di sini? Ah, kepalaku sakit sekali!" Zhi Ruo memegang kepalanya yang berdenyut hebat. Melihat lelaki asing, dia tampak ketakutan.
"Jangan khawatir, aku tidak akan melukaimu. Aku hanya seorang pemburu yang kebetulan melewati tempat ini. Aku menemukanmu sudah tidak sadarkan diri. Oh, iya! Ada jasad seorang pemuda di sampingmu saat aku menemukanmu. Jasad pemuda itu sudah aku makamkan tak jauh dari tempat ini," jelas lelaki itu.
Zhi Ruo memegang kepalanya sembari mencoba untuk mengingat kejadian buruk yang menimpanya. Seketika, dia menangis saat mengingat Yuen yang rela mati untuknya.
"Yuen, maafkan aku." Zhi Ruo menangis mengingat sahabatnya itu. Sahabat yang rela berkorban nyawa demi menyelamatkannya.
Zhi Ruo menangis sesenggukan saat mengingat Yuen dan ibunya. Dia terlihat sedih karena sekarang dirinya hidup sebatang kara. Dia bingung karena tidak memiliki tempat untuk pulang.
"Ibu, apa yang harus aku lakukan? Aku sangat merindukanmu."
Zhi Ruo masih menangis. Sementara lelaki itu menatapnya iba. Walau begitu, dia tidak bisa berbuat apa-apa selain mendengar tangisan Zhi Ruo yang terdengar pilu.
"Maaf, jika tangisanku sudah mengganggumu," ucap Zhi Ruo seraya menatap lelaki itu. Dia lalu menghapus air matanya perlahan.
"Tidak masalah. Sebaiknya, kamu istirahat saja. Aku akan menyiapkan makan malam untuk kita."
Lelaki itu kemudian pergi. Tidak lama kemudian, dia kembali dengan membawa seekor kelinci dan beberapa aneka buah-buahan. Buah-buahan itu lalu diletakkan di dekat Zhi Ruo. "Makanlah buah-buahan ini. Sementara aku akan memanggang kelinci untuk makan malam kita."
"Terima kasih."
Zhi Ruo tersenyum sambil mengambil salah satu buah dan memakannya. Lelaki itu lantas memanggang kelinci di atas api unggun yang sudah dibuatnya.
Semerbak aroma daging panggang menyeruak di dalam goa. Zhi Ruo tertegun sembari duduk di depan api unggun. Tatapan matanya berbinar saat melihat lelaki itu membolak-balikkan daging kelinci di atas panggangan. Melihatnya, lelaki itu tersenyum hingga memperlihatkan deretan giginya yang putih.
Setelah menunggu, akhirnya makan malam mereka telah siap. Zhi Ruo tersenyum saat disodorkan potongan daging panggang.
"Tidakkah ini terlalu banyak buatku? Kenapa bagianmu hanya sedikit?" Zhi Ruo lantas memberikan beberapa potong padanya, tetapi lelaki itu menolak.
"Makanlah, ini sudah cukup buatku. Lagi pula, tadi aku sudah makan. Makanlah agar kamu bisa kembali bugar." Lelaki itu menolak dengan halus. Dia memberikan kembali potongan daging itu pada Zhi Ruo.
Sejenak, suasana hening karena Zhi Ruo begitu menikmati makan malamnya. Sejak tadi siang, dia belum mengisi perutnya. Saat melihat daging panggang yang tersaji membuatnya kalap. Lelaki itu hanya tersenyum melihat tingkahnya.
"Setelah ini, apa yang akan kamu lakukan?"
Pertanyaan lelaki itu membuat Zhi Ruo menghentikan kunyahannya.
"Aku tidak tahu. Aku sudah kehilangan orang-orang yang aku cintai. Jika aku keluar dari hutan ini, orang-orang suruhan wanita itu pasti akan mencariku. Ah, andai Tuan tidak menolongku, mungkin saja aku sudah mati di tangan mereka." Zhi Ruo terlihat sedih. Kembali, dia menitikkan air mata.
"Tuan, apa Tuan akan pergi dari hutan ini? Jika Tuan mengizinkan, apa boleh aku ikut dengan Tuan? Setelah aku rasa aman dari kejaran mereka, aku akan pergi dan tidak lagi mengikuti Tuan. Apa Tuan tidak keberatan?" Zhi Ruo menatap lelaki itu dan mengharapkan jawabannya, tetapi lelaki itu hanya tersenyum kecut.
"Aku tidak bisa meninggalkan hutan ini. Hutan ini adalah rumahku dan aku tidak punya rumah yang lain untuk pulang. Kalau mau, kamu boleh tinggal di sini."
Zhi Ruo terlihat kecewa karena dia tidak ingin tinggal di dalam hutan. Dia ingin menjalani kehidupan normal seperti orang-orang pada umumnya.
"Aku tidak akan memaksa jika kamu tidak ingin tinggal di sini. Besok, aku akan mengantarmu ke perbatasan hutan dan kamu bisa meninggalkan hutan ini dengan aman."
Zhi Ruo hanya tersenyum seraya mengangguk. Dengan lahap, dia kembali menyantap daging panggang yang masih tersisa.
"Tidurlah di sini, aku akan tidur di luar. Jangan khawatir, tempat ini sangat aman dari jangkauan manusia atau binatang buas. Tidurlah."
Lelaki itu lantas meninggalkan Zhi Ruo. Zhi Ruo kemudian berbaring di atas lantai goa yang sudah dialasi daun-daun lembut nan hangat.
Tidak menunggu lama, Zhi Ruo terbuai dalam mimpi. Dia tertidur lelap karena kehangatan di dalam goa.
Sementara di mulut goa, lelaki itu berdiri. Cahaya bulan purnama yang bersinar terang menerpa wajahnya. Sosok lelaki yang terlihat gagah dengan rupa wajah yang sangat menawan. Wajah yang memukau dengan ketampanan bak seorang dewa.
Sekitar seribu tahun yang lalu, lelaki itu dikurung di dalam hutan karena dosa yang sudah diperbuat olehnya. Dosa yang tidak patut dilakukan oleh seorang dewa. Dosa yang memaksanya untuk menjalani hukuman selama seribu tahun dan merenungi atas semua kesalahannya.
"Li Quan, jalanilah hukumanmu di hutan ini selama seribu tahun. Jangan pernah lagi kamu membunuh. Kamu tidak akan pernah bisa keluar dari hutan ini. Dan selama kamu di sini, maka renungkanlah kesalahanmu itu."
Seorang lelaki tua dengan jenggot putih yang menjuntai tampak berdiri di atas bayangan putih seperti gumpalan awan. Lelaki yang sangat dihargai oleh seluruh penduduk langit itu terlihat berwibawa.
"Ayah, tidakkah Ayah kasihan padaku? Aku hanya mencintai wanita dari kalangan manusia dan apa karena itu Ayah menghukumku?"
"Li Quan! Hanya karena wanita itu kamu telah membunuh manusia. Bukankah kamu tahu kalau kita tidak boleh membunuh manusia?" Lelaki itu terlihat marah.
"Ayah, bagaimana bisa aku dihukum karena membela kehormatan wanita? Dia wanita yang aku cintai dan apa mungkin aku hanya bisa melihat manusia-manusia laknat itu menyakitinya?"
Kembali penggalan-penggalan masa lalu melintas di ingatannya. Masa lalu yang membuatnya dihukum karena telah membunuh manusia yang akan menodai kekasihnya.
Perlahan, air mata jatuh karena mengingat wajah wanita yang tak pernah hilang dari ingatannya. Sejenak, dia memalingkan wajahnya ke mulut goa dengan senyuman getir. "Apakah, kamu masih ingat padaku, Zhi Ruo?"
Rupanya, Zhi Ruo memiliki wajah yang sangat mirip dengan wanita yang dicintai oleh Li Quan di masa lalu. Itulah mengapa, gadis itu selalu bisa selamat saat memasuki hutan larangan. Padahal, tidak satu pun manusia yang bisa keluar dari hutan larangan dengan kondisi normal. Walau tidak mati, tetapi mereka pasti ditemukan dalam keadaan gila atau mengalami lupa ingatan di sekitar hutan larangan.
Li Quan adalah anak seorang dewa. Ketampanan wajahnya sudah sangat terkenal di Istana Langit. Banyak dewa-dewa yang iri atas ketampanannya itu dan tidak sedikit para dewi yang menyanjungnya dalam diam.
Dengan ketampanannya, Li Quan bisa dengan mudah mendapat dewi mana pun untuk menjadi pendampingnya, tetapi dia sudah telanjur jatuh hati pada sosok manusia. Wanita muda dengan kecantikan alami dan kelembutan yang berhasil memukau hatinya.
Diam-diam, Li Quan sering mengikuti gadis itu dalam bentuk rupa-rupa. Terkadang, dia menjadi wanita tua yang sedang kesulitan. Dan gadis itu selalu saja membuatnya jatuh hati dengan kebaikannya. Tak hanya baik, tetapi dia juga memiliki hati yang lembut.
Ada kalanya, dia menjadi seorang anak kecil yang menangis sendirian. Dan lagi-lagi, gadis itu membantu tanpa pamrih. Sungguh, tak hanya cantik, tetapi gadis itu juga memiliki kepedulian pada sesama.
Itulah mengapa, dia begitu murka saat melihat wanita itu hampir diperkosa oleh sekelompok lelaki yang memandangnya dengan penuh nafsu. Seketika, wujud aslinya muncul. Tanpa ragu, dengan pukulan cahaya putih dari telapak tangannya, sekelompok pria itu seketika mati dengan tragis.
"Nona, apa kamu baik-baik saja?" Li Quan mendekati gadis itu yang menangis ketakutan. Spontan, gadis itu memeluknya dan menangis dalam pelukannya.
"Terima kasih, Tuan. Terima kasih." Gadis itu menangis sesenggukan. Li Quan lantas membalas pelukannya.
Sejak saat itu, mereka mulai dekat. Bahkan, mereka menjalin kasih walau gadis itu tidak mengetahui identitas dari lelaki yang sudah menolongnya itu. Sehingga suatu hari, mereka harus berpisah karena tiba-tiba saja beberapa orang lelaki yang mengenakan jubah putih datang dan membawa Li Quan pergi. Sambil menangis, gadis itu hanya bisa melihat Li Quan menghilang bersama orang-orang yang baginya terlihat aneh.
Gadis itu menangis karena kekasihnya telah pergi. Walau begitu, dia tetap menunggu di tempat terakhir mereka berpisah. Setiap hari, dia selalu datang ke tempat itu dan berharap akan bertemu kembali dengan kekasihnya. Namun, hingga ajal menjemput mereka tidak pernah bertemu lagi. Gadis itu ditemukan tak bernyawa di bawah pohon sakura yang merupakan saksi cinta mereka.
Penggalan kisah di masa lalu kembali mengusik lelaki itu. Walau Zhi Ruo tidak mengingatnya, tetapi wajah gadis itu tak pernah hilang dari ingatannya. Walau begitu, dia tidak akan membuka jati dirinya atau membuat Zhi Ruo mengingatnya. Dia sudah bertekad untuk mengeluarkan Zhi Ruo dari hutan larangan dengan selamat walau dia harus kembali kehilangan.
"Maafkan aku karena kita tidak harus bersama. Aku akan melepasmu. Hiduplah dengan selayaknya karena takdir kita bukan untuk bersama. Dunia kita sangat jauh berbeda."
Lelaki yang bernama Li Quan itu menitikkan air mata sembari menatap bulan purnama yang memancar indah di atas langit hitam.
Tanpa disadarinya, Zhi Ruo sudah berdiri di belakangnya. Gadis itu ikut menatap bulan purnama. Seketika, Li Quan terkejut karena kilasan peristiwa lama kembali mengusik jiwanya. Kilasan memori indah yang pernah mereka lewati bersama.
Berdua, mereka terpaku menatap keindahan bulan purnama yang memancar cahaya indah dengan sebuah ungkapan kata cinta yang pernah terucap.
"Zhi Ruo, aku mencintaimu."
To Be Continued...
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved