Bab 4 Part 4. Dikurung

by Neng Gemoy 20:20,Dec 05,2023
Zhi Ruo masih terdiam dengan wajah yang menunduk, sedangkan pemuda yang bernama Zu Min itu kini menatap ke arahnya sambil tersenyum karena terpikat dengan kecantikannya.
"Baiklah, malam ini aku tidak ingin terburu-buru. Aku ingin mengenalmu lebih dekat. Kalau boleh aku tahu, siapa namamu?"
Zu Min bersikap sangat sopan. Bahkan, bisa dibilang sikapnya sangat lembut. Sikap yang jauh berbeda dengan sikapnya tadi siang.
"Kenapa? Jika aku memberitahumu, apa kamu akan melepaskanku?" Zhi Ruo menatapnya tanpa kedip dan mengharapkan jawaban dari pemuda itu, tetapi yang didapatnya hanya gelak tawa hingga membuatnya mengernyitkan keningnya. "Kenapa kamu tertawa, apa ada yang lucu?"
Pemuda itu lantas bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju meja kecil yang penuh dengan aneka kudapan dan sebotol arak. Arak di dalam botol lantas dituangkan ke dalam cangkir dan dia pun meneguknya. Dia menuangkan kembali arak ke dalam cangkir yang telah kosong dan memberikannya pada Zhi Ruo.
"Minumlah dan biarkan aku menikmati malam ini bersamamu. Sebaiknya, jangan membuatku kesal jika tidak ingin aku berbuat kasar padamu."
Kini, tatapan matanya telah kembali. Tatapan mata penuh amarah yang tersembunyi di balik sikapnya yang tenang. Namun, Zhi Ruo tidak peduli. Cangkir yang disodorkan padanya lantas diempaskan hingga jatuh ke lantai.
Wajah Zu Min seketika memerah. Dia mengepal dan berusaha menahan amarah, tetapi sudah terlambat karena Zhi Ruo telah membuatnya naik darah.
"Dasar perempuan jalang!"
Seketika Zhi Ruo terkejut saat satu tamparan menghantam wajahnya. Matanya memerah menahan tangis dan perih di pipinya. Tak hanya sampai di situ, dengan gagahnya Zu Min mengempaskan tubuh gadis itu hingga terlentang di atas tempat tidur.
"Aku sudah bersikap baik dan sopan padamu, tapi rupanya kamu tipe wanita yang suka dengan kekerasan. Baiklah, malam ini juga aku akan melayani kemarahanmu itu. Aku akan membuatmu marah hingga ingin membunuhku!"
Zu Min lantas mendekati Zhi Ruo yang kini berusaha untuk menghindar. Di atas tempat tidur, Zhi Ruo menangis sambil berontak dari dekapan Zu Min yang memaksa dengan kasar hingga membuat bajunya robek.
Tak hanya itu, tatapan mata pemuda itu begitu beringas dengan kecupan-kecupan liar yang dipaksa mendarat di wajah cantik yang kini menangis dan mengiba.
Bukan pengampunan yang didapatkan oleh Zhi Ruo, melainkan paksaan dan percobaan pemerkosaan yang dihadapinya. Dia menangis dan mengiba di depan pemuda itu, tetapi yang dia dapatkan hanya senyuman sinis dengan kecupan membabi buta.
Zhi Ruo yang mulai terpojok dan tidak bisa menghindar terpaksa harus menerima kecupan-kecupan yang tentu saja ingin membuatnya muntah. Sekuat apa pun dia mengelak, maka sekuat itu pula Zu Min melancarkan gairah yang semakin membuatnya beringas.
Melihat tubuh indah Zhi Ruo yang kini setengah polos membuat gairah kebinatangannya memuncak hingga dengan sekali tarikan baju Zhi Ruo terlepas. Kini, tubuh indahnya benar-benar polos tanpa selembar benang.
Bukannya mengasihani Zhi Ruo yang kini menangis, pemuda itu malah semakin berhasrat menggerayangi keelokan tubuh polos yang kini terpampang di depan matanya.
Wajahnya tersenyum lebar dengan seringai kepuasan karena sebentar lagi dia akan menikmati tubuh indah itu. Dengan segera, dia membuka jubahnya dan menatap Zhi Ruo yang berusaha menutupi tubuhnya.
"Sebaiknya kamu tidak usah melawan dan cobalah untuk menikmati malam ini. Aku menyukaimu dan jika kamu mengikuti apa mauku, aku bisa saja menjadikanmu istriku dan menuruti semua keinginanmu."
Zu Min lalu mendekati Zhi Ruo yang kini tidak bisa berbuat apa-apa. Gadis itu telah pasrah saat tubuhnya diraih dan ditelentangkan di atas ranjang. Dia memejamkan mata dengan bulir air bening yang kini jatuh tanpa suara.
Ya, dia menangis karena dirinya akan ternoda. Dia menangis karena nasibnya kini seperti seorang wanita murahan yang dipaksa menjual tubuhnya. Dia menangis kerena sudah memutuskan untuk mengakhiri hidupnya jika lelaki itu berhasil mendapatkan kehormatannya.
Di saat dirinya pasrah dengan perlakuan pemuda yang kini mulai menyentuhnya, di saat itulah bantuan semesta datang menolongnya. Suara ketukan pintu yang cukup keras membuat Zu Min menghentikan aksinya. Walau berusaha untuk tidak memedulikan ketukan itu, tetapi suara ketukan pintu semakin menjadi hingga membuatnya kesal.
"Tuan Muda, ayah Tuan sedang mencarimu."
Mendengar nama ayahnya, sontak lelaki itu berdiri dan meninggalkan Zhi Ruo yang kini menutupi tubuhnya dengan selembar kain.
Zu Min lantas mengenakan kembali jubahnya dan melangkah menuju pintu menemui anak buah kepercayaannya itu.
"Ada apa?" tanyanya kesal.
"Maaf, Tuan Muda. Ayah Tuan sudah kembali dan ingin bertemu dengan Tuan. Sekarang, dia sedang menunggu di ruang utama."
Mendengar itu, Zu Min tampak kesal. Kesenangan yang ingin dia rasakan malam itu rupanya harus tertunda.
"Baiklah, katakan pada ayahku kalau aku akan segera menemuinya."
Lelaki itu kemudian pergi. Zu Min kembali menutup pintu dan melihat Zhi Ruo yang sudah menutupi tubuhnya dengan kain.
Dengan santainya, pemuda itu berjalan mendekati Zhi Ruo dan duduk di sampingnya yang kini mengalihkan pandangan ke tempat lain. Melihat sikapnya itu, Zu Min hanya tersenyum sinis.
"Ah, sepertinya kamu satu-satunya wanita yang melawan saat aku ingin memberikan kenikmatan. Namun, aku suka dengan perlawananmu itu dan aku merasa tertantang untuk menaklukkannya. Maaf, malam ini kesenangan kita harus tertunda. Ah, kalau bukan karena ayah, aku tidak ingin beranjak dari sini."
Zu Min lantas meraih dagu Zhi Ruo dan memaksa gadis itu untuk menatapnya.
"Tunggu aku. Aku akan kembali dan kita akan lanjutkan permainan kita."
Zu Min membelai wajah Zhi Ruo yang telah membuatnya jatuh hati. Kecantikan gadis itu nyatanya telah meluluhkan hatinya.
Zu Min akhirnya pergi setelah mendaratkan kecupan di puncak kepala Zhi Ruo. Tanpa mengelak, Zhi Ruo terdiam dan menerima kecupan itu. Rasanya, tubuhnya terlalu lemah untuk kembali mengelak. Walau penolakan demi penolakan telah dia lakukan, tetapi nyatanya semakin dia melawan semakin beringas lelaki itu ingin memilikinya.
Untuk saat ini, Zhi Ruo bisa bernapas lega karena lelaki itu telah pergi. Namun, sampai kapan dia akan berada di tempat itu tanpa ada kepastian? Rasanya, dia ingin lari dan menemui ibunya yang kini tengah sakit dan mengkhawatirkannya.
Di saat Zhi Ruo mengingat ibunya dan menangis, di saat yang sama wanita paruh baya itu juga merasakan hal yang sama.
Sejak Zhi Ruo kecil, mereka tidak pernah berpisah. Kemana dia pergi, Zhi Ruo kecil selalu dibawa olehnya. Kini, sakit yang dia rasakan semakin membuat tubuhnya melemah.
Yuen yang selalu ada dan merawatnya, rupanya tak membuat wanita itu tenang, melainkan selalu menangis karena mengingat putrinya yang kini telah meninggalkannya.
"Bibi, minum obatnya. Yakinlah kalau Zhi Ruo saat ini baik-baik saja. Jika dia kembali nanti dan melihat Bibi telah sembuh, dia pasti akan sangat bahagia." Yuen berusaha untuk menyemangatinya, tetapi percuma karena itu sama sekali tiada berguna.
"Yuen, terima kasih karena sudah menemani Bibi di sini. Terima kasih karena sudah menjadi sahabat Zhi Ruo sejak kecil."
Wajah renta itu tersenyum melihat pemuda yang kini duduk di depannya.
"Kamu tahu, Bibi berharap kelak kamu akan menjaga Zhi Ruo dan menjadikannya sebagai istrimu. Tidak ada laki-laki di dunia ini yang bisa Bibi percaya untuk menjaga dan menyayangi Zhi Ruo selain dirimu. Kamu pemuda yang sangat baik, tapi nyatanya semesta tak menghendaki itu."
Terlihat air bening jatuh membasahi wajahnya yang keriput. Begitu pun dengan Yuen yang kini menitikkan air mata karena mengingat Zhi Ruo yang kini jauh darinya.
"Bibi, aku berjanji akan menjaga dan melindungi Zhi Ruo dengan nyawaku. Apa pun yang terjadi aku akan melindunginya, tapi untuk saat ini aku mohon pada Bibi untuk menjaga kesehatan Bibi. Minumlah ramuan obat ini agar Bibi bisa sembuh."
Yuen lalu mengambil secangkir air seduhan tanaman obat yang sudah diolahnya dan ingin meminumkannya pada wanita itu, tetapi lagi-lagi wanita itu menolak.
"Yuen, terima kasih, Nak. Obatmu itu tidak akan lagi berguna untuk tubuh tua dan renta ini. Bibi ...." Tiba-tiba suaranya tersendat. Napasnya tersengal dengan mata yang melebar.
"Bibi!" seru Yuen sambil menggenggam tangan wanita itu.
"Yuen, tolong jaga putriku. Sampaikan salam sayang untuknya karena Bibi tidak bisa lagi bersamanya. Lihatlah di sana, ayah Zhi Ruo sudah menungguku."
Wanita itu menunjuk ke salah satu sudut ruangan di mana bayangan suaminya sedang berdiri dan tersenyum padanya.
"Yuen, tolong jaga putriku."
Selepas berucap, napasnya seketika terhenti dengan bulir air bening yang jatuh di sudut matanya. Wajah rentanya tampak tenang dalam tidurnya yang panjang. Yuen hanya bisa menangis dan memeluk tubuh renta yang tak lagi bernapas.
Sementara jauh di sana, Zhi Ruo terbangun dengan air mata yang tiba-tiba jatuh tanpa dia menyadarinya. Di balik selimut yang menutupi tubuhnya, Zhi Ruo menangis karena mengingat wajah ibunya yang tiba-tiba melintas dalam mimpinya. Zhi Ruo menangis seakan-akan dia sedang merasakan kehilangan orang terkasihnya.
Di saat dia sedang menangis, pintu kamarnya tiba-tiba terbuka. Zu Min telah kembali.
"Tuan, tolong biarkan aku menemui ibuku! Aku mohon, biarkan aku menemuinya!" Zhi Ruo menangis dan mengiba di depan lelaki itu.
"Apa yang akan kamu berikan jika aku mengabulkan permintaanmu itu? Aku butuh imbalan."
"Aku akan menjadi wanitamu. Aku tidak akan membantahmu dan melakukan apa pun perintahmu. Aku ...." Zhi Ruo tidak sanggup melanjutkan kalimatnya. Dia hanya bisa menangis.
"Baiklah, aku akan menyuruh orang suruhanku untuk membawa ibumu ke sini. Ah, bagaimanapun aku harus menjaga ibu dari wanitaku, tapi untuk saat ini kita tidak bisa bersama karena selama tiga hari ke depan aku harus pergi."
Lelaki itu mengempaskan tubuhnya di atas tempat tidur dan menatap Zhi Ruo yang duduk di sampingnya.
"Kamu sangat cantik dan sudah membuatku tergila-gila. Ah, andai saja aku bisa menceraikan istriku, aku pasti akan menjadikanmu sebagai satu-satunya wanita dalam hidupku."
Lelaki itu mengembuskan napasnya dengan kasar, tetapi saat melihat Zhi Ruo, dia tersenyum dan meletakkan kepala di atas pangkuan gadis itu.
"Aku tidak ingin berbuat kasar lagi padamu. Karena itu, jangan lagi membantah dan menolakku. Aku ingin memperlakukanmu dengan sebaik-baiknya. Aku sudah lelah dengan petualangan yang rasanya mulai memuakkan bagiku. Hanya demi seorang pewaris, aku harus melukai hati banyak wanita. Tidakkah di matamu aku lelaki yang tidak berguna?"
Zhi Ruo menatap lelaki yang kini dalam pangkuannya dengan tatapan mengiba. Walau begitu, perbuatannya tidak bisa dibenarkan. Hanya demi pewaris, dia harus bertualang untuk membuktikan kalau dia bukanlah lelaki yang tak sempurna.
Pernikahan yang didasari tanpa cinta baginya seperti neraka yang sengaja diciptakan atas keegoisan ayahnya.
Istrinya bukanlah wanita sembarangan. Dia adalah anak dari keluarga yang sangat terpandang. Ayahnya adalah salah satu perdana menteri yang dekat dengan raja. Pernikahan yang didasari atas rasa persahabatan antara orang tua mereka rupanya tak membawa kebahagiaan baginya.
Perlahan, Zu Min bangkit dan duduk di depan Zhi Ruo sambil menggenggam tangannya. Entah mengapa, sikapnya sangat jauh berbeda saat pertama kali mereka bertemu. Dia tidak lagi menatap dengan mata liarnya. Dia tidak lagi berbuat kasar dengan sikap kebinatangannya. Yang dia lakukan kini hanya menatap Zhi Ruo sambil mengelus lembut wajah cantik gadis itu.
"Maafkan aku atas perlakuanku tadi dan maafkan aku karena sudah bersikap kasar padamu. Ah, seandainya kita bertemu lebih awal, mungkin aku tidak akan menjadi lelaki berengsek seperti ini."
Zu Min lalu meraih tubuh Zhi Ruo dan memeluknya erat.
Lelaki itu teringat kembali dengan air mata Zhi Ruo yang jatuh akibat perlakuannya. Entah mengapa saat melihat Zhi Ruo menangis ada rasa bersalah di hatinya. Walau rasa itu ingin dia empaskan dan terus melakukan kekerasan pada gadis itu, tetapi hatinya merasakan sakit karena Zhi Ruo adalah wanita pertama yang berani menolak dirinya.
"Aku harus pergi selama tiga hari dan selama itu kamu harus berdiam di sini. Jangan khawatirkan ibumu karena aku akan menyuruh anak buahku untuk menjaganya. Zhi Ruo, maafkan aku karena bertemu denganmu sebagai lelaki yang berengsek. Aku mohon, tunggu aku dan jangan pernah keluar dari kamar ini. Anak buahku akan melayanimu dengan baik."
Zhi Ruo hanya terdiam. Dia bisa melihat ada kesungguhan di setiap kata yang diucapkan lelaki itu.
Setelah mengungkapkan kesungguhan hati dan permintaan maaf, Zu Min akhirnya pergi. Sebelum pergi, lelaki itu masih sempat memeluk Zhi Ruo dan mengecup dahinya. Entah apa yang kini dirasakan oleh Zhi Ruo setelah melihat perubahan sikap lelaki itu.
Pintu kamar kemudian tertutup dan Zhi Ruo bisa melihat bayangan lelaki itu kian menjauh.
Saat ini, Zhi Ruo tampak cantik dengan hanfu yang tadi dibawa oleh Zu Min. Bahkan, saat melihat beberapa bagian tubuh Zhi Ruo yang terluka akibat dirinya, lelaki itu kembali meminta maaf dan kemudian pergi walau dia enggan meninggalkan tempat itu.
Kini, Zhi Ruo hanya berdiam diri di dalam kamar dan menunggu lelaki itu datang menemuinya. Selama menunggu, Zhi Ruo hanya menyulam hingga satu syal berwarna merah selesai dibuat olehnya.
Saat hari ketiga, Zhi Ruo sudah bersiap dengan sepasang syal yang berhasil dibuatnya. Syal berwarna merah yang bertuliskan namanya. Bahkan, dia sudah terlihat cantik dengan hanfu berwarna ungu pemberian salah satu pelayan yang ditugaskan untuk memenuhi segala kebutuhannya.
Menjelang siang, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka. Dengan tersenyum, Zhi Ruo berjalan menuju depan pintu. Dia sangat berharap lelaki itu datang dan membawanya untuk bertemu dengan ibunya. Namun, harapannya pupus saat melihat seorang wanita yang berdiri menatapnya dengan tatapan penuh kebencian.
To Be Continued...

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

299