Bab 3 Penolakan

by Syavinka 19:27,Aug 28,2023
Menikahlah denganku, dan lahirkan seorang putra untukku.”

Angeline terkesiap mendengar ucapan Bryan. Ia tak habis pikir, bagaimana bisa pria yang terlihat cukup jauh usia dengannya dengan santainya berkata seperti itu. Rasa amarah yang sempat redam, kini mulai bangkit. Seolah akhirnya Angeline tahu alasan kenapa pria itu menahannya pergi di saat dirinya sudah ingin pergi sejak tadi.

“Kau gila,” umpat Angeline dan tanpa kata lagi ia beranjak pergi dari sana.

“Berapa pun akan aku bayar. Bahkan aku akan memberikan rumah, mobil atau pun toko setelah kontrak kita berakhir.”

Angeline sempat berhenti, namun ia tak mau dianggap murahan dan tetap berjalan pergi. Bahkan saking emosinya, Angeline membanting pintu dengan cukup keras.

“Hah ... apa yang baru saja aku katakan?” gumam Bryan mengusap wajahnya. Seolah ia pun tak sadar jika sudah mengatakan hal yang gila dan terlewat batas.
Namun, tak ada penyesalan dari semua ucapannya. Ia kembali terlihat serius dan berjalan ke kamarnya untuk istirahat.

Hari semakin larut, Angeline yang sedang berjalan untuk mencari angkutan umum merasa sangat kesal dan sedih sekaligus. Ia tak habis pikir bisa bertemu dengan pria yang tampak seperti om-om itu membual yang aneh-aneh.

Meski dirinya sangat membutuhkan uang, tapi Angeline bukanlah wanita murahan yang rela menjual dirinya hanya untuk mendapatkan penghasilan. Perlahan air mata mengalir di pelupuk matanya, Angeline mulai meratapi nasibnya yang kurang beruntung dan diperlakukan rendah seperti ini.
Tiba-tiba ponselnya berdering, dan Angeline langsung mengangkatnya.

“Halo, apa ini dengan Angeline?”

“Ya benar, ini dengan siapa ya?”

“Kami dari kepolisian, apa benar Anda Kakak dari Michael Bastian?”

“Polisi? Saya kakaknya Michael, apa yang terjadi dengan adik saya pak?”

Angeline tersentak saat mendengar penjelasan sang polisi yang menelponnya. Dengan air mata yang semakin deras mengalir, akhirnya Angeline menghentikan sebuah taksi yang lewat lalu menutup teleponnya.

“Pak antarkan saya ke kantor polisi,” ucap Angeline dengan menahan tangisnya. Kepalanya mulai pusing dan semakin berat.

Masalahnya tak juga kunjung berhenti, adik satu-satunya yang masih duduk di bangku kelas 3 SMA kini berada di kantor polisi. Angeline tak percaya dan tak menyangka jika adiknya terlibat dalam jaringan obat terlarang.
Polisi mengatakan jika adiknya positif menggunakan obatan terlarang dan akan di penjara. Angeline yang baru saja sampai kantor polisi langsung mencari sang adik yang sudah masuk ke dalam kurungan.

“Kak Angeline! Tolong aku kak, bebasin aku kak. Aku gak tau kalau itu obat terlarang, mereka ... menjebakku kak! Aku mohon keluarin aku dari sini. Aku gak mau di penjara,” ucap Michael dengan derai air mata.

Angeline menatapnya dengan menahan tangis, ia tahu jika adiknya tidak berbohong. Ia tahu jika adiknya berusaha keras untuk mencari uang dengan mengumpulkan barang bekas selepas sekolah. Jadi, bagaimana bisa adiknya terjebak dalam hal ini.

“Pak polisi, saya tau jika adik saya bersalah. Tapi, bapak dengar sendiri kalau dia dijebak. Dia tidak tahu jika yang dia minum itu adalah obat terlarang. Aku mohon ... lepaskan adik saya Pak,” ucap Angeline memohon dengan sangat.

“Maaf, tapi kami akan menangkapnya sesuai hukum. Adik anda tertangkap dengan para pengedar dan pengkonsumsi obat terlarang.”

“Apa tidak ada jalan lain Pak?”

Di saat sedang putus asa itu, seorang pria berjas datang dan langsung menghampiri salah satu polisi tanpa seragam yang ada di sana. Mereka berbisik-bisik dan pria berjas itu memberikan sebuah koper yang berukuran 30*30. Setelah polisi itu membukanya, ia langsung tersenyum lebar.
Tak berapa lama, pria yang ditangkap dengan Michael dibebaskan tanpa hukuman. Angeline dan Michael yang melihat itu terheran-heran.

“Alex, bebaskan aku juga! Kau tidak bilang kalau itu obat terlarang!” teriak Michael putus asa menahan tangan Alex. Namun, Alex menampiknya dan bahkan menendang Michael lalu keluar dari kurungan.

“Bagaimana kau bisa membebaskan pria yang menjebak adik saya? Sementara adik saya masih ditahan?” hardik Angeline pada polisi yang mendapatkan koper yang berisi uang tersebut.

“Jika kau ingin adikmu dibebaskan tanpa hukuman, bawakan kami uang lima puluh juta. Ah tidak ... ini sudah lebih dari tiga jam. Dan sekarang sudah berganti hari, jadi bawakan kami seratus juta. Jika lewat sehari lagi, tambah lima puluh juta. Sampai jaksa membawanya untuk disidang, kau bisa menghitungnya bukan?”

Polisi yang berkata itu pergi begitu saja. Angeline menahannya dan didorong sampai tersungkur. Angeline mencoba meminta tolong pada polisi lain yang ada di sana. Tapi mereka semua acuh tak perduli seolah Angeline tak terlihat sama sekali.
Michael pun meraung menangis sedih memohon dibebaskan. Angeline kembali meratapi nasib, ia pun tak bisa melakukan apa-apa.

Pagi hari, Angeline sudah mencari pekerjaan lain untuk mengumpulkan uang pembebasan adiknya. Seharian penuh, Angeline mencari pekerjaan dan mengumpulkan semua penghasilannya, namun masih sangat jauh untuk bisa menebus adiknya.

Tiga hari berlalu, Angeline hanya bisa mengumpulkan lima juta dengan bekerja tanpa istirahat. Ia sedang berada di pinggir jalan dengan memakan sepotong roti dan segelas air mineral.

“Jika sehari hanya segini, kapan bisa terkumpulnya? Besok sudah jadi berapa ratus juta? Apa yang harus aku lakukan?”

Tanpa sengaja, Angeline melihat mobil yang mirip dengan mobil Bryan. Angeline menatapnya dengan penasaran, apakah orang yang ada di dalam sama dengan pria yang ia temui waktu itu. Mobil itu berhenti di depan sebuah restoran mewah. Dan seorang pria turun dari sana.
Sayangnya pria itu bukanlah Bryan. Membuat Angeline sedikit merasa kecewa. Namun sedetik kemudian ia menggelengkan kepalanya. Berpikir untuk tidak tergoda dengan penawaran yang Bryan berikan saat itu.

“Aku harus bekerja lebih keras lagi, aku pasti bisa melakukannya,” ucap Angeline dan kembali melihat ponselnya untuk mendapatkan pekerjaan.

Sebuah panggilan masuk, dan ini panggilan dari rumah sakit. Tempat ibunya berada. Angeline mengangkat teleponnya dan terkejut. Ia pun tanpa berpikir panjang menghentikan sebuah taksi untuk segera datang ke rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, Angeline berlarian untuk menemui sang dokter yang merawat ibunya.

“Dokter, apa yang terjadi dengan ibu saya?” tanya Angeline. Wajahnya tampak pucat dan napas yang tersenggal.

“Ibu anda, tiba-tiba saja muntah darah. Kami sudah memeriksanya, dan kondisi ibu anda sangat tidak stabil. Ginjalnya sudah sangat parah, dan harus segera dioperasi secepat mungkin,” jelas sang dokter.

Angeline syok kebingungan. Di saat ia sedang pusing mencari uang untuk membebaskan sang adik, di saat itu juga sang ibu diharuskan operasi yang membutuhkan biaya sangat besar. Masalah terus saja terjadi pada hidupnya.

Angeline sudah kehabisan berpikir, seolah ia menemui jalan buntu. Pikirannya sudah tak bisa terkendali. Ingin sekali ia berteriak dan menyalahkan orang-orang. Namun, ia tau bahwa itu semua tak akan merubah apa pun.

Angeline berada di atas jembatan layang, di bawah sana terdapat banyak kendaraan besar yang melaju cukup cepat karena jalanan sedang sepi. Tatapan mata Angeline kosong, ia terlihat sangat frustasi dan depresi. Beban hidupnya tak pernah berkurang sedikit pun. Hal ini membuatnya ingin menyerah dan berpikir untuk mengakhiri hidupnya.
Angeline menatap ke bawah yang berjarak sepuluh meter lebih. Ia sudah tak punya semangat hidup lagi.

“Apa kematian akan mengakhiri semuanya? Apakah dengan mati, aku bisa menjadi tenang?”

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

90