Bab 2 Penawaran
by Syavinka
19:19,Aug 28,2023
Bryan berjalan mendekat dan menarik Angeline untuk bergeser dari tempatnya. Namun, saat Bryan hendak masuk ke dalam mobil Angeline langsung menahannya.
“Biarkan aku mengantar Anda Pak, aku sudah berjanji untuk mengantar Anda sampai rumah dengan selamat,” ucap Angeline dengan penuh keyakinan.
“Apa kau tidak punya kaca?” tanya Bryan dan membuat Angeline bingung.
“Apa ... aku terlalu cantik sebagai supir pengganti?” tanya Angeline dengan polosnya. Bryan menatapnya dengan heran.
“Wajahmu sangat pucat, seperti orang mati!”
“Aku belum mati.”
“Dan aku belum mau mati. Jadi, pulanglah. Aku tidak mau mengalami kecelakaan karena kau membawa mobil dengan wajah seperti itu.” Bryan kembali mendorong Angeline, namun Angeline menahan tubuh Bryan.
“Tidak bisa! Pak, aku mohon biarkan aku mengantar Anda,” ucap Angeline memaksa dan memasang wajah memelas.
Bryan menghela napas, ponselnya berdering dan Bryan harus mengangkatnya. Merasa tidak bisa menyetir dan harus cepat pulang, Bryan pun terpaksa menyuruh Angeline untuk membawakan mobilnya dan masuk ke dalam mobil dengan sambil berteleponan.
Mendapatkan ijin, Angeline langsung mengemudikan mobil dan membawanya dengan lancar dan aman. Meski wajahnya pucat dan penuh dengan keringat dan ac mobil cukup dingin. Tapi fokus Angeline tidak hilang sedetik pun dan dapat mengemudi dengan lihai.
Bahkan saat harus menyalip atau berputar, terasa halus tanpa ada kesalahan sedikit saja. Diam-diam Bryan yang sedang sibuk berteleponan dengan kliennya merasa cukup kagum. Angeline sama sekali tidak terlihat seperti supir baru. Namun, terasa sangat profesional.
Beberapa saat kemudian, mobil mereka sudah memasuki perkarangan rumah Bryan. Angeline keluar terlebih dahulu dan membukakan pintu untuk Bryan.
“Selamat istirahat Pak,” ucap Angeline dengan sedikit menganggukkan kepalanya.
“Terimakasih sudah mengantar saya dengan selamat,” ucap Bryan dan memberikan selembar uang seratus ribu.
“Tips untukmu,” ucapnya lagi dan Angeline menerimanya dengan senyuman lebar.
“Terimakasih kembali.”
Angeline berjalan pergi dari sana, sementara Bryan masih memandang Angeline dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Saat Bryan berbalik dan baru melangkah tiga langkah, ia dikejutkan dengan bunyi dentuman yang cukup keras.
Bryan berbalik mencari sumber asal suara tersebut, semakin terkejut saat ia melihat Angeline yang sudah tergeletak di tanah tak sadarkan diri. Bryan berjalan lebih cepat menghampiri Angeline.
“Hei, kau tidak apa-apa?” tanya Bryan dan mencoba mengguncangkan tubuh Angeline. Tak ada respon, Bryan pun menyentuh wajah Angeline yang sudah sangat pucat, panas dan penuh dengan keringat.
Terpaksa Bryan menggendong Angeline untuk dibawa ke dalam rumahnya. Ia menaruh Angeline di atas sofa ruang tamu dan menelpon dokter kenalannya.
Satu jam kemudian, Angeline mulai mendapatkan kembali kesadarannya. Matanya perlahan terbuka dan terkejut saat mendapati dirinya berada di tempat asing.
“Kau sudah bangun?” terdengar suara seorang pria yang datang dengan bungkusan di tangannya.
“Seharusnya kau pingsan di jalan, kenapa harus di rumahku?” tanyanya lagi dan membuat Angeline menatapnya dengan heran.
“Bapak? Aku ... di rumah Anda?” tanya Angeline menyadari siapa yang ada di depannya.
“Ya. Hah ... dokter sudah memeriksamu dan kau ... kurang gizi, kelelahan bahkan anemia. Kau ini sebenarnya apa? Bagaimana bisa kau bekerja dengan kondisi seperti itu?” omel Bryan yang terlihat kesal meski tak perduli pada Angeline.
“Ah ... maafkan aku karena sudah merepotkan Anda Pak. Aku ... akan membayar semuanya, tapi apa bisa dengan cicilan?”
Bryan menatap Angeline dengan datar, namun dalam hati ia sangat terkejut. Hal pertama yang ia khawatirkan adalah biaya pengobatannya yang harus ia ganti. Bukan keterangan tentang kesehatannya, namun biaya ganti yang harus ia bayar.
“Makanlah dulu, baru kau boleh pergi,” ucap Bryan menunjukkan bungkusan yang ia bawa tadi.
Namun, bukan bungkusan itu yang Angeline ambil. Melainkan ponselnya dan langsung memeriksanya.
“ASTAGA! Aku kehilangan banyak pekerjaan, kenapa harus pingsan segala sih,” seru Angeline dan segera turun dari ranjang yang ia tempati lalu terburu untuk segera pergi.
Bryan menahan tangan Angeline dan terdiam cukup lama sampai Angeline kembali menarik tangannya.
“Terimakasih karena sudah menolongku, Bapak bisa menghubungiku untuk biaya pengobatanku pada supir anda Pak. Permisi,” ucap Angeline seraya menarik tangannya dan hendak keluar dari kamar tamu yang ia gunakan.
Bryan masih terdiam di tempatnya, ia ingin sekali tidak memperdulikan Angeline meski tahu kondisi Angeline. Tapi, setelah beberapa saat Bryan malah cemas dan mulai bimbang. Hingga akhirnya ia menyusul Angeline yang sudah berada di ambang pintu.
“Berapa?” ucap Bryan menghentikan langkah Angeline.
“Apa?” tanya Angeline berbalik menatap Bryan yang menghentikan larinya dan mulai berjalan perlahan ke arah Angeline.
“Berapa ... biayamu? Perjam? Atau ... per perkerjaan? Aku akan membayarmu.”
Angeline menatap tidak mengerti, namun sedetik kemudian Angeline terkejut dengan menutupi bagian tubuh depannya dengan menyilangkan tangannya.
Bryan terhenti, ia menghela napas. Tangan kanannya ia masukkan ke dalam saku celananya dan mengurut dahinya. Tak habis pikir bahwa Angeline akan berpikir terlalu jauh dengan ucapannya barusan.
“Apa maksud bapak? Aku bukan wanita panggilan! Meski aku sangat membutuhkan uang, aku masih punya harga diri. Aku memang menerima semua pekerjaan, tapi tidak dengan melayani pria hidung belang seperti bapak!”
Mendengar itu, Bryan tak bisa menahan tawanya. Angeline sempat terpesona akan ketampanan Bryan yang bertambah dua kali lipat saat sedang tertawa seperti itu. Karena dari awal mereka bertemu, Bryan tampak dingin dan sangat serius.
“Kenapa tertawa? Apa bapak pikir ini sebuah lelucon?” tanya Angeline marah.
“Ah tidak ... sorry. Aku gak bermaksud untuk menyinggungmu. Dan aku ... tidak berpikir kau akan mengira aku, akan membayarmu untuk ... melakukan hal itu. Aku hanya ingin kau menghabiskan makanmu. Jika kau pergi dengan keadaan seperti itu, aku yakin kau akan pingsan lagi di jalan.”
“Apa?”
“Anggap saja, biaya doktermu lunas jika kau menghabiskan makan yang sudah aku belikan. Dan jangan lupa obat yang diberikan oleh dokter. Entah kenapa aku harus perduli padamu seperti ini,” jelas Bryan dan membuat Angeline luluh.
Beberapa saat kemudian, Angeline selesai menghabiskan satu mangkok bubur yang masih hangat. Dan segera meminum obatnya. Sementara Bryan sibuk dengan tabletnya. Tiba-tiba sebuah pesan masuk dan itu dari Nyonya Rose. Ibu tirinya.
Bryan enggan membuka pesan itu dan langsung menaruh tabletnya. Wajahnya kembali berubah menjadi dingin dan sangat serius.
“Terimakasih atas bubur dan obatnya, hutangku lunas ‘kan? Kalau begitu aku pamit pergi,” ucap Angeline setelah mencuci mangkok piringnya.
“Kenapa kau bekerja serabutan seperti ini? Bahkan kau bersedia menjadi supir pengganti, bagaimana jika aku adalah orang jahat?” tanya Bryan dan membuat Angeline tak jadi pergi.
“Aku hanya seorang pekerja keras yang rela melakukan apa saja asalkan bisa menghasilkan. Ibuku sakit dan tak ada yang bisa kami andalkan. Jika bukan aku, siapa lagi?”
“Apa saja ... asalkan menghasilkan?”
“Ya.”
Bryan terdiam sejenak, berpikir cukup serius sambil berjalan mendekat ke arah Angeline. Dengan kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celana. Bryan berhenti tepat satu langkah dari tempat Angeline berdiri.
“Kalau begitu, apa kau mau bekerja untukku? Setidaknya untuk satu tahun?” tawar Bryan.
“Pekerjaan apa yang kau tawarkan?”
“Menikahlah denganku, dan lahirkan seorang putra untukku.”
Angeline terkesiap mendengar ucapan Bryan.
“Biarkan aku mengantar Anda Pak, aku sudah berjanji untuk mengantar Anda sampai rumah dengan selamat,” ucap Angeline dengan penuh keyakinan.
“Apa kau tidak punya kaca?” tanya Bryan dan membuat Angeline bingung.
“Apa ... aku terlalu cantik sebagai supir pengganti?” tanya Angeline dengan polosnya. Bryan menatapnya dengan heran.
“Wajahmu sangat pucat, seperti orang mati!”
“Aku belum mati.”
“Dan aku belum mau mati. Jadi, pulanglah. Aku tidak mau mengalami kecelakaan karena kau membawa mobil dengan wajah seperti itu.” Bryan kembali mendorong Angeline, namun Angeline menahan tubuh Bryan.
“Tidak bisa! Pak, aku mohon biarkan aku mengantar Anda,” ucap Angeline memaksa dan memasang wajah memelas.
Bryan menghela napas, ponselnya berdering dan Bryan harus mengangkatnya. Merasa tidak bisa menyetir dan harus cepat pulang, Bryan pun terpaksa menyuruh Angeline untuk membawakan mobilnya dan masuk ke dalam mobil dengan sambil berteleponan.
Mendapatkan ijin, Angeline langsung mengemudikan mobil dan membawanya dengan lancar dan aman. Meski wajahnya pucat dan penuh dengan keringat dan ac mobil cukup dingin. Tapi fokus Angeline tidak hilang sedetik pun dan dapat mengemudi dengan lihai.
Bahkan saat harus menyalip atau berputar, terasa halus tanpa ada kesalahan sedikit saja. Diam-diam Bryan yang sedang sibuk berteleponan dengan kliennya merasa cukup kagum. Angeline sama sekali tidak terlihat seperti supir baru. Namun, terasa sangat profesional.
Beberapa saat kemudian, mobil mereka sudah memasuki perkarangan rumah Bryan. Angeline keluar terlebih dahulu dan membukakan pintu untuk Bryan.
“Selamat istirahat Pak,” ucap Angeline dengan sedikit menganggukkan kepalanya.
“Terimakasih sudah mengantar saya dengan selamat,” ucap Bryan dan memberikan selembar uang seratus ribu.
“Tips untukmu,” ucapnya lagi dan Angeline menerimanya dengan senyuman lebar.
“Terimakasih kembali.”
Angeline berjalan pergi dari sana, sementara Bryan masih memandang Angeline dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Saat Bryan berbalik dan baru melangkah tiga langkah, ia dikejutkan dengan bunyi dentuman yang cukup keras.
Bryan berbalik mencari sumber asal suara tersebut, semakin terkejut saat ia melihat Angeline yang sudah tergeletak di tanah tak sadarkan diri. Bryan berjalan lebih cepat menghampiri Angeline.
“Hei, kau tidak apa-apa?” tanya Bryan dan mencoba mengguncangkan tubuh Angeline. Tak ada respon, Bryan pun menyentuh wajah Angeline yang sudah sangat pucat, panas dan penuh dengan keringat.
Terpaksa Bryan menggendong Angeline untuk dibawa ke dalam rumahnya. Ia menaruh Angeline di atas sofa ruang tamu dan menelpon dokter kenalannya.
Satu jam kemudian, Angeline mulai mendapatkan kembali kesadarannya. Matanya perlahan terbuka dan terkejut saat mendapati dirinya berada di tempat asing.
“Kau sudah bangun?” terdengar suara seorang pria yang datang dengan bungkusan di tangannya.
“Seharusnya kau pingsan di jalan, kenapa harus di rumahku?” tanyanya lagi dan membuat Angeline menatapnya dengan heran.
“Bapak? Aku ... di rumah Anda?” tanya Angeline menyadari siapa yang ada di depannya.
“Ya. Hah ... dokter sudah memeriksamu dan kau ... kurang gizi, kelelahan bahkan anemia. Kau ini sebenarnya apa? Bagaimana bisa kau bekerja dengan kondisi seperti itu?” omel Bryan yang terlihat kesal meski tak perduli pada Angeline.
“Ah ... maafkan aku karena sudah merepotkan Anda Pak. Aku ... akan membayar semuanya, tapi apa bisa dengan cicilan?”
Bryan menatap Angeline dengan datar, namun dalam hati ia sangat terkejut. Hal pertama yang ia khawatirkan adalah biaya pengobatannya yang harus ia ganti. Bukan keterangan tentang kesehatannya, namun biaya ganti yang harus ia bayar.
“Makanlah dulu, baru kau boleh pergi,” ucap Bryan menunjukkan bungkusan yang ia bawa tadi.
Namun, bukan bungkusan itu yang Angeline ambil. Melainkan ponselnya dan langsung memeriksanya.
“ASTAGA! Aku kehilangan banyak pekerjaan, kenapa harus pingsan segala sih,” seru Angeline dan segera turun dari ranjang yang ia tempati lalu terburu untuk segera pergi.
Bryan menahan tangan Angeline dan terdiam cukup lama sampai Angeline kembali menarik tangannya.
“Terimakasih karena sudah menolongku, Bapak bisa menghubungiku untuk biaya pengobatanku pada supir anda Pak. Permisi,” ucap Angeline seraya menarik tangannya dan hendak keluar dari kamar tamu yang ia gunakan.
Bryan masih terdiam di tempatnya, ia ingin sekali tidak memperdulikan Angeline meski tahu kondisi Angeline. Tapi, setelah beberapa saat Bryan malah cemas dan mulai bimbang. Hingga akhirnya ia menyusul Angeline yang sudah berada di ambang pintu.
“Berapa?” ucap Bryan menghentikan langkah Angeline.
“Apa?” tanya Angeline berbalik menatap Bryan yang menghentikan larinya dan mulai berjalan perlahan ke arah Angeline.
“Berapa ... biayamu? Perjam? Atau ... per perkerjaan? Aku akan membayarmu.”
Angeline menatap tidak mengerti, namun sedetik kemudian Angeline terkejut dengan menutupi bagian tubuh depannya dengan menyilangkan tangannya.
Bryan terhenti, ia menghela napas. Tangan kanannya ia masukkan ke dalam saku celananya dan mengurut dahinya. Tak habis pikir bahwa Angeline akan berpikir terlalu jauh dengan ucapannya barusan.
“Apa maksud bapak? Aku bukan wanita panggilan! Meski aku sangat membutuhkan uang, aku masih punya harga diri. Aku memang menerima semua pekerjaan, tapi tidak dengan melayani pria hidung belang seperti bapak!”
Mendengar itu, Bryan tak bisa menahan tawanya. Angeline sempat terpesona akan ketampanan Bryan yang bertambah dua kali lipat saat sedang tertawa seperti itu. Karena dari awal mereka bertemu, Bryan tampak dingin dan sangat serius.
“Kenapa tertawa? Apa bapak pikir ini sebuah lelucon?” tanya Angeline marah.
“Ah tidak ... sorry. Aku gak bermaksud untuk menyinggungmu. Dan aku ... tidak berpikir kau akan mengira aku, akan membayarmu untuk ... melakukan hal itu. Aku hanya ingin kau menghabiskan makanmu. Jika kau pergi dengan keadaan seperti itu, aku yakin kau akan pingsan lagi di jalan.”
“Apa?”
“Anggap saja, biaya doktermu lunas jika kau menghabiskan makan yang sudah aku belikan. Dan jangan lupa obat yang diberikan oleh dokter. Entah kenapa aku harus perduli padamu seperti ini,” jelas Bryan dan membuat Angeline luluh.
Beberapa saat kemudian, Angeline selesai menghabiskan satu mangkok bubur yang masih hangat. Dan segera meminum obatnya. Sementara Bryan sibuk dengan tabletnya. Tiba-tiba sebuah pesan masuk dan itu dari Nyonya Rose. Ibu tirinya.
Bryan enggan membuka pesan itu dan langsung menaruh tabletnya. Wajahnya kembali berubah menjadi dingin dan sangat serius.
“Terimakasih atas bubur dan obatnya, hutangku lunas ‘kan? Kalau begitu aku pamit pergi,” ucap Angeline setelah mencuci mangkok piringnya.
“Kenapa kau bekerja serabutan seperti ini? Bahkan kau bersedia menjadi supir pengganti, bagaimana jika aku adalah orang jahat?” tanya Bryan dan membuat Angeline tak jadi pergi.
“Aku hanya seorang pekerja keras yang rela melakukan apa saja asalkan bisa menghasilkan. Ibuku sakit dan tak ada yang bisa kami andalkan. Jika bukan aku, siapa lagi?”
“Apa saja ... asalkan menghasilkan?”
“Ya.”
Bryan terdiam sejenak, berpikir cukup serius sambil berjalan mendekat ke arah Angeline. Dengan kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celana. Bryan berhenti tepat satu langkah dari tempat Angeline berdiri.
“Kalau begitu, apa kau mau bekerja untukku? Setidaknya untuk satu tahun?” tawar Bryan.
“Pekerjaan apa yang kau tawarkan?”
“Menikahlah denganku, dan lahirkan seorang putra untukku.”
Angeline terkesiap mendengar ucapan Bryan.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved