Bab 5 (BAB SEMBILAN - SEPULUH)

by Pena_Receh01 18:46,Aug 20,2023
Mona terbangun jam enam, matanya mengerjap menyesuaikan penglihatan. Ia turun dari kasur, merasa heran karena berada di kamar. Berpikir keras, tidak mungkin kejadian tadi malam hanya mimpi lantaran terasa sangat nyata.


"ishhh, sudahlah mendiangan aku mandi, cepat-cepat berangkat kuliah," ujar Mona saat melihat jam di dinding.


Gadis itu terus meguap setelah memakai bedak dan memoles lipbalm di bibir. Hari ini ada kelas pagi, karena kemaren sore Mirna memberitahu lewat chat. Saat menuju dapur untuk membuat sarapan, tetapi ia bertemu Arka yang menenteng sesuatu.


"Masss," lirih Mona pelan masih teringat kejadian semalam, ia ragu jika itu mimpi apalagi melihat tatapan Arka tidak seperti biasanya.


Arka langsung menunjuk kening Mona dengan telunjuk. "Apa otakmu ini sudah berpikir dengan benar? mau patuh padaku atau mengganti rugi uang yang dibawa kakakmu," sinis Arka menatap tajam wajah Mona yang seketika pucat.


"Ternyata bukan mimpi, lagi malam aku sempat hendak dilecehkan," batin Mona berseru dengan lirih, jari tangan saling meremas berusaha memendam kegelisahan.


"Jawab! Bukan diam," bentak Arka tak sabaran terus menatap sinis Mona yang gemetar.


"A-aku pilih patuh, Mas," sahut Mona dengan terbata-bata.


Arka tersenyum mengejek ia menoyor kening Mona membuat sang empu terdorong sedikit ke belakang. "Makanya kalau mau berbicara berpikir dulu! Kamu hanya bisa menurut padaku, apalagi Kakakmu sendiri yang menumbalkanmu hhaha. Kalian hanya orang miskin! Jangan belagu," geram Arka lalu menyodorkan plastik putih pada Mona.


"Siapkan ini untuk sarapan, kamu tak perlu memasak." Setelah Mona menerima plastik itu, Arka langsung pergi ke kamar untuk membersihkan diri.


Tanpa dikomando air mata Mona berjatuhan. Lekas mengusap dengan kasar karena menangis tidak akan mengubah nasib malang yang menyerang. Cepat melaksanakan tugas menyiapkan sarapan di meja.


[Mona, siapkan pakaianku sekarang!] - Arka


Saat menerima pesan dari Arka, Mona langsung bangkit lalu berlari menuju kamar kakak ipar untuk menyiapkan pakaian sesuatu perintah. Dengan cekatan memilih baju, celana yang pas. Sehabis itu cepat keluar karena mengetahui jika Arka selesai mandi.


"Ahhh syukurlah, aku masih takut dengan Mas Arka. Apalagi setelah kejadian itu," monolog Mona dengan suara pelan, mengelus dada menenangkan detak jantung yang berpacu.


Arka keluar kamar mandi ia mendengar suara pintu yang ditutup dengan cepat. Seringai muncul di bibirnya, merasa bahagia bahwa gadis itu takut. Segera memakai pakaian lalu mengambil tas dan dasi. Melangkah menuju meja makan, dia harus cepat-cepat karena ada jadwal rapat hari ini.


"Mona! Cepat pakaikan dasi, aku harus segera sarapan dan pergi bekerja," perintah Arka, ia menyodorkan dasi itu pada adik iparnya.


Mona mengambil dasi itu, memakaikan dengan gugup. Ia takut berdekatan dengan Arka, lelaki itu tinggi membuat Mona kesusahan untuk memasangkannya. Arka yang mengetahui kesulitan Mona lebih menunduk, dia merasa senang saat melihat Mona gelagapan.


"Cepatlah! Waktuku terbuang sia-sia jika kamu lama sekali memakaikannya," ejek Arka, Mona menunduk sebentar lalu dengan cekatan mengenakan dasi pada Arka.


Selesai memakaikan dasi, Arka langsung menyuruh Mona untuk sarapan. Lelaki tersebut juga makan dengan lahap, memakai menu favoritnya. Sehabis itu bangkit lalu mendekati Mona menaruh uang tiga puluh ribu di meja.


"Ini uang jajanmu, harus cukup sehari! Ini hukuman karena ucapanmu kemarin." Arka menunduk mensejajarkan wajahnya dengan adik ipar.


"Belajarlah menjadi pengganti istriku dengan baik. Jangan terlalu gugup, karena aku akan melakukan yang lebih dari ini," ucap Arka lalu mengecup bibir Mona sekilas yang menjadi candu untuk, dengan tidak memperdulikan air mata Mona yang menetes lagi, Arka bergegas pergi meninggalkan adik ipar sendiri.


BAB 10


Arka langsung menghempaskan bokongnya sesampai di kantor. Mengembuskan napas kasar lalu cepat mengerjakan berkas-berkas yang menumpuk. Dua jam berlalu, lelaki itu masih membaca dan menandatangani kertas tersebut. Pintu ruangan terbuka, menampilkan sahabat merangkak menjadi sekertaris. Arka menatap sinis Reyhan memamerkan cengiran lalu mendekati meja.


"Sinis banget sih matanya bos, belum dipuaskan sama istri apa! Ikut gue aja yuk clubing," ajak Reyhan beralih duduk di sofa saat menaruh berkas di meja.


"Berisik lo" geram Arka lalu meraih berka itu untuk dibaca.


"Ayolah, Ka. Sesekali jajan diluar, emang gak bosen istrimu mulu," ucap Reyhan memang tidak mengetahui jika istri Arka kabur.


"Pergi lo! Ganggu aja, gue lagi banyak kerjaan," usir Arka membuat Reyhan terkekeh.


"hahaha, kalau berubah pikiran bilang ke gue." Reyhan langsung berlegang pergi.


"Sialan!" maki Arka menghempaskan pulpen ke meja, ia lekas meraih telepon dan meminta jus untuk mendinginkan kepala.


Dilain tempat, Mona sudah duduk di kursi menatap kosong papan tulis. Suara berisik siswa-siswi tidak menganggu gadis itu yang otaknya tengah berkenala. Suara seseorang memanggil bahkan mengguncang tubuh Mona membuat perempuan tersebut tersadar lalu tersentak.


"Ada apa? Apa guru sudah datang," ucap Mona repleks tanpa melihat siapa yang mengguncang tubuhnya lalu tatapan mereka langsung beradu dengan Raka sang pelaku.


"Lo kenapa Mon? gak biasanya ngelamun gitu," tegur Raka duduk dihadapan Mona.


"Ternyata lo Ka, bikin kaget aja. Gue gak papa kok," sahut Mona senatural mungkin.


"Jangan bohong, Mon. Kalau ada masalah bilang sama gue," balas Raka menatap tajam manik Mona.


"Gue gak papa, Ka. Gak usah lebay deh, pergi ke tempat lo sono! Tuh guru udah datang," usir Mona tidak mau memberitahu Raka soal dirinya.


Raka mengembuskan napasnya, lalu bangkit sedikit membungkuk dan memegang pipi kanan. "Ya sudah, aku tidak memaksamu bercerita, tapi kalau sudah mau bercerita pergilah padaku, aku akan mendengarkannya," ujar Raka berdiri tegak, mulai melangkah menuju tempat duduknya.


***


Mona melangkah keluar sekolah, ia pulang berjalan kaki karena uang yang diberikan Arka tak cukup untuk ngojek. Dengan lesu berjalan menuju kediaman kakak ipar. Sebuah notifikasi khusus berbunyi, membuat Mona lekas mengambil handphone di tas.


[Aku akan pulang tiga jam lagi, cepat siapkan lobster asam manis. Setelah aku sampai, makanan itu harus sudah matang! Jika belum awas kamu,] - Arka


[Jika stok lobster habis, ambil uang diatas kulkas, aku sudah menyiapkannya.] - Arka


Mata Mona membulat, ia segera memasukan handphone tidak membalas pesan itu. Lebih memilih cepat pulang dan berganti pakaian lalu lekas belanja. Dia tau jika loster habis karena pagi tadi sempat hendak membuat sarapan. Napas wanita tersebut terengah, mengatur pernapasan sebentar lalu berlari ke kamar, mengambil uang, lekas pergi membeli bahan.


"Untunglah, aku cepat menemukan bahan-bahannya," ucap Mona saat sampai rumah, ia naik ojek karena ingin cepat sampai.


"Aku harus cepat memasak, waktu tinggal sedikit lagi," kata Mona saat melihat jam lalu cepat menyiapkan bahan dan memasak.


Arka pulang bertepatan, Mona selesai memasak terlihat gadis itu mengembuskan napasnya. Arka menatap hidangan di meja, ia langsung menyantap tanpa berbicara sedikitpun pada adik ipar. Sehabis makanan tersebut, Arka langsung bangkit menenteng sesuatu, masuk ke ruang kerja.


"Aku harus bebenah dulu baru tidur," ucap Mona lalu cepat melakukan pekerjaan rumah tangga.


"Pyuhhhh, akhirnya selesai juga." Mona mengusap keringat di kening, lalu melangkah ke kamar untuk membersihkan diri.


Saat keluar kamar mandi, tubuh Mona hanya terbungkus handuk. Suara pintu terbuka membuat gadis itu terkejut kala mencari pakaian tidur di kamar. Matanya membulat melihat Arka masuk dengan sempoyongan lalu mengunci pintu.


"Kamu berusaha menggodaku, sayang," ujar Arka dengan suara serak, bau alkohol tercium saat sudah berada di dekat Mona.


"Mass, mau ngapain ke sini. Mas mabuk." Mona terus mundur, saat mencium bau alkohol. Alarm berbahaya berbunyi saat melihat tatapan berbeda dari manik kakak iparnya.


"Kamu milikku, Mona. Cepat layani aku!" perintah Arka lalu menerkam Mona yang terus memberontak.




Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

66