Bab 4 (BAB TUJUH - DELAPAN)
by Pena_Receh01
18:45,Aug 20,2023
Semua teman-teman Mona sudah pulang, gadis itu langsung mengerjakan pekerjaan rumah. Menyiapkan makan malam, lalu masuk ke kamar Arka untuk membersihkan tempat tersebut. Dengan cekatan Mona merapikan seluruhnya. Mengembuskan napas lelah, lekas mandi karena Mona akan istirahat. Tubuh sangat letih akibat belajar kelompok dan membersihkan kediaman Arka.
"Tidur sebentar aja deh," kata Mona setelah membersihkan diri, membiarkan tubuhnya hanya berbalut handuk.
Arka menggeramkan marah saat sampai rumah Mona tidak membukakan pintu. Dengan rasa kesal yang mengganjal, Arka melangkah ke mobil untuk mengambil kunci cadangan. Saat memasuki kamar, ia baru teringat bahwa adik iparnya tadi mengerjakan tugas kelompok di sini. Dia langsung melihat CCTV lalu menggeram kesal saat melihat Mona selalu bergenggaman tangan bersama salah satu laki-laki.
"Gadis ini harus diberi hukuman agar tau posisinya," seru Arka lalu bangkit ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Sehabis membersihkan diri, Arka langsung memakai pakaian santai. Melangkah dengan pasti ke bilik Mona, ia langsung membuka pintu dan disuguhkan pemandangan yang mengundang gelora yang beberapa hari ini dia tahan. Lelaki tersebut mendekat dan mengusap bibir ranum adik ipar, perlahan wajah Arka mendekat menyatukan kedua benda kenyal melumat dengan kasar.
Mona terusik oleh kegiatan Arka, perlahan mata lentik itu terbuka dan langsung membulat. Saat mengetahui kakak ipar tengah menindih, sambil menyelipkan tangan ke gunung kembar miliknya. Mona berusaha memberontak tetapi tenaga kalah kuat dengan Arka, gadis tersebut hanya bisa terisak karena dilecehkan.
"Berisik!" geram Arka lalu melepaskan pertemuan benda kenyal itu, ia lekas mengusap bibir dan menatap tajam Mona.
"Ini hukuman untukmu, karena sudah berdekatan dengan laki-laki. Ingatlah, kamu adalah pengganti istriku jadi jangan macam-macam!" gertak laki-laki itu lalu melangkah meninggalkan Mona yang terisak tetapi berhenti di pintu berbicara tanpa menoleh.
"Cepat turun! Atau kamu mau Mas berbuat lebih," ucap Arka melangkah keluar menuju dapur yang ada meja makan.
Arka menunggu lima belas menit lalu Mona keluar dengan mata sembab. Lelaki itu hanya melirik sekilas lalu fokus ke ponsel sambil mengunyah makanan. Arka memandang Mona yang masih terdiam di kursi tanpa menyentuh hidangan.
"Siapkan aku kopi! Cepat!" perintah Arka dengan tegas, Mona tersentak lalu melakukan bangkit dengan lesu untuk menyeduh kopi.
"Ini Mas," kata Mona dengan lesu, lalu mengambil hidangan untuk dimakan, selera Mona hilang saat mengingat kejadian tadi.
"Masss, aku ingin berbicara," ucap Mona pelan membuat Arka mendongak sebentar lalu menunduk lagi fokus makan.
"Nanti, jika sudah makan malam," sahut Arka tak peduli dibalas anggukan Mona.
"Aku bisa melakukan pekerjaan rumah tangga, tapi tidak untuk melayani di ranjang," batin Mona berseru saat mengingat Dinda membuat ia jadi tumbal oleh keegoisan sang kakak.
Sehabis makan malam, Arka bangkit meraih secangkir kopi lalu melangkah ke ruang tamu. Mona masih melahap makanannya, ia akan ke Arka saat selesai mengisi perut. Berdiri dari kursi dan mendekat pada kakak ipar, gelisah menyerang membuat Mona meremas pakaian bahkan sampai berkeringat di dahi.
"Mau apa gadis ini," batin Arka berseru tetapi tidak memperdulikan Mona, pria itu fokus mengetik keybroad di laptop. Menikmati secangkir kopi yang terasa pas di lidah.
"Ma-masss, aku tidak mau melayanimu di ranjang, cukup hanya pelecehan yang tadi saja," ujar Mona dengan nada cepat setelah tergagap tadi, membuat Arka menoleh dan menatap tajam wajahnya.
BAB 8
Arka bangkit dari duduk, lalu mendekati Mona menatap tajam ke arah gadis itu. Membuat nyali Mona yang ingin berkata lagi jadi menciut. Menarik dagu adik ipar dan mencengkram agar membalas tatapannya
"Bercermin dululah sebelum berbicara itu, Mona! Boleh saja kamu tidak melakukan kewajiban yang dilemparkan padamu. Tapi ganti uang yang dibawa kakak sialanmu itu," maki Arka lalu membuat Mona terjatuh duduk di lantai.
"Kamu ini tidak tau diri!" bentak Arka lalu menarik tangan Mona untuk mengikutinya.
"Diamlah di sini! Renungkan keinginanmu, apakah pantas atau tidak kamu pinta padaku," seru Arka mendorong Mona masuk gudang dan lelaki itu kunci.
"Masss, buka! Jangan dikunci Mona takut," teriak Mona menggedor pintu, ia mulai terisak ketakutan.
Arka berlalu begitu saja meninggalkan gudang, ia sangat kesal mendengar permintaan Mona. Lelaki itu lebih memilih ke kamar untuk mengistirahatkan tubuh. Dia sangat lelah, membiarkan adik ipar tidur di gudang untuk malam ini.
"Masss, tolong buka! Mona takut, Mona janji gak bakal nego lagi apalagi ngebantah," pekik Mona, gadis itu sangat takut gelap.
Mona melorot ke lantai, memeluk lutut dengan gemetar. Matanya melirik setiap sudut, gudang ini sangat berdebu. Ia sangat takut dengan kecoa, rasa takut bertemu sangat besar.
"Mona takutttt," lirih Mona dengan gementar, tubuhnya sedikit terguncang akibat tangisan.
Mona memekik kaget saat merasa ada yang menggerayangi tangannya, gadis itu langsung mengibaskan lengan saat mengetahui kecoa. Ia berlari mencari sesuatu untuk mengusir serangga itu, saat menemukan sapu Mona langsung cepat menyingkirkan cecunguk. Perempuan tersebut bernapas lega, dia langsung menyapu tempat buat duduk sambil memegang benda bakal membersihkan debu. Akan menjadi senjata selama berada disini.
"Tempat ini sangat menyeramkan, kenapa Mas Arka tega menghukumku disini. Aku lebih memilih bekerja sehari penuh," lirih Mona, matanya tetap waspada takut cecunguk mendekatinya lagi.
"Ini semua karena Kak Dinda, kalau dia tidak kabur dan mengkhianati Mas Arka pasti hidupku baik-baik saja," ujar Mona mengepalkan tangannya, mengingat kepergian Dinda.
"Apa yang harus aku lakukan, aku tidak bisa mengembalikan uang yang dibawa kabur oleh Kak Dinda," gumaman Mona terdengar lirih dan putus asa.
"Kenapa Kak Dinda tega mengorbankan aku sebagai pengganti dirinya," tutur Mona mengusap air mata yang mulai berjatuhan.
"Pilihanku hanya menuruti Mas Arka, mengganti peran Kak Dinda sebagai istrinya," ucap Mona lagi, ia terus berbicara sendiri meratapi nasibnya yang ternyata harus melayani Arka di atas ranjang juga.
"Hidupku hancur dalam sekejap karena ulah Kak Dinda. Apa karena aku terlena dengan kemanjaan yang diberikan Mas Arka, hingga tuhan menegurku dengan cara ini?" Pikiran Mona telah berkelana ke mana saja, tanpa ia ketahui jam telah menunjuk angka tiga dan gadis tersebut baru terlelap karena kelelahan.
Arka telah terbangun saat jarum jam menunjuk angka setengah enam, ia bangkit untuk ke meja makan dan tidak menemukan sarapan. Dia baru ingin bahwa telah menghukum Mona, dengan langkah lebar Arka pergi menuju gudang. Saat membuka pintu itu, matanya langsung disuguhkan pemandangan yang menyedihkan.
Arka membuang napas kasar. "Jangan simpati, Arka! Gadis ini adalah adik wanita sialan itu," batin Arka memperingati, ia segera mendekat dan membopong Mona ke kamar perempuan itu.
"Aishhhh, menyusahkan saja." Arka langsung pergi saat menaruh Mona di kasur, melangkah ke dapur untuk membuat secangkir kopi, ia memilih membeli makanan untuk sarapan.
"Tidur sebentar aja deh," kata Mona setelah membersihkan diri, membiarkan tubuhnya hanya berbalut handuk.
Arka menggeramkan marah saat sampai rumah Mona tidak membukakan pintu. Dengan rasa kesal yang mengganjal, Arka melangkah ke mobil untuk mengambil kunci cadangan. Saat memasuki kamar, ia baru teringat bahwa adik iparnya tadi mengerjakan tugas kelompok di sini. Dia langsung melihat CCTV lalu menggeram kesal saat melihat Mona selalu bergenggaman tangan bersama salah satu laki-laki.
"Gadis ini harus diberi hukuman agar tau posisinya," seru Arka lalu bangkit ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Sehabis membersihkan diri, Arka langsung memakai pakaian santai. Melangkah dengan pasti ke bilik Mona, ia langsung membuka pintu dan disuguhkan pemandangan yang mengundang gelora yang beberapa hari ini dia tahan. Lelaki tersebut mendekat dan mengusap bibir ranum adik ipar, perlahan wajah Arka mendekat menyatukan kedua benda kenyal melumat dengan kasar.
Mona terusik oleh kegiatan Arka, perlahan mata lentik itu terbuka dan langsung membulat. Saat mengetahui kakak ipar tengah menindih, sambil menyelipkan tangan ke gunung kembar miliknya. Mona berusaha memberontak tetapi tenaga kalah kuat dengan Arka, gadis tersebut hanya bisa terisak karena dilecehkan.
"Berisik!" geram Arka lalu melepaskan pertemuan benda kenyal itu, ia lekas mengusap bibir dan menatap tajam Mona.
"Ini hukuman untukmu, karena sudah berdekatan dengan laki-laki. Ingatlah, kamu adalah pengganti istriku jadi jangan macam-macam!" gertak laki-laki itu lalu melangkah meninggalkan Mona yang terisak tetapi berhenti di pintu berbicara tanpa menoleh.
"Cepat turun! Atau kamu mau Mas berbuat lebih," ucap Arka melangkah keluar menuju dapur yang ada meja makan.
Arka menunggu lima belas menit lalu Mona keluar dengan mata sembab. Lelaki itu hanya melirik sekilas lalu fokus ke ponsel sambil mengunyah makanan. Arka memandang Mona yang masih terdiam di kursi tanpa menyentuh hidangan.
"Siapkan aku kopi! Cepat!" perintah Arka dengan tegas, Mona tersentak lalu melakukan bangkit dengan lesu untuk menyeduh kopi.
"Ini Mas," kata Mona dengan lesu, lalu mengambil hidangan untuk dimakan, selera Mona hilang saat mengingat kejadian tadi.
"Masss, aku ingin berbicara," ucap Mona pelan membuat Arka mendongak sebentar lalu menunduk lagi fokus makan.
"Nanti, jika sudah makan malam," sahut Arka tak peduli dibalas anggukan Mona.
"Aku bisa melakukan pekerjaan rumah tangga, tapi tidak untuk melayani di ranjang," batin Mona berseru saat mengingat Dinda membuat ia jadi tumbal oleh keegoisan sang kakak.
Sehabis makan malam, Arka bangkit meraih secangkir kopi lalu melangkah ke ruang tamu. Mona masih melahap makanannya, ia akan ke Arka saat selesai mengisi perut. Berdiri dari kursi dan mendekat pada kakak ipar, gelisah menyerang membuat Mona meremas pakaian bahkan sampai berkeringat di dahi.
"Mau apa gadis ini," batin Arka berseru tetapi tidak memperdulikan Mona, pria itu fokus mengetik keybroad di laptop. Menikmati secangkir kopi yang terasa pas di lidah.
"Ma-masss, aku tidak mau melayanimu di ranjang, cukup hanya pelecehan yang tadi saja," ujar Mona dengan nada cepat setelah tergagap tadi, membuat Arka menoleh dan menatap tajam wajahnya.
BAB 8
Arka bangkit dari duduk, lalu mendekati Mona menatap tajam ke arah gadis itu. Membuat nyali Mona yang ingin berkata lagi jadi menciut. Menarik dagu adik ipar dan mencengkram agar membalas tatapannya
"Bercermin dululah sebelum berbicara itu, Mona! Boleh saja kamu tidak melakukan kewajiban yang dilemparkan padamu. Tapi ganti uang yang dibawa kakak sialanmu itu," maki Arka lalu membuat Mona terjatuh duduk di lantai.
"Kamu ini tidak tau diri!" bentak Arka lalu menarik tangan Mona untuk mengikutinya.
"Diamlah di sini! Renungkan keinginanmu, apakah pantas atau tidak kamu pinta padaku," seru Arka mendorong Mona masuk gudang dan lelaki itu kunci.
"Masss, buka! Jangan dikunci Mona takut," teriak Mona menggedor pintu, ia mulai terisak ketakutan.
Arka berlalu begitu saja meninggalkan gudang, ia sangat kesal mendengar permintaan Mona. Lelaki itu lebih memilih ke kamar untuk mengistirahatkan tubuh. Dia sangat lelah, membiarkan adik ipar tidur di gudang untuk malam ini.
"Masss, tolong buka! Mona takut, Mona janji gak bakal nego lagi apalagi ngebantah," pekik Mona, gadis itu sangat takut gelap.
Mona melorot ke lantai, memeluk lutut dengan gemetar. Matanya melirik setiap sudut, gudang ini sangat berdebu. Ia sangat takut dengan kecoa, rasa takut bertemu sangat besar.
"Mona takutttt," lirih Mona dengan gementar, tubuhnya sedikit terguncang akibat tangisan.
Mona memekik kaget saat merasa ada yang menggerayangi tangannya, gadis itu langsung mengibaskan lengan saat mengetahui kecoa. Ia berlari mencari sesuatu untuk mengusir serangga itu, saat menemukan sapu Mona langsung cepat menyingkirkan cecunguk. Perempuan tersebut bernapas lega, dia langsung menyapu tempat buat duduk sambil memegang benda bakal membersihkan debu. Akan menjadi senjata selama berada disini.
"Tempat ini sangat menyeramkan, kenapa Mas Arka tega menghukumku disini. Aku lebih memilih bekerja sehari penuh," lirih Mona, matanya tetap waspada takut cecunguk mendekatinya lagi.
"Ini semua karena Kak Dinda, kalau dia tidak kabur dan mengkhianati Mas Arka pasti hidupku baik-baik saja," ujar Mona mengepalkan tangannya, mengingat kepergian Dinda.
"Apa yang harus aku lakukan, aku tidak bisa mengembalikan uang yang dibawa kabur oleh Kak Dinda," gumaman Mona terdengar lirih dan putus asa.
"Kenapa Kak Dinda tega mengorbankan aku sebagai pengganti dirinya," tutur Mona mengusap air mata yang mulai berjatuhan.
"Pilihanku hanya menuruti Mas Arka, mengganti peran Kak Dinda sebagai istrinya," ucap Mona lagi, ia terus berbicara sendiri meratapi nasibnya yang ternyata harus melayani Arka di atas ranjang juga.
"Hidupku hancur dalam sekejap karena ulah Kak Dinda. Apa karena aku terlena dengan kemanjaan yang diberikan Mas Arka, hingga tuhan menegurku dengan cara ini?" Pikiran Mona telah berkelana ke mana saja, tanpa ia ketahui jam telah menunjuk angka tiga dan gadis tersebut baru terlelap karena kelelahan.
Arka telah terbangun saat jarum jam menunjuk angka setengah enam, ia bangkit untuk ke meja makan dan tidak menemukan sarapan. Dia baru ingin bahwa telah menghukum Mona, dengan langkah lebar Arka pergi menuju gudang. Saat membuka pintu itu, matanya langsung disuguhkan pemandangan yang menyedihkan.
Arka membuang napas kasar. "Jangan simpati, Arka! Gadis ini adalah adik wanita sialan itu," batin Arka memperingati, ia segera mendekat dan membopong Mona ke kamar perempuan itu.
"Aishhhh, menyusahkan saja." Arka langsung pergi saat menaruh Mona di kasur, melangkah ke dapur untuk membuat secangkir kopi, ia memilih membeli makanan untuk sarapan.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved