Bab 5 Part 5. Sesi Curhat Di Kantor

by Dinda Tirani 18:06,Aug 09,2023
Hari-hari pertama bekerja dilalui Haris dengan penuh semangat. Bukan hanya Haris saja sebenarnya, tapi teman-teman barunya juga. Dan semakin mengetahui kondisi di kantor ini, Haris juga bisa melihat para karyawan lain yang lebih seniorpun juga terlihat selalu semangat bekerja setiap harinya. Dia berpikir, apakah ini semua karena kebijakan perusahaan yang membebaskan untuk menikah dengan sesama karyawan, atau membolehkan saudara dari mereka yang sudah bekerja disini, untuk ikut bekerja disini juga. ‘Ya, mungkin itu salah satunya sih,’ batin Haris.
Sekarang setiap pagi Haris berangkat dengan Aldo dan Viona. Memang benar, kantor Aldo searah jadi setiap hari mereka bisa berangkat bareng tanpa membuat Aldo harus memutar arah. Kantor Aldo juga kebetulan tak begitu jauh dengan kantor Haris dan Viona, jadi mereka juga sempat beberapa kali makan siang bareng.
Di kantor, semangat Haris semakin bertambah karena dia satu ruangan dengan 2 wanita cantik, Viona dan Lidya. Bukan hanya cantik, tapi mereka berdua juga baik dan pintar. Viona tak pernah pelit membagi ilmunya, apapun pertanyaan dari Haris ataupun Lidya, dia jawab seperti apa yang dia tahu. Lidya sendiri juga begitu, kadang dia terlibat diskusi seru dengan Haris membicarakan masalah yang sedang mereka pelajari. Kebetulan, saat masih kuliah Lidya beberapa kali magang di kantor ini, jadi punya sedikit lebih banyak ilmu dan pengalaman untuk dibagi dengan Haris.
Di ruangan yang mereka tempati ini ada 2 buah meja, satu untuk Viona dan satu lagi yang sebelumnya kosong ditempati oleh Lidya. Nantinya, antara Haris atau Lidya lah yang akan menempatinya. Tapi mulai saat ini Haris sudah bersiap-siap. Karena status Lidya yang merupakan anak pak Doni, kemungkinan besar Lidyalah yang akan ditempatkan di kantor pusat ini, sedangkan Haris akan ditempatkan di kantor cabang, entah dimana.
Hari ini, sejak pagi hanya Haris dan Lidya yang berada di ruangan itu, Viona ikut rapat dengan pak Doni. Haris dan Lidya yang memang statusnya masih karyawan training belum bisa diikutikan di rapat resmi seperti itu. Tidak masalah bagi Haris, karena kalau diajakpun dia juga belum siap, jadi tak tahu harus melakukan apa di ruang rapat.
Sekitar setengah jam sebelum jam makan siang, Viona sudah kembali lagi ke ruangan. Dia kembali dengan membawa setumpuk kertas, yang dia letakkan begitu saja di mejanya.
“Wuiih, berkas apaan tuh bu? Banyak banget?”
“Biasa Ris, rekap untuk gaji karyawan bulan ini. Sebelum masuk ke bagian keuangan, kita cek dulu, masalah absensi dan lain-lain, apakah sudah sesuai apa belum.”
“Lho bukannya semua sudah terkomputerisasi?”
“Iya emang, tapi kan ada baiknya kita cek manual. Karyawan memang rutin absen datang dan pulangnya, tapi kinerjanya juga dilihat, dan itu bagian kita untuk mengawasi.”
“Mengawasi semua karyawan?”
“Iya, tapi maksudnya bukan kita yang terjun langsung. Kita dapat laporan dari masing-masing kepala bagian, ya yang ada di berkas ini. Setelah kita cek, ditanda tangani sama kepala bagian, baru kita serahkan ke bagian keuangan untuk proses penggajiannya.”
“Oooh gitu…”
“Oh iya, ada satu lagi informasi buat kalian.”
“Informasi apa bu?”
“Ini tentang penempatan kalian selanjutnya.”
Haris dan Lidya menghentikan kegiatan mereka. Kabar ini yang sudah ditunggu-tunggu, terutama oleh Haris. Dia tahu akan ditempatkan di cabang, tapi di cabang yang mana itu yang belum dia ketahui.
“Mungkin kalian, terutama Haris udah bisa mengira, siapa yang bakal tetep di kantor pusat kan?”
“Iya bu, pasti Lidya kan?”
“Iya Ris, kamu bener. Terus, kamu sendiri gimana?”
“Yaa nggak masalah sih bu buat saya. Lagian saya cowok, jadi pasti lebih diprioritaskan untuk ke cabang kan?”
“Iya, bener banget. Nah, sekarang, tentang dimana kamu ditempatkan Ris.”
Haris menunggu informasi selanjutnya dari Viona. Kantor ini memiliki beberapa cabang yang tersebar di berbagai kota. Tapi yang di Jawa, hanya ada di Jogja dan Surabaya. Dia orang Solo, dan kuliahnya di Jogja, sudah pasti lebih berharap ditempatkan di Jogja. Tapi dimanapun keputusan dari manajemen menempatkannya, dia sudah siap, dan pasti akan dia jalani.
“Jadi, nanti kamu akan ditempatkan di kantor cabang kita yang ada di Jogja Ris.”
“Wah, beneran bu?”
Viona mengangguk. Haris langsung girang. Rupanya harapannya terwujud. Jogja adalah kota yang sudah cukup dia kenal, lagipula tidak jauh dari kota asalnya. Tentu saja ini menjadi tujuan yang benar-benar dinantikannya.
“Sebenernya, memang sejak awal kamu udah diproyeksikan untuk ditempatkan disana, itulah kenapa kamu yang dipilih.”
“Hmm, maksudnya bu?”
“Jadi gini, waktu tes seleksi tahap akhir, ada 5 orang yang memenuhi syarat untuk lolos, salah satunya kamu, dan juga Lidya. Lidya sudah pasti kita ambil, bukan karena dia anak pak Doni, tapi karena nilai dia sejak awal tes adalah yang tertinggi. Nah, sementara itu kita butuh 1 orang lagi. Dari 4 orang yang tersisa, cuma kamu yang cowok, dan cuma kamu yang pernah di Jogja.” Viona mulai menjelaskan kepada Haris.
“Di perusahaan kita ini, untuk rekrutmen memang kita prioritaskan untuk putra-putra daerahnya terlebih dahulu, artinya jika ada beberapa pilihan, jika ada yang berasal dari kota dimana kantor cabang kita butuh, orang itu yang didahulukan.”
“Lho tapi kan saya bukan dari Jogja, cuma emang kuliahnya disana aja.”
“Itu udah cukup, karena selain kamu, 3 orang lainnya berasal dari luar Jawa, dan mereka nggak kuliah di Jogja. Lagian memang kalau di ranking, kamu di urutan kedua setelah Lidya.”
“Ooh gitu ya. Emang itu yang milih siapa bu?”
“Yang milih pak Doni sendiri, tapi atas rekomendasi dari aku juga sih, haha.”
“Loh kok?”
“Heh, jangan salah sangka dulu. Sebelumnya kan aku nggak kenal sama kamu, jadi pilihanku murni karena domisili dan penilaian kamu aja. Eh ternyata, pas mas Aldo kemarin cerita tentang kamu, aku cek lagi data di kantor, ternyata Haris yang aku pilih itu adalah kamu, sepupunya suamiku, hehe.”
“Walah, kebetulan banget dong ya? Haha.”
“Kalau gitu harus dirayain ini Ris,” ucap Lidya tiba-tiba.
“Loh, apanya yang dirayain Lid? Ini kan cuma pindah tugas, belum pasti lulus juga kan?”
“Hmm, yaa nggak masalah, pindah tugas juga harus tetep dirayain. Kan jadinya, kamu lebih deket sama rumah, sama keluarga, itu yang harus disyukuri, iya nggak?”
“Hmm, iya juga sih. Ya udah deh, aku traktir makan siang kalau gitu, hehe.”
“Asyiiik, kapan? Hari ini ya?”


Bersambung

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

186