Bab 2
by Raessyyy
17:29,Aug 07,2023
Jantungku berdegup kencang, merasakan ketegangan yang teramat sangat. Jendela yang masih terbuka, menghembuskan angin kencang, membuatku gemetar kedinginan.
Bahuku yang tidak tertutup apapun dengan bagian dada yang rendah tidak lepas dari pandangannya. Secara dekat aku mulai melihatnya dengan jelas.
Struktur wajahnya yang tegas dengan alis tebal dan bibir penuh menggoda, membuatku terpaku. Alex. Teman sekelasku yang biasa orang-orang sebut 'makhluk goib', tidak pernah berbicara dan hanya tertidur di kelas hingga pulang kuliah.
Ini pertama kalinya aku dapat menelaah wajahnya yang sempurna.
"Kau menyukaiku, ya?" tanyanya tiba-tiba mengalihkan fokusku. Ekor Alex yang tadinya menegang kini terlihat meliuk ke kanan kiri, seakan tengah kesenangan. Senyumannya semakin melebar menampilkan taringnya yang tajam.
Mataku masih membelalak dan mulutku menganga melihat penampilannya yang dipenuhi bulu dengan telinga menyeruak keluar dari rambutnya.
Tidak mendapatkan jawaban, Alex malah semakin percaya diri dan memelukku kian erat. Tanpa aba-aba dia mendekatkan kepalanya pada ceruk leherku dan menghirupnya kuat.
"Aku juga menyukaimu! Kau sangat cantik, sayang," ucapannya menyimpulkan keterdiamanku. Tunggu, sepertinya ada yang salah.
Dengan sedikit memberontak, aku bergerak tidak nyaman ingin melepaskan pelukannya. Tanganku mendorong bahunya agar sedikit menjauh. Sayang semuanya sia-sia, Alex tidak bergerak seinci pun.
Hembusan napasnya yang hangat terasa menggelitik leherku dan membuatku menggeliat, kegelian.
Rasanya aneh saat kulitku bersentuhan dengan bulu-bulu halusnya, bahkan dengan jailnya telinga itu mengenai daguku, seakan meminta dielus.
Mulutnya sudah bersemayam di kulitku dan menciumnya berulang kali, tidak urung juga dia jilat.
"Hei, tunggu, Al! Lepaskan aku sebentar," pintaku memohon. Suaraku melirih, takut mengeluarkan desahan laknat akibat serangannya itu.
Perlahan, tubuhnya sedikit menjauhiku tanpa melepas pelukan kami. Raut wajahnya terlihat sangat bernafsu dengan mata berkabut.
Alis Alex menyatu, tidak suka melihatku menolaknya. Wajahnya merenggut dengan sedikit geraman, mengancamku.
Sontak gerakanku yang mendorongnya pun berhenti.
"B-Bajuku turun," alasanku tidak dapat memikirkan hal lain lagi. Alex bisa dengan mudah memakanku, bagaimana aku tidak takut?
Tangannya yang berada di punggungku terasa mencengkram dengan kukunya yang panjang, menusuk kulit.
Mendengar ucapanku, seketika Alex melihat ke arah dadaku dan tersenyum mesum. Dengan gerakan menggoda, dia malah semakin menurunkannya membuatku terkejut.
Baju kurang bahan ini sudah setengah terbuka hingga menampakkan bulatan daging yang menyembul. Refleks aku menutupinya dengan tanganku.
"Aku lebih suka kau tidak pakai baju, Natalie," bisiknya di telingaku dengan sensual. Badanku meremang mendengar suaranya yang serak disertai jilatannya yang menggoda. Tanpa sadar aku menggelinjang, risih.
Setelahnya dia menatapku lekat, matanya menelusuri wajahku dan berhenti tepat di bibirku. Dengan salah tingkah aku melihat ke arah lain, selain tatapannya.
Tidak ku sangka Alex mendekat padaku dengan memejamkan mata, membuat kepalaku spontan mundur ingin menjauhinya. Namun, dengan sigap pula dia menyatukan bibir kami dan melumatnya dalam.
Seakan sudah handal, dia langsung menahan tengkukku dan memiringkan kepalanya. Ini gila, aku belum pernah berciuman sebelumnya.
Dan yang tidak pernah ku bayangkan adalah first kiss ku diambil oleh Alex! Kami tidak pernah bersinggungan, jangankan untuk berbicara, sebelum kejadian ini saja aku ragu dia mengenalku atau tidak.
Tanganku yang berada di tengah dada kami, mendorongnya dengan kencang dan kakiku menendang-nendangnya.
Aku merasa gugup sekali merasakan lembut bibir Alex menyentuhku. Berulang kali dia lumat atas bawah, membuatku terpaku.
"Balas aku, sayang," lirihnya melepaskan tautan kami sesaat dan kembali mendekatiku. Mendapat kesempatan kabur, dengan otomatis tubuhku menolaknya dan langsung meronta.
Kepalaku sudah menghadap ke arah samping agar tidak bertemu bibirnya lagi.
Aku harus memikirkan cara lain agar bisa terbebas tanpa harus membuatnya marah. Jeratan ini terlalu memabukkan.
Tidak hanya takut pada Alex, akan tetapi aku pun takut tidak bisa menahan diri dan terjerumus nafsu bersamanya.
Dengan tatapan polos dan persuasif, aku mendekatkan bibirku pada telinganya dan berbisik, menggoda.
"Aku punya permainan, Al, ini lebih menantang dari sekadar ciuman, apa kau mau?" tanyaku berusaha menutup rasa gugupku yang sudah sampai permukaan.
Tanganku mengelus dada Alex, memancingnya untuk menyetujui ideku. Seekor betina harus menipu jantannya dulu baru bisa terbebas, itulah yang ku lakukan saat ini.
Keningnya terlihat mengerut, akan tetapi matanya berbinar, penasaran. Ekornya semakin bergerak kesana kemari dengan semangatnya.
"Apa itu? Apa itu?" tanyanya berulang kali, memaksaku untuk menjawabnya. Di mataku sekarang Alex seperti anjing kecil yang sudah tidak sabar untuk bermain dengan pemiliknya.
Setelah terbebas, aku menumpu badanku pada kasur dan terduduk, yang segera diikuti oleh Alex. Bedanya, dia malah menungging dengan pinggulnya yang bergoyang-goyang.
Ditambah dengan jilatannya di pipiku, mengingatkanku pada anjing tetangga saja, dasar werewolf!
Aku mengernyit dan menahannya agar tidak melakukannya lagi. Dengan menggoda, aku mendekati Alex dan membuka kancing kemejanya.
Tanganku menarik Alex menjauhi kasur dan mendudukkannya di kursi belajarku. Tatapannya menghunusku dengan seringainya yang nakal itu.
Napasnya yang kasar seakan sudah tidak sabar dengan apa yang ku lakukan, akan tetapi dia tidak melawan sama sekali.
Ku cium pipinya berulang kali sambil mengambil lakban hitam di laci meja. Dengan perlahan aku mengikat tangannya dengan itu, tidak lupa aku mengelus jari-jarinya untuk membuyarkan fokus Alex.
Tidak seperti dugaanku, dia hanya pasrah dan terdiam menurutiku, benar-benar anjing jinak yang mudah dibodohi.
Sesudah memastikan tangannya aman, aku menarik dasi Alex hingga kini wajah kami berhadapan. Mata kami bertatapan dan dapat kulihat seringainya yang tampak menggoda.
Mata kami bertatapan dan dapat kulihat seringainya yang tampak menggoda
Bukannya merasa tertekan, aku malah merasa Alex menyukainya. Tanpa menghiraukan itu, aku tetap melanjutkan niatku.
"Permainannya adalah tetaplah seperti ini sampai aku membukanya. Kalau kau melepaskannya, berarti kau kalah, Al. Dan kau tahu apa yang akan terjadi pada pemain yang kalah? Dia tidak akan mendapat elusan dari si pemenang, jadilah wolf yang baik, okey?" ucapku dengan tersenyum.
Mataku sontak menyipit senang melihatnya mengangguk dengan semangat. Kepalanya bergerak ke atas bawah berulang kali dengan tatapan berseri-seri.
"Elusan? Aku menginginkannya! Kau sudah berjanji, sayang. Dan aku tidak akan memberitahumu sekarang dimana kau harus mengelusku," jawabnya yang terdengar ambigu di telingaku.
Aku mengerut, kebingungan. Akan tetapi rasa kantuk ini lebih terasa berat dibandingkan penasaranku. Biarlah Alex dengan imajinasinya.
Akhirnya aku pun hanya mengangguk, menyetujuinya, tanpa perlu berpikir ulang. Paling juga elus kepala, seperti anjing pada umumnya.
Sambil menguap, aku berjalan mundur dan terduduk di kasur. Sekali lagi aku menatapnya yang hanya terdiam di kursi sana dengan senyuman lebarnya yang belum hilang, sepertinya sudah aman.
Tanpa ragu-ragu, aku menidurkan diri ke kasur dan memejamkan mata, tanpa menyadari pikirannya yang memiliki niat mesum padaku.
"Kau mendengar itu, Rolf? Natalie akan mengelusku! Bisa kau bayangkan seberapa halus tangannya saat memainkan milikku? Aku tidak sabar!"
Bahuku yang tidak tertutup apapun dengan bagian dada yang rendah tidak lepas dari pandangannya. Secara dekat aku mulai melihatnya dengan jelas.
Struktur wajahnya yang tegas dengan alis tebal dan bibir penuh menggoda, membuatku terpaku. Alex. Teman sekelasku yang biasa orang-orang sebut 'makhluk goib', tidak pernah berbicara dan hanya tertidur di kelas hingga pulang kuliah.
Ini pertama kalinya aku dapat menelaah wajahnya yang sempurna.
"Kau menyukaiku, ya?" tanyanya tiba-tiba mengalihkan fokusku. Ekor Alex yang tadinya menegang kini terlihat meliuk ke kanan kiri, seakan tengah kesenangan. Senyumannya semakin melebar menampilkan taringnya yang tajam.
Mataku masih membelalak dan mulutku menganga melihat penampilannya yang dipenuhi bulu dengan telinga menyeruak keluar dari rambutnya.
Tidak mendapatkan jawaban, Alex malah semakin percaya diri dan memelukku kian erat. Tanpa aba-aba dia mendekatkan kepalanya pada ceruk leherku dan menghirupnya kuat.
"Aku juga menyukaimu! Kau sangat cantik, sayang," ucapannya menyimpulkan keterdiamanku. Tunggu, sepertinya ada yang salah.
Dengan sedikit memberontak, aku bergerak tidak nyaman ingin melepaskan pelukannya. Tanganku mendorong bahunya agar sedikit menjauh. Sayang semuanya sia-sia, Alex tidak bergerak seinci pun.
Hembusan napasnya yang hangat terasa menggelitik leherku dan membuatku menggeliat, kegelian.
Rasanya aneh saat kulitku bersentuhan dengan bulu-bulu halusnya, bahkan dengan jailnya telinga itu mengenai daguku, seakan meminta dielus.
Mulutnya sudah bersemayam di kulitku dan menciumnya berulang kali, tidak urung juga dia jilat.
"Hei, tunggu, Al! Lepaskan aku sebentar," pintaku memohon. Suaraku melirih, takut mengeluarkan desahan laknat akibat serangannya itu.
Perlahan, tubuhnya sedikit menjauhiku tanpa melepas pelukan kami. Raut wajahnya terlihat sangat bernafsu dengan mata berkabut.
Alis Alex menyatu, tidak suka melihatku menolaknya. Wajahnya merenggut dengan sedikit geraman, mengancamku.
Sontak gerakanku yang mendorongnya pun berhenti.
"B-Bajuku turun," alasanku tidak dapat memikirkan hal lain lagi. Alex bisa dengan mudah memakanku, bagaimana aku tidak takut?
Tangannya yang berada di punggungku terasa mencengkram dengan kukunya yang panjang, menusuk kulit.
Mendengar ucapanku, seketika Alex melihat ke arah dadaku dan tersenyum mesum. Dengan gerakan menggoda, dia malah semakin menurunkannya membuatku terkejut.
Baju kurang bahan ini sudah setengah terbuka hingga menampakkan bulatan daging yang menyembul. Refleks aku menutupinya dengan tanganku.
"Aku lebih suka kau tidak pakai baju, Natalie," bisiknya di telingaku dengan sensual. Badanku meremang mendengar suaranya yang serak disertai jilatannya yang menggoda. Tanpa sadar aku menggelinjang, risih.
Setelahnya dia menatapku lekat, matanya menelusuri wajahku dan berhenti tepat di bibirku. Dengan salah tingkah aku melihat ke arah lain, selain tatapannya.
Tidak ku sangka Alex mendekat padaku dengan memejamkan mata, membuat kepalaku spontan mundur ingin menjauhinya. Namun, dengan sigap pula dia menyatukan bibir kami dan melumatnya dalam.
Seakan sudah handal, dia langsung menahan tengkukku dan memiringkan kepalanya. Ini gila, aku belum pernah berciuman sebelumnya.
Dan yang tidak pernah ku bayangkan adalah first kiss ku diambil oleh Alex! Kami tidak pernah bersinggungan, jangankan untuk berbicara, sebelum kejadian ini saja aku ragu dia mengenalku atau tidak.
Tanganku yang berada di tengah dada kami, mendorongnya dengan kencang dan kakiku menendang-nendangnya.
Aku merasa gugup sekali merasakan lembut bibir Alex menyentuhku. Berulang kali dia lumat atas bawah, membuatku terpaku.
"Balas aku, sayang," lirihnya melepaskan tautan kami sesaat dan kembali mendekatiku. Mendapat kesempatan kabur, dengan otomatis tubuhku menolaknya dan langsung meronta.
Kepalaku sudah menghadap ke arah samping agar tidak bertemu bibirnya lagi.
Aku harus memikirkan cara lain agar bisa terbebas tanpa harus membuatnya marah. Jeratan ini terlalu memabukkan.
Tidak hanya takut pada Alex, akan tetapi aku pun takut tidak bisa menahan diri dan terjerumus nafsu bersamanya.
Dengan tatapan polos dan persuasif, aku mendekatkan bibirku pada telinganya dan berbisik, menggoda.
"Aku punya permainan, Al, ini lebih menantang dari sekadar ciuman, apa kau mau?" tanyaku berusaha menutup rasa gugupku yang sudah sampai permukaan.
Tanganku mengelus dada Alex, memancingnya untuk menyetujui ideku. Seekor betina harus menipu jantannya dulu baru bisa terbebas, itulah yang ku lakukan saat ini.
Keningnya terlihat mengerut, akan tetapi matanya berbinar, penasaran. Ekornya semakin bergerak kesana kemari dengan semangatnya.
"Apa itu? Apa itu?" tanyanya berulang kali, memaksaku untuk menjawabnya. Di mataku sekarang Alex seperti anjing kecil yang sudah tidak sabar untuk bermain dengan pemiliknya.
Setelah terbebas, aku menumpu badanku pada kasur dan terduduk, yang segera diikuti oleh Alex. Bedanya, dia malah menungging dengan pinggulnya yang bergoyang-goyang.
Ditambah dengan jilatannya di pipiku, mengingatkanku pada anjing tetangga saja, dasar werewolf!
Aku mengernyit dan menahannya agar tidak melakukannya lagi. Dengan menggoda, aku mendekati Alex dan membuka kancing kemejanya.
Tanganku menarik Alex menjauhi kasur dan mendudukkannya di kursi belajarku. Tatapannya menghunusku dengan seringainya yang nakal itu.
Napasnya yang kasar seakan sudah tidak sabar dengan apa yang ku lakukan, akan tetapi dia tidak melawan sama sekali.
Ku cium pipinya berulang kali sambil mengambil lakban hitam di laci meja. Dengan perlahan aku mengikat tangannya dengan itu, tidak lupa aku mengelus jari-jarinya untuk membuyarkan fokus Alex.
Tidak seperti dugaanku, dia hanya pasrah dan terdiam menurutiku, benar-benar anjing jinak yang mudah dibodohi.
Sesudah memastikan tangannya aman, aku menarik dasi Alex hingga kini wajah kami berhadapan. Mata kami bertatapan dan dapat kulihat seringainya yang tampak menggoda.
Mata kami bertatapan dan dapat kulihat seringainya yang tampak menggoda
Bukannya merasa tertekan, aku malah merasa Alex menyukainya. Tanpa menghiraukan itu, aku tetap melanjutkan niatku.
"Permainannya adalah tetaplah seperti ini sampai aku membukanya. Kalau kau melepaskannya, berarti kau kalah, Al. Dan kau tahu apa yang akan terjadi pada pemain yang kalah? Dia tidak akan mendapat elusan dari si pemenang, jadilah wolf yang baik, okey?" ucapku dengan tersenyum.
Mataku sontak menyipit senang melihatnya mengangguk dengan semangat. Kepalanya bergerak ke atas bawah berulang kali dengan tatapan berseri-seri.
"Elusan? Aku menginginkannya! Kau sudah berjanji, sayang. Dan aku tidak akan memberitahumu sekarang dimana kau harus mengelusku," jawabnya yang terdengar ambigu di telingaku.
Aku mengerut, kebingungan. Akan tetapi rasa kantuk ini lebih terasa berat dibandingkan penasaranku. Biarlah Alex dengan imajinasinya.
Akhirnya aku pun hanya mengangguk, menyetujuinya, tanpa perlu berpikir ulang. Paling juga elus kepala, seperti anjing pada umumnya.
Sambil menguap, aku berjalan mundur dan terduduk di kasur. Sekali lagi aku menatapnya yang hanya terdiam di kursi sana dengan senyuman lebarnya yang belum hilang, sepertinya sudah aman.
Tanpa ragu-ragu, aku menidurkan diri ke kasur dan memejamkan mata, tanpa menyadari pikirannya yang memiliki niat mesum padaku.
"Kau mendengar itu, Rolf? Natalie akan mengelusku! Bisa kau bayangkan seberapa halus tangannya saat memainkan milikku? Aku tidak sabar!"
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved