Bab 1

by Raessyyy 17:26,Aug 07,2023
"Sial, dia sexy sekali, aku tidak sabar menandainya. Apa aku langsung menyerangnya saja? Atau menelanjanginya sekarang? Ide bagus, bukan?"

Mendengar suara itu, sontak aku menoleh ke kanan kiri dan menegang ketakutan melihat tidak ada satu pun yang sedang berbicara.

Aku mendengarnya dengan jelas, akan tetapi tidak menemukan siapa orang tersebut.

Sejak umurku dua puluh tahun--tepat dua hari yang lalu, aku dapat mendengar pikiran seseorang. Bencian, hujatan, juga pujian sudah sering ku dengar akhir-akhir ini.

Namun yang paling menakutkan adalah pikiran mesum dan entah mengapa aku merasa hal itu tertuju padaku.

Suara bass dengan serak-serak basah itu memenuhi pikiranku sepanjang hari. Bahkan saat aku berada di apartemen sekalipun.

Dengan gugup, aku menggaruk leher belakang, merasakan bulu kudukku merinding. Hembusan angin malam yang menyentuh kulitku terasa menusuk tulang, menambah suasana horror malam hari ini.

"Dia sedang sendiri, lakukan saja sekarang! Aku juga menginginkannya," balas seseorang yang tidak ku kenal.

Ya, suara ini selalu saling menimpa, seakan sedang berbicara satu sama lain. Pikiran burukku sudah mengatakan jika kini ada dua orang yang ingin memperkosaku.

Aku meneguk ludah kasar, merasa ada yang tidak beres. Sepertinya aku harus berjalan lebih cepat, hanya butuh satu belokan lagi sebelum sampai ke apartemenku.

Dengan tergesa-gesa, aku melangkahkan kaki dua kali lebih cepat, tanpa berani menoleh ke belakang lagi. Jelas sekali kedua orang itu sedang mengincarku, mengingat kini hanya aku yang berjalan sendirian di gang.

Saat sudah sampai di apartemen, aku mulai tenang karena suara-suara itu tidak mengikutiku lagi. Menghela napas lega, aku bersandar pada pintu kamar yang baru saja ku tutup.

Sial, sudah dua malam berturut-turut aku merasa diuntit seperti ini. Sebelum kekuatanku muncul, aku tidak pernah merasa ketakutan begini.

Kukira membaca pikiran seseorang terdengar menyenangkan, akan tetapi kenyataannya tidak sama sekali. Aku selalu pusing mendengar banyak orang curhat di kepalanya dan berbicara tidak penting.

Aku benci sekelompok orang yang sedang bergosip, mulut mereka saling memuji, akan tetapi dalam pikiran mereka saling menjatuhkan.

Fokusku tiba-tiba saja teralihkan mendengar kedua orang tersebut lagi, mataku spontan tertuju ke arah balkon dengan takut-takut.

Melihat bayangan seseorang di sana, jantungku berdegup kencang tanpa diminta.

"Seharusnya kau masuk lebih cepat, bodoh! Mau sampai kapan kita hanya melihat dari jendela? Ayo kita serang saat dia sedang berganti baju, tidak ada alasan lagi untuk menundanya!" ucap orang itu dengan geraman yang menakutkan, seperti hewan buas.

Tidak salah lagi, mereka sedang berada di balkon ku sekarang. Pantas saja tiap malam aku masih mendengar suara-suara mesum itu.

Darahku mendesir membayangkan mereka masuk dan menelanjangiku di saat aku lengah. Tidak ada tempat aman sama sekali, mereka selalu mengikutiku.

Dengan berpura-pura, aku masih bersikap biasa saja dan tidak melihat ke arah sana. Lagipula jendela itu sudah ku kunci, seharusnya semua baik-baik saja, kan.

Mendengar pikiran mereka, aku jadi tidak berniat mengganti baju sama sekali. Masih mengenakan kemeja dan celana jeans, aku langsung berbaring di kasur dan menutup seluruh tubuhku dengan selimut.

Lebih cepat besok, lebih baik.

Baru saja rebahan di kasur, mataku langsung menutup dan merasa sangat mengantuk. Kuliah hari ini berat sekali, apalagi aku kerja paruh waktu setelahnya.

Tanpa sadar, aku sudah tertidur di kasur dengan memeluk guling erat. Suara gerusuk dari jendela semakin terdengar disertai langkah kaki yang berjalan mendekat. Akan tetapi, aku sudah terlalu lelah untuk membuka mata.

Dengan setengah sadar, ku rasakan selimut yang terjatuh ke lantai, membuatku sontak memeluk guling semakin kuat. Entah angin darimana, akan tetapi aku merasa kedinginan yang teramat sangat.

Mulutku bergetar dengan badan yang berpindah posisi, "hmm dingin," ucapku tidak nyaman.

"Dia kedinginan, Rolf, bukankah kita harus menutup jendelanya terlebih dahulu?" tanya seseorang, mendatangkan kerutan di keningku.

Aku merasa terganggu, namun merasa nyaman juga mendengarnya. Suara khas itu seperti sebuah dongeng yang mengalun di telingaku.

"Tidak perlu, kita bisa menghangatkannya. Lagipula menggairahkan melakukannya dengan jendela terbuka, apa kau berpikir hal yang sama denganku?" Nada suara itu terdengar mesum dan nakal. Aku merasa ada seseorang yang sedang memandangiku sekarang.

Kesadaranku perlahan kembali dan merasa ketakutan saat seseorang itu mulai membuka kancing kemejaku satu persatu.

Dengan perlahan, aku membuka mata dan mengintip siapakah orang tersebut. Hanya ada satu orang.

Alisku menyatu mendengarkan mereka bersahutan, akan tetapi tidak ada orang lain di sekitarku. Seperti dua orang dalam satu tubuh.

Dan aku tidak dapat mengenali orang tersebut, cahaya kamar yang redup menutupi tampangnya dalam kegelapan. Yang bisa ku rasakan hanyalah sentuhannya.

Khawatir dan gelisah, akhirnya aku hanya menutup mata, takut jika seseorang tersebut menyadari ku sudah terbangun.

"Sial, jangan memancingku, Rolf. Ucapanmu membuatku semakin menginginkannya. Kulitnya sangat putih dan halus, aku ingin menyentuhnya lebih," ucap orang tersebut dengan suara yang semakin serak.

Dapat kurasakan sentuhannya yang sensual pada tubuhku, seakan menggodaku untuk tenggelam dalam nafsu bersamanya.

Napasku tersendat setiap tangannya dengan sengaja menyenggol bagian intiku. Otakku berpikir dengan keras bagaimana cara kabur dari semua ini.

Aku merutuki kekuatanku yang tidak dapat dipakai menyerang sama sekali, apa bedanya dengan manusia biasa? Menyebalkan sekali.

Setelah kemejaku benar-benar terbuka, dia membuangnya ke lantai dan mengurung lenganku dengan kedua tangannya

Saking lamanya berpikir, aku malah sudah terpenjara sebelum sempat berbuat apa-apa. Pikiranku tidak fokus dan bertanya-tanya, apa setiap malam aku seperti ini? Rasanya sungguh déjà vu.

Mulutku tanpa sadar terbuka menyadari jika setiap pagi aku selalu setengah telanjang, jadi ini alasannya. Aku penasaran apa yang mereka lakukan saat ku tertidur. Seketika tanganku mencengkram sprei kasur dengan kuat, melampiaskan takutku.

Tidak kusangka, dia memakaikanku baju kembali, akan tetapi bukan baju yang ku kenali. Banyak bagian terbuka di bagian bahu dan pahanya.

Mataku menyipit, melihat dress yang ku kenakan saat ini. Warna merah menyala dengan bagian dada yang terbuka. Kulit putihku terlihat sangat kontras dipadupadankan dengannya.

"Sudah ku bilang dia sangat cantik mengenakan gaun merah ini, aku harus memotretnya untuk koleksiku!"
"Sudah ku bilang dia sangat cantik mengenakan gaun merah ini, aku harus memotretnya untuk koleksiku!"

Terdengar suara cekrekan handphone, membuatku menegang ketakutan. Dia serius menfotoku dengan baju ini dan aku tidak bisa bergerak sama sekali karena tubuhku dihimpit olehnya.

"Kita sudah memiliki banyak fotonya, namun kau tidak pernah menyentuhnya! Fetishmu benar-benar aneh, lakukanlah sebelum dia terbangun, bodoh!"

Dengan cepat, aku membuka mata dan memberontak. Walaupun masih lemas karena baru bangun, akan tetapi ku paksakan diriku lepas dari cengkramannya.

Terlihat wajahnya yang seketika terkejut dan tiba-tiba saja tangannya terasa menguat, menahanku. Seringai bibirnya tampak menakutkan dan gerakannya yang menekanku semakin mengurung tubuhku.

Urat-urat tangan di sana menonjol, seperti seorang pemburu yang tidak ingin mangsanya kabur.

Banyak pikiran buruk yang sudah merajalela ke otakku sekarang apalagi kekuatannya yang tidak main-main, membuatku menduga bahwa dia bukan manusia.

Keningku mengerut dan menelaahnya lebih dalam. Telinganya yang mirip seekor anjing muncul dari rambutnya dengan ekor yang tampak menegang di belakang punggungnya.

Telinganya yang mirip seekor anjing muncul dari rambutnya dengan ekor yang tampak menegang di belakang punggungnya
Mataku terbelalak menyadari jika dia memang bukan dari kalanganku, he is a werewolf.

"Kau sudah bangun ya, cantik."

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

53