Bab 11 Gadis Cantik Itu
by Nietha_setiaji
22:03,May 19,2023
Gadis cantik itu
"Aldo, jemput saya sekarang," Reynold terlihat berbicara dengan seseorang di telepon, dia adalah Aldo supir pribadinya yang sedang tidak di tempat karena mengantar Monalisa.
"Baik tuan," jawab Alno singkat.
Beberapa menit setelahnya Mobil mewah berwarna biru tua itu telah sampai di depan lobby hotel. Melihat mobilnya sudah siap, Reynold segera melangkahkan kaki menuju ke arah mobil dan bergegas memasukinya.
Aldo terlihat mendongakkan kepala, memandang ke kiri dan ke kanan seolah mencari sesuatu.
"Apa yang kau cari Aldo?" tanya Reynold setelah melihat prilaku aneh Aldo.
"Sekretaris Pete tuan muda," ucap Aldo memberi informasi.
"Sudah, jalankan mobilnya, sekretaris Pete sakit, dia dibawa ke rumah sakit," Reynold berusaha menjelaskan kondisi sekretaris Pete.
"Oh iya tuan, tapi bagaimana kondisi sekretaris Pete?" tanya Aldo khawatir.
"Tidak apa apa, dia sudah mendapat perawatan terbaik," Reynold berusaha menenangkan Aldo yang mulai khawatir, dia tau sekretaris Pete dan Aldo cukup dekat, dan sekretaris Pete sudah menganggap Aldo seperti anaknya sendiri.
"Baik tuan," ucap supir Aldo singkat dan dia langsung menginjak gas mobil itu.
Di dalam mobil terlihat Monalisa memeluk tangan Reynold dengan erat, beberapa kali mengelusnya lembut.
"Rey, kau tidak mau mencoba yang ada di bawah sana," ucap Monalisa menggoda seraya tangannya menunjuk ke arah area pribadinya.
"Sudah bersih, gundul tanpa bulu dan wangi," lanjutnya menggoda.
Monalisa mengelus lengan berotot Reynold, kakinya menyilang seolah ingin memperlihatkan pahanya yang putih dan terbuka.
"Sudahlah Monalisa, jangan seperti itu," ucap Reynold seolah tidak senang.
"Yakin kau tidak ingin mencobanya, aku rasa kau akan betah berlama lama, madam Helen begitu teliti membersihkannya," sekali lagi Monalisa menggoda. Dia berusaha membuat Reynold tertarik, dan jatuh ke dalam pelukannya.
Rupanya dia benar benar selesai menjalankan perawatan di daerah intimnya, yaitu bikini waxing, atau membersihkan bulu di area intimnya. Dia berusaha menggoda pria pujaannya itu, namun sepertinya suasana hati Reynold sedang tidak bagus.
"Lebih baik kau turun sekarang," ucap Reynold sedikit malas, dia melepaskan pelukan Monalisa dengan paksa. Mendengar itu, Monalisa menatap Reynold dalam dalam.
"Kau tega memintaku turun? Kau tidak khawatir akan ada banyak yang menggodaku," ucap Monalisa kesal.
"Baiklah, jika kau tidak mau turun, biar aku saja yang turun," ucap Reynold, mendengar itu Monalisa semakin berani menggoda Reynold, dia kembali berusaha memeluk tubuh Reynold dan berusaha semakin dekat, dia tau jika itu semua hanya gertakan, Reynold tidak akan mungkin melakukan itu.
"Aldo, hentikan mobilnya," ucap Reynold yakin.
"Ba-baik tuan," dalam bingung, Aldo segera menghentikan mobilnya.
Tanpa Ragu Reynold turun dari mobil. Aldo dan Monalisa hanya mampu menatap tanpa bisa menghentikannya. sebelum menutup pintu mobil, beberapa detik dia menatap Monalisa dengan serius, Monalisa masih berusaha merengek supaya pria idamannya tersebut tidak benar benar meninggalkannya.
"Aldo, antar wanita ini ke manapun dia mau," ucap Reynold dan setelahnya dia menutup pintu mobil dengan cukup keras.
Aldo melihat ke arah Monalisa, beberapa detik mengangkat bahu sebagai tanda jika dia tidak mengetahui hal aneh yang baru saja tuan mudanya lakukan. Monalisa terlihat kesal, membanting tubuhnya ke sandaran kursi dan melipat tangannya ke depan. Wajahnya memperlihatkan kekesalan yang luar biasa, tidak pernah sekalipun Reynold seperti ini, apalagi terhadap Monalisa, wanita cantik yang selalu menemaninya.
***
Reynold berjalan dengan kesal, berusaha menghentikan taxi yang lalu lalang, namun belum ada taxi yang berhenti. Ini masih tergolong jam sibuk, cukup sulit mencari taxi di waktu seperti ini.
Reynold melirik ke arah jam tangan mewah berwarna hitam yang melingkar di tangan kirinya, jam menunjukkan pukul 14.00, dia harus segera sampai di Rose Florist sebelum jam 15.00.
"Kenapa tidak ada taxi yang berhenti," gerutu Reynold. Dia terlihat mulai kesal karena usahanya menghentikan laju beberapa taxi belum membuahkan hasil. Sebagai seseorang yang berasal dari keluarga terpandang dan kaya raya, dia hampir belum pernah menaiki taxi sekalipun, hidupnya begitu mudah, beberapa supir pribadi siap mengantarkannya kemanapun dia pergi, dari sejak dia masih kecil hingga dewasa.
Reynold mulai kesal dan tak sabar, apalagi terik matahari masih begitu terasa, itu membuat tubuhnya mulai dibanjiri keringat yang begitu lengket dan bau. Dia tidak nyaman dengan kondisinya saat ini, namun apa boleh buat. Dia mulai merasa jika keputusannya tadi bukan merupakan keputusan yang tepat.
Beberapa kali dia terlihat menghela nafas panjang, dia terlihat berusaha menutupi kepalanya dengan tas tangan berwarna hitam, tas tangan merk ternama, yang harganya diluar batas kewajaran. Matahari masih lumayan tinggi, masih mengeluarkan panas yang menyebabkan kulit terasa terbakar dan berkeringat hebat.
Dia mulai sedikit menyesali apa yang telah dilakukannya, seharusnya Monalisa yang pergi meninggalkan mobilnya, bukan dirinya, sehingga harus bersusah payah seperti ini.
Sekitar sepuluh menit berlalu, ada seorang tukang ojek dari perusahaan Gohope yang terkenal dengan jaket orensnya terlihat menghampirinya.
"Mau saya antar pak?" Sapa supir ojek itu. Reynold terlihat mengamati dengan serius, seolah mengamati supir ojek dari atas rambut hingga ke ujung kaki. Ada rasa tidak percaya di dalam dirinya, bukan karena ragu tapi lebih karena seumur hidupnya dia tidak pernah menaiki ojek.
"Tidak, terimakasih," ucap Reynold menolak.
"Ini jam sibuk pak, tidak ada taxi kosong di sini. Saya dari perusahaan resmi, saya akan menjamin keselamatan bapak," ucapnya menjelaskan.
Beberapa saat Reynold terlihat berpikir, berusaha menepis keraguannya.
"Baiklah, antar saya ke Rose Florist," ucapnya menyerah dan mempersilahkan supir ojek untuk mengantarnya ke tempat tujuan.
"Silahkan isi format order pak, saya akan mengantarkan anda ke tempat tujuan, tanpa terluka sedikitpun," supir ojek yang diketahui bernama Rahmat itu menyerahkan sebuah handphone yang di layarnya sudah tersedia format order. Reynold cukup mengisi nama, no handphone dan alamat tujuan. Setelah semua selesai Reynold mengambil helm yang diberikan oleh supir ojek dan bersiap menaiki motor bebek berwarna orens itu.
Ukuran motor bebek adalah ukuran standar orang Indonesia, tidak terlalu tinggi dan cukup kecil. Reynold yang memiliki tinggi di atas rata rata orang Indonesia membuatnya terlihat lucu ketika menaiki motor bebek tersebut.
"Sudah siap pak?" tanya supir ojek.
"Iya, jalan saja," ucap Reynold memberi instruksi.
Ternyata jarak antara tempatnya semula dengan Rose Florist tidak terlalu jauh, hanya sekitar delapan menit, Reynold sudah sampai di depan kios bunga Rose Florist yang tidak lain adalah kios bunga milik bibi Rose, tempat Devanka bekerja.
"Sudah sampai pak, ini Rose Florist, tempat tujuan bapak," ucap supir ojek ketika sudah sampai di tempat tujuan.
Reynold turun dengan hati hati, dia menyerahkan helm kepada supir ojek dan bersiap untuk memberikan bayaran.
"Berapa yang harus saya bayar?" tanya Reynold seraya membuka dompet yang berada di dalam tas tangan miliknya.
"Tiga puluh ribu pak," jawab supir ojek.
Reynold terlihat membuka dompetnya, dan dia mendapati beberapa kartu kredit dan kartu ATM, tidak ada uang cash di sana, lalu dia membuka tas tangannya, di sana terselip uang seratus ribuan sebanyak sepuluh lembar. Dia ingat jika dia sempat mengambil uang yang rencana untuk membeli kue almond kering kesukaan kakeknya. Reynold mengambil satu lembar uang seratus ribuan dan memberikannya kepada supir ojek.
"Sebentar pak, saya carikan kembalian," ucap supir ojek.
"Ambil saja kembaliannya," ucap Reynold yang dibalas dengan ucapan terimakasih dan doa doa penuh makna dari supir ojek yang usianya sudah mulai menua itu. Reynold tersenyum, ada sebuah perasaan unik yang dia rasakan, ada rasa kepuasan tersendiri karena telah melakukan kebaikan secara langsung.
Selama ini sekretaris Pete yang mengurus semuanya, mulai dari kebutuhan pribadinya, apa yang dia butuhkan bahkan uang amal yang biasa dikeluarkan untuk beberapa panti asuhan langganannya, dia memang memberikan bantuan yang tidak sedikit itu, tetapi dia tidak pernah secara langsung memberikannya.
Setelah selesai mendengar doa doa baik itu terucap, Reynold terlihat membuka tas tangannya lagi dan mengambil sisa uangnya sebanyak sembilan lembar, dia memberikan sisa uang itu kepada supir ojek.
Supir ojek begitu bahagia dan nyaris menangis menerima kebaikan dari orang asing itu, mungkin itu pertama kalinya dia memegang uang sebanyak itu.
Supir ojek mulai meneteskan air mata, berkali kali mengucapkan terimakasih kepada Reynold.
"Sudahlah, kau pulang saja dan temui anak istrimu, berikan mereka makanan yang enak," ucap Reynold, dia memang sedikit keras, angkuh dan agak arogan, namun sejujurnya hatinya begitu lembut. Beberapa menit setelahnya supir ojek sudah berlalu pergi dengan membawa kebahagiaan yang luar biasa.
Reynold mulai menyadari ada sesuatu yang salah di sini, beberapa detik dia memikirkan kejanggalan apa yang sebenarnya terjadi. Setelah mengingatnya dia terlihat memukul kepalanya lembut.
"Kepanasan seperti ini sepertinya membuatku menjadi bodoh, aku memberikan semua uangku kepada sopir itu, bagaimana caraku pulang?" Reynold terlihat menghela nafas panjang, lalu segera melangkah menuju ke kios bunga.
***
"Permisi,
permisi,
permisi," teriak Reynold ketika mendapati kios bunga terlihat sepi.
Kios bunga milik bibi Rose adalah kios bunga terbesar di kota ini. Hanya di kios ini para pembeli bisa mendapatkan berbagai macam bunga segar dengan kualitas terbaik, karena selain mendapat supplier terbaik, bibi Rose juga memiliki kebun bunga sendiri, yang ditanam secara hidroponik.
"Selamat siang tuan, ada yang bisa saya bantu," ucap Devanka lembut.
Keheningan mulai tercipta, ada perasaan aneh mulai menyerbu ke dalam hati Reynold ketika melihat Devanka, gadis cantik, berkulit putih, dengan rambut panjang sebahu, sedikit pirang dengan bola mata berwarna sedikit kebiruan. Kulitnya putih bersih, bak berlian yang bersinar.
Devanka semakin terlihat cantik, tubuhnya dibalut dress berjenis turtleneck dress berwarna putih, memiliki lengan panjang dan bagian bawah terlihat sebatas lutut, di bagian kerah terlihat cukup tinggi dengan pita berwarna senada. Penampilannya begitu sopan dan elegan, menambah pancaran kecantikan yang memang sudah dimilikinya.
Reynold terdiam, memandang ke arah Devanka tanpa mengucapkan sepatah katapun.
"Tuan?" ucap Devanka berusaha memudarkan lamunan Reynold.
"Oh iya, saya ingin mengambil bunga pesanan sekretaris Pete," ucap Reynold.
"Baiklah, tunggu sebentar, aku akan mengambilkannya," ucap Devanka seraya tersenyum.
Devanka terlihat melangkahkan kaki ke arah rak bunga yang tersusun begitu rapi dan cantik, banyak bunga bunga yang sudah tertata di sana, sepertinya semua bunga di rak itu sudah dipesan.
Reynold terlihat tidak melepaskan pandangan sedikitpun dari Devanka, dia terus mengamati, pandangannya begitu lain, tidak biasanya dia memiliki sebuah getaran yang berbeda ketika bertemu dengan seorang gadis asing yang baru dilihatnya. Penampilan Devanka tertutup, tidak ada yang aneh, rapi dan sopan, namun ada getaran yang mencuri pandangan Reynold, dia masih berusaha mengartikan jenis getaran apa itu.
"Sepertinya akan ada acara khusus, tidak biasanya sekretaris Pete memesan bunga sebanyak ini," ucap Devanka seraya merapikan bunga bunga tersebut sebelum diserahkan kepada pelanggannya.
"Iya, akan ada sedikit perayaan," jawab Reynold.
"Baiklah, ini bunganya sudah siap," ucap Devanka seraya menyerahkan bunga itu kepada Reynold.
"Namaku Rey," Reynold terlihat mengulurkan tangannya, dia berniat untuk berkenalan dengan gadis cantik yang membuat hatinya bergetar itu.
"Namaku Devanka, kau bisa memanggilku Dev," ucap Devanka tanpa menerima tangan itu. Dia lebih memilih menyatukan kedua tangannya di depan dada dan sedikit menunduk sebagai tanpa penerimaan terhadap ajakan perkenanan itu.
Reynold terdiam, dia menarik tangannya dengan dengan sedikit malu, namun berusaha disembunyikan, paling tidak dia sudah mengetahui nama gadis cantik itu.
"Bisakah kau memesankan taxi untukku? Aku tidak tahu bagaimana cara memesan taxi," Reynold berusaha mencari pertolongan, setidaknya dia bisa membayar ongkos taxi sesampainya di rumah.
"Baiklah, akan aku pesankan untukmu," Devanka terlihat meraih handphone yang ada di sakunya, dia terlihat menelepon seseorang. Reynold agak sedikit heran, Devanka yang baginya cukup cantik itu masih menggunakan handphone dengan layar monochrome, handphone keluaran lama yang sepertinya sudah tidak terlalu banyak lagi peminatnya, kecuali beberapa orang tua yang kesulitan menggunakan smartphone.
"Aku sudah menelpon pak Ikbal, dia adalah taxi langganan toko bunga ini, dia bisa mengantarkanmu, ucap Devanka setelah dia selesai menelepon.
"Terimakasih untuk itu," ucap Reynold.
"Di mana bibi Rose? Aku sudah lama sekali tidak ke sini, bahkan sedikit lupa," lanjut Reynold.
"Bibi Rose sedang bertemu dengan suplayer bunga, mungkin sebentar lagi datang," jawab Devanka.
"Kau tunggu saja," lanjutnya.
"Tidak usah, lain kali saja, aku akan menunggu taxi dan segera pergi."
Beberapa menit setelahnya taxi pak Ikbal datang, lalu berlalu membawa tuan muda Reynold kembali ke istana megahnya.
"Aldo, jemput saya sekarang," Reynold terlihat berbicara dengan seseorang di telepon, dia adalah Aldo supir pribadinya yang sedang tidak di tempat karena mengantar Monalisa.
"Baik tuan," jawab Alno singkat.
Beberapa menit setelahnya Mobil mewah berwarna biru tua itu telah sampai di depan lobby hotel. Melihat mobilnya sudah siap, Reynold segera melangkahkan kaki menuju ke arah mobil dan bergegas memasukinya.
Aldo terlihat mendongakkan kepala, memandang ke kiri dan ke kanan seolah mencari sesuatu.
"Apa yang kau cari Aldo?" tanya Reynold setelah melihat prilaku aneh Aldo.
"Sekretaris Pete tuan muda," ucap Aldo memberi informasi.
"Sudah, jalankan mobilnya, sekretaris Pete sakit, dia dibawa ke rumah sakit," Reynold berusaha menjelaskan kondisi sekretaris Pete.
"Oh iya tuan, tapi bagaimana kondisi sekretaris Pete?" tanya Aldo khawatir.
"Tidak apa apa, dia sudah mendapat perawatan terbaik," Reynold berusaha menenangkan Aldo yang mulai khawatir, dia tau sekretaris Pete dan Aldo cukup dekat, dan sekretaris Pete sudah menganggap Aldo seperti anaknya sendiri.
"Baik tuan," ucap supir Aldo singkat dan dia langsung menginjak gas mobil itu.
Di dalam mobil terlihat Monalisa memeluk tangan Reynold dengan erat, beberapa kali mengelusnya lembut.
"Rey, kau tidak mau mencoba yang ada di bawah sana," ucap Monalisa menggoda seraya tangannya menunjuk ke arah area pribadinya.
"Sudah bersih, gundul tanpa bulu dan wangi," lanjutnya menggoda.
Monalisa mengelus lengan berotot Reynold, kakinya menyilang seolah ingin memperlihatkan pahanya yang putih dan terbuka.
"Sudahlah Monalisa, jangan seperti itu," ucap Reynold seolah tidak senang.
"Yakin kau tidak ingin mencobanya, aku rasa kau akan betah berlama lama, madam Helen begitu teliti membersihkannya," sekali lagi Monalisa menggoda. Dia berusaha membuat Reynold tertarik, dan jatuh ke dalam pelukannya.
Rupanya dia benar benar selesai menjalankan perawatan di daerah intimnya, yaitu bikini waxing, atau membersihkan bulu di area intimnya. Dia berusaha menggoda pria pujaannya itu, namun sepertinya suasana hati Reynold sedang tidak bagus.
"Lebih baik kau turun sekarang," ucap Reynold sedikit malas, dia melepaskan pelukan Monalisa dengan paksa. Mendengar itu, Monalisa menatap Reynold dalam dalam.
"Kau tega memintaku turun? Kau tidak khawatir akan ada banyak yang menggodaku," ucap Monalisa kesal.
"Baiklah, jika kau tidak mau turun, biar aku saja yang turun," ucap Reynold, mendengar itu Monalisa semakin berani menggoda Reynold, dia kembali berusaha memeluk tubuh Reynold dan berusaha semakin dekat, dia tau jika itu semua hanya gertakan, Reynold tidak akan mungkin melakukan itu.
"Aldo, hentikan mobilnya," ucap Reynold yakin.
"Ba-baik tuan," dalam bingung, Aldo segera menghentikan mobilnya.
Tanpa Ragu Reynold turun dari mobil. Aldo dan Monalisa hanya mampu menatap tanpa bisa menghentikannya. sebelum menutup pintu mobil, beberapa detik dia menatap Monalisa dengan serius, Monalisa masih berusaha merengek supaya pria idamannya tersebut tidak benar benar meninggalkannya.
"Aldo, antar wanita ini ke manapun dia mau," ucap Reynold dan setelahnya dia menutup pintu mobil dengan cukup keras.
Aldo melihat ke arah Monalisa, beberapa detik mengangkat bahu sebagai tanda jika dia tidak mengetahui hal aneh yang baru saja tuan mudanya lakukan. Monalisa terlihat kesal, membanting tubuhnya ke sandaran kursi dan melipat tangannya ke depan. Wajahnya memperlihatkan kekesalan yang luar biasa, tidak pernah sekalipun Reynold seperti ini, apalagi terhadap Monalisa, wanita cantik yang selalu menemaninya.
***
Reynold berjalan dengan kesal, berusaha menghentikan taxi yang lalu lalang, namun belum ada taxi yang berhenti. Ini masih tergolong jam sibuk, cukup sulit mencari taxi di waktu seperti ini.
Reynold melirik ke arah jam tangan mewah berwarna hitam yang melingkar di tangan kirinya, jam menunjukkan pukul 14.00, dia harus segera sampai di Rose Florist sebelum jam 15.00.
"Kenapa tidak ada taxi yang berhenti," gerutu Reynold. Dia terlihat mulai kesal karena usahanya menghentikan laju beberapa taxi belum membuahkan hasil. Sebagai seseorang yang berasal dari keluarga terpandang dan kaya raya, dia hampir belum pernah menaiki taxi sekalipun, hidupnya begitu mudah, beberapa supir pribadi siap mengantarkannya kemanapun dia pergi, dari sejak dia masih kecil hingga dewasa.
Reynold mulai kesal dan tak sabar, apalagi terik matahari masih begitu terasa, itu membuat tubuhnya mulai dibanjiri keringat yang begitu lengket dan bau. Dia tidak nyaman dengan kondisinya saat ini, namun apa boleh buat. Dia mulai merasa jika keputusannya tadi bukan merupakan keputusan yang tepat.
Beberapa kali dia terlihat menghela nafas panjang, dia terlihat berusaha menutupi kepalanya dengan tas tangan berwarna hitam, tas tangan merk ternama, yang harganya diluar batas kewajaran. Matahari masih lumayan tinggi, masih mengeluarkan panas yang menyebabkan kulit terasa terbakar dan berkeringat hebat.
Dia mulai sedikit menyesali apa yang telah dilakukannya, seharusnya Monalisa yang pergi meninggalkan mobilnya, bukan dirinya, sehingga harus bersusah payah seperti ini.
Sekitar sepuluh menit berlalu, ada seorang tukang ojek dari perusahaan Gohope yang terkenal dengan jaket orensnya terlihat menghampirinya.
"Mau saya antar pak?" Sapa supir ojek itu. Reynold terlihat mengamati dengan serius, seolah mengamati supir ojek dari atas rambut hingga ke ujung kaki. Ada rasa tidak percaya di dalam dirinya, bukan karena ragu tapi lebih karena seumur hidupnya dia tidak pernah menaiki ojek.
"Tidak, terimakasih," ucap Reynold menolak.
"Ini jam sibuk pak, tidak ada taxi kosong di sini. Saya dari perusahaan resmi, saya akan menjamin keselamatan bapak," ucapnya menjelaskan.
Beberapa saat Reynold terlihat berpikir, berusaha menepis keraguannya.
"Baiklah, antar saya ke Rose Florist," ucapnya menyerah dan mempersilahkan supir ojek untuk mengantarnya ke tempat tujuan.
"Silahkan isi format order pak, saya akan mengantarkan anda ke tempat tujuan, tanpa terluka sedikitpun," supir ojek yang diketahui bernama Rahmat itu menyerahkan sebuah handphone yang di layarnya sudah tersedia format order. Reynold cukup mengisi nama, no handphone dan alamat tujuan. Setelah semua selesai Reynold mengambil helm yang diberikan oleh supir ojek dan bersiap menaiki motor bebek berwarna orens itu.
Ukuran motor bebek adalah ukuran standar orang Indonesia, tidak terlalu tinggi dan cukup kecil. Reynold yang memiliki tinggi di atas rata rata orang Indonesia membuatnya terlihat lucu ketika menaiki motor bebek tersebut.
"Sudah siap pak?" tanya supir ojek.
"Iya, jalan saja," ucap Reynold memberi instruksi.
Ternyata jarak antara tempatnya semula dengan Rose Florist tidak terlalu jauh, hanya sekitar delapan menit, Reynold sudah sampai di depan kios bunga Rose Florist yang tidak lain adalah kios bunga milik bibi Rose, tempat Devanka bekerja.
"Sudah sampai pak, ini Rose Florist, tempat tujuan bapak," ucap supir ojek ketika sudah sampai di tempat tujuan.
Reynold turun dengan hati hati, dia menyerahkan helm kepada supir ojek dan bersiap untuk memberikan bayaran.
"Berapa yang harus saya bayar?" tanya Reynold seraya membuka dompet yang berada di dalam tas tangan miliknya.
"Tiga puluh ribu pak," jawab supir ojek.
Reynold terlihat membuka dompetnya, dan dia mendapati beberapa kartu kredit dan kartu ATM, tidak ada uang cash di sana, lalu dia membuka tas tangannya, di sana terselip uang seratus ribuan sebanyak sepuluh lembar. Dia ingat jika dia sempat mengambil uang yang rencana untuk membeli kue almond kering kesukaan kakeknya. Reynold mengambil satu lembar uang seratus ribuan dan memberikannya kepada supir ojek.
"Sebentar pak, saya carikan kembalian," ucap supir ojek.
"Ambil saja kembaliannya," ucap Reynold yang dibalas dengan ucapan terimakasih dan doa doa penuh makna dari supir ojek yang usianya sudah mulai menua itu. Reynold tersenyum, ada sebuah perasaan unik yang dia rasakan, ada rasa kepuasan tersendiri karena telah melakukan kebaikan secara langsung.
Selama ini sekretaris Pete yang mengurus semuanya, mulai dari kebutuhan pribadinya, apa yang dia butuhkan bahkan uang amal yang biasa dikeluarkan untuk beberapa panti asuhan langganannya, dia memang memberikan bantuan yang tidak sedikit itu, tetapi dia tidak pernah secara langsung memberikannya.
Setelah selesai mendengar doa doa baik itu terucap, Reynold terlihat membuka tas tangannya lagi dan mengambil sisa uangnya sebanyak sembilan lembar, dia memberikan sisa uang itu kepada supir ojek.
Supir ojek begitu bahagia dan nyaris menangis menerima kebaikan dari orang asing itu, mungkin itu pertama kalinya dia memegang uang sebanyak itu.
Supir ojek mulai meneteskan air mata, berkali kali mengucapkan terimakasih kepada Reynold.
"Sudahlah, kau pulang saja dan temui anak istrimu, berikan mereka makanan yang enak," ucap Reynold, dia memang sedikit keras, angkuh dan agak arogan, namun sejujurnya hatinya begitu lembut. Beberapa menit setelahnya supir ojek sudah berlalu pergi dengan membawa kebahagiaan yang luar biasa.
Reynold mulai menyadari ada sesuatu yang salah di sini, beberapa detik dia memikirkan kejanggalan apa yang sebenarnya terjadi. Setelah mengingatnya dia terlihat memukul kepalanya lembut.
"Kepanasan seperti ini sepertinya membuatku menjadi bodoh, aku memberikan semua uangku kepada sopir itu, bagaimana caraku pulang?" Reynold terlihat menghela nafas panjang, lalu segera melangkah menuju ke kios bunga.
***
"Permisi,
permisi,
permisi," teriak Reynold ketika mendapati kios bunga terlihat sepi.
Kios bunga milik bibi Rose adalah kios bunga terbesar di kota ini. Hanya di kios ini para pembeli bisa mendapatkan berbagai macam bunga segar dengan kualitas terbaik, karena selain mendapat supplier terbaik, bibi Rose juga memiliki kebun bunga sendiri, yang ditanam secara hidroponik.
"Selamat siang tuan, ada yang bisa saya bantu," ucap Devanka lembut.
Keheningan mulai tercipta, ada perasaan aneh mulai menyerbu ke dalam hati Reynold ketika melihat Devanka, gadis cantik, berkulit putih, dengan rambut panjang sebahu, sedikit pirang dengan bola mata berwarna sedikit kebiruan. Kulitnya putih bersih, bak berlian yang bersinar.
Devanka semakin terlihat cantik, tubuhnya dibalut dress berjenis turtleneck dress berwarna putih, memiliki lengan panjang dan bagian bawah terlihat sebatas lutut, di bagian kerah terlihat cukup tinggi dengan pita berwarna senada. Penampilannya begitu sopan dan elegan, menambah pancaran kecantikan yang memang sudah dimilikinya.
Reynold terdiam, memandang ke arah Devanka tanpa mengucapkan sepatah katapun.
"Tuan?" ucap Devanka berusaha memudarkan lamunan Reynold.
"Oh iya, saya ingin mengambil bunga pesanan sekretaris Pete," ucap Reynold.
"Baiklah, tunggu sebentar, aku akan mengambilkannya," ucap Devanka seraya tersenyum.
Devanka terlihat melangkahkan kaki ke arah rak bunga yang tersusun begitu rapi dan cantik, banyak bunga bunga yang sudah tertata di sana, sepertinya semua bunga di rak itu sudah dipesan.
Reynold terlihat tidak melepaskan pandangan sedikitpun dari Devanka, dia terus mengamati, pandangannya begitu lain, tidak biasanya dia memiliki sebuah getaran yang berbeda ketika bertemu dengan seorang gadis asing yang baru dilihatnya. Penampilan Devanka tertutup, tidak ada yang aneh, rapi dan sopan, namun ada getaran yang mencuri pandangan Reynold, dia masih berusaha mengartikan jenis getaran apa itu.
"Sepertinya akan ada acara khusus, tidak biasanya sekretaris Pete memesan bunga sebanyak ini," ucap Devanka seraya merapikan bunga bunga tersebut sebelum diserahkan kepada pelanggannya.
"Iya, akan ada sedikit perayaan," jawab Reynold.
"Baiklah, ini bunganya sudah siap," ucap Devanka seraya menyerahkan bunga itu kepada Reynold.
"Namaku Rey," Reynold terlihat mengulurkan tangannya, dia berniat untuk berkenalan dengan gadis cantik yang membuat hatinya bergetar itu.
"Namaku Devanka, kau bisa memanggilku Dev," ucap Devanka tanpa menerima tangan itu. Dia lebih memilih menyatukan kedua tangannya di depan dada dan sedikit menunduk sebagai tanpa penerimaan terhadap ajakan perkenanan itu.
Reynold terdiam, dia menarik tangannya dengan dengan sedikit malu, namun berusaha disembunyikan, paling tidak dia sudah mengetahui nama gadis cantik itu.
"Bisakah kau memesankan taxi untukku? Aku tidak tahu bagaimana cara memesan taxi," Reynold berusaha mencari pertolongan, setidaknya dia bisa membayar ongkos taxi sesampainya di rumah.
"Baiklah, akan aku pesankan untukmu," Devanka terlihat meraih handphone yang ada di sakunya, dia terlihat menelepon seseorang. Reynold agak sedikit heran, Devanka yang baginya cukup cantik itu masih menggunakan handphone dengan layar monochrome, handphone keluaran lama yang sepertinya sudah tidak terlalu banyak lagi peminatnya, kecuali beberapa orang tua yang kesulitan menggunakan smartphone.
"Aku sudah menelpon pak Ikbal, dia adalah taxi langganan toko bunga ini, dia bisa mengantarkanmu, ucap Devanka setelah dia selesai menelepon.
"Terimakasih untuk itu," ucap Reynold.
"Di mana bibi Rose? Aku sudah lama sekali tidak ke sini, bahkan sedikit lupa," lanjut Reynold.
"Bibi Rose sedang bertemu dengan suplayer bunga, mungkin sebentar lagi datang," jawab Devanka.
"Kau tunggu saja," lanjutnya.
"Tidak usah, lain kali saja, aku akan menunggu taxi dan segera pergi."
Beberapa menit setelahnya taxi pak Ikbal datang, lalu berlalu membawa tuan muda Reynold kembali ke istana megahnya.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved