Bab 3: Keluarga Golding Terkena Banyak Masalah

by River God 10:41,Mar 25,2025
Saat berjalan-jalan di taman, Axel melihat Elias yang dipaksa berlutut dan memohon ampun dengan wajah penuh penderitaan. Terkejut, dia berseru, "Astaga! Ini seperti menyaksikan seorang dewa turun dari gunung!"

"Aku bahkan pernah meremehkan dewa ini sebelumnya. Betapa bodohnya aku!"

Penyesalan mendalam menguasai hati Axel, membuatnya ingin menampar dirinya sendiri.

Beberapa menit kemudian, Elias benar-benar menghantamkan kepalanya ke tanah sebanyak seratus kali.

Dahinya retak.

Darah mengalir di wajahnya,

Membuatnya tampak begitu menyedihkan.

Kesombongan yang selama ini ia tunjukkan telah sirna sepenuhnya. Kini, dengan tubuh gemetar, dia berlutut dan berkata dengan suara penuh ketakutan, "Saudara, bisakah kau mengampuniku sekarang?"

Hugo menanggapinya dengan nada santai, "Baru saja kau berniat mematahkan kakiku. Kalau kau ingin aku melepaskanmu, patahkan salah satu kakimu sendiri."

Ekspresi Elias berubah drastis, bibirnya bergetar, "Aku ..."

"Apa? Kamu ingin aku melakukannya untukmu?" Hugo mengangkat alis sedikit.

Meskipun wajahnya tetap tenang, sorot matanya begitu tajam hingga membuat bulu kuduk Elias berdiri. Tubuhnya gemetar tanpa sadar.

Menggertakkan gigi, Elias meraih belati dari salah satu anak buahnya, lalu menikamkan pisau itu ke pahanya sendiri!

"Argh!"

Jeritan nyaring terdengar, wajahnya meringis menahan sakit. Meski berusaha bertahan, bibirnya terus berkedut akibat rasa nyeri yang menyiksa.

"Pergi."

Hanya satu kata keluar dari mulut Hugo.

Namun, bagi Elias, itu bagaikan perintah mutlak dari seorang raja.

Tanpa menunggu lebih lama, dia merangkak masuk ke mobilnya. Anak buahnya pun, dengan terburu-buru dan penuh ketakutan, saling membantu satu sama lain untuk melarikan diri seperti sekelompok anjing liar yang kalah dalam pertempuran.

Axel, yang masih menahan rasa sakit, segera maju dan langsung berlutut. "Aku benar-benar tidak tahu siapa dirimu sebelumnya! Aku sangat menyesal telah menyinggungmu. Kumohon, ampuni aku, Tuan Hugo."

Namun, Hugo hanya mengabaikannya dan berjalan mendekati Emma untuk membantunya berdiri.

Perlahan, Emma membuka matanya dan mendapati dirinya bersandar dalam pelukan Hugo. Dengan cepat, dia berdiri dan melihat sekeliling dengan penuh kebingungan. "Di mana Elias dan anak buahnya?"

Hugo tersenyum tipis. "Aku hanya memberikan penjelasan yang masuk akal kepada Elias, lalu dia pergi dengan sendirinya."

"Penjelasan? Elias bukan tipe orang yang bisa dipengaruhi dengan kata-kata biasa."

Jelas, Emma tidak percaya begitu saja.

Axel pun segera menimpali, "Nona, Elias benar-benar pergi setelah mendengar alasan Tuan Hugo. Jika tidak percaya, tanyakan saja pada mereka."

"Benar."

Para pengawal yang ada di sana serempak mengangguk setuju.

Apa yang dilakukan Hugo tadi benar-benar mengejutkan mereka semua. Kini, mereka pun ingin mengambil hati pria itu.

Emma masih ragu dan hendak bertanya lebih lanjut, tetapi tiba-tiba ponselnya berdering.

Begitu mendengar suara di ujung telepon, ekspresi wajahnya langsung berubah panik. "Kondisi Kakek semakin memburuk! Aku harus segera pergi ke sana!"

Tanpa membuang waktu, dia segera masuk ke mobil, mengajak Hugo bersamanya, lalu melaju dengan kecepatan tinggi menuju kediaman Keluarga Golding di Eldoras.

Di sepanjang perjalanan, Hugo akhirnya mengetahui bahwa kakek Emma, Thomas Golding, telah jatuh sakit parah sejak enam bulan lalu. Dalam beberapa hari terakhir, kondisinya semakin memburuk hingga sering mengalami koma. Para dokter bahkan memperkirakan bahwa hidupnya tidak akan bertahan lama lagi.

Keluarga Golding memiliki vila liburan di Pegunungan Barat Eldoras. Beberapa waktu lalu, mereka menemukan sumber air panas bernilai tinggi di area tersebut.

Namun, Xavier Frost, putra ketiga dari Keluarga Frost, mengincar vila itu dan mencoba membelinya dengan harga yang tidak masuk akal.

Karena kesepakatan tak kunjung tercapai, Xavier mulai menekan Keluarga Golding dengan berbagai cara.

Dua proyek besar yang mereka jalankan terpaksa dihentikan, mengakibatkan kerugian hingga puluhan miliar.

Kini, Keluarga Golding berada dalam situasi kritis, baik dari dalam maupun luar.

Keadaan ini semakin memperburuk kesehatan Thomas.

Saat kondisinya semakin memburuk, Thomas tiba-tiba teringat akan perjanjiannya di masa lalu dengan Graves. Ia kemudian meminta Emma pergi ke Desa Eldermare untuk mencari tabib.

Mendengar semua itu, Hugo dengan tenang berkata, "Jangan khawatir. Karena kau adalah tunanganku, aku tidak akan tinggal diam."

Emma mengerutkan kening dan menjawab, "Hugo, perjodohan itu dibuat oleh kakekku lebih dari sepuluh tahun lalu. Itu tidak mencerminkan keinginanku."

"Di zaman sekarang, perjodohan seperti itu sudah tidak relevan. Jika kamu benar-benar bisa menyembuhkan Kakek, aku akan memberikan kompensasi."

Hugo tetap tenang dan tidak banyak bicara lagi.

Setelah perjalanan panjang, mobil mereka akhirnya berhenti di depan sebuah vila tiga lantai.

Begitu Emma dan Hugo turun, seorang wanita berpenampilan mewah langsung menghampiri mereka. Dia adalah ibu Emma, Miranda Olshen.

Dengan nada penuh keluhan, Miranda langsung mengomel, "Ke mana saja kamu? Kakekmu bisa meninggal kapan saja, dan kamu malah berkeliaran!"

"Bu, aku pergi ke pegunungan untuk mencari tabib," jawab Emma.

Miranda mendengus kesal. "Apa kamu masih perlu mencari tabib? Adakah dokter di Eldoras yang lebih hebat dari Tabib Jenius Ernest Windsor? Pamanmu sudah bersusah payah menggunakan koneksinya agar Tuan Ernest bersedia mengobati kakekmu!"

Emma terkejut. "Paman berhasil mengundang Tuan Ernest? Kalau begitu, Kakek pasti bisa diselamatkan!"

Miranda mendengus lagi. "Aku ingin melihat tabib yang kamu bawa!"

Emma menunjuk ke arah Hugo. "Bu, ini Hugo Watson. Aku yang mengundangnya ..."

Namun, sebelum Emma bisa menyelesaikan kata-katanya, Miranda langsung menyela.

Begitu melihat Hugo yang berpakaian sederhana, berwajah biasa saja, dan pincang, ekspresinya langsung berubah jijik.

Tak hanya itu, Hugo Watson juga terlihat tidak kompeten!

"Ini tabib yang kamu bawa dari pegunungan?" tanyanya dengan nada mengejek.

"Seorang cacat? Omong kosong!"

"Bu, Kakek bilang kalau ada seseorang di dunia ini yang bisa menyelamatkannya, maka orang itu pasti Tuan Graves. Hugo adalah muridnya. Mungkin dia bisa bekerja sama dengan Tuan Ernest untuk menyembuhkan Kakek."

Emma berusaha membela Hugo, meskipun dalam hatinya ia pun masih ragu.

Tiba-tiba, seorang pria paruh baya berlari keluar dari vila. "Miranda! Emma! Apa yang kalian lakukan di luar? Ayah mungkin tidak akan bertahan lama!"

Miranda segera mengikuti pria itu masuk ke dalam rumah.

Emma pun menarik Hugo masuk ke dalam vila sambil berkata, "Apa pun yang terjadi, kamu harus melihat keadaan Kakekku."

Di dalam kamar luas itu, para anggota Keluarga Golding berkumpul dengan wajah muram.

Di atas tempat tidur, seorang pria tua dengan tubuh kurus kering terbaring dengan wajah pucat pasi.

Di sampingnya, seorang pria tua berusia lima puluhan dengan janggut tipis menghela napas dan berkata, "Tuan Thomas sudah berada di tahap akhir penyakitnya. Aku, Ernest Windsor, tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Sebaiknya kalian bersiap untuk menghadapi kemungkinan terburuk."

Dia adalah Ernest Windsor, tabib terkenal di Eldoras.

Kata-katanya bagaikan vonis kematian bagi Thomas.

"Bruk!"

Para anggota Keluarga Golding langsung berlutut dan menangis.

"Tabib gadungan."

Namun tiba-tiba, suara ringan terdengar di tengah keheningan. Suara itu bagaikan batu besar yang dilempar ke danau yang tenang!

Semua orang menoleh ke arah sumber suara.

Orang yang berbicara adalah Hugo.

Para anggota Keluarga Golding menatapnya dengan ekspresi penuh keraguan, tetapi lebih banyak yang menunjukkan kemarahan.

Ernest adalah tabib terkenal di Eldoras dan sangat sulit untuk diundang. Damian Golding, putra tertua Keluarga Golding, langsung mendelik marah. "Siapa kau? Berani-beraninya bicara seenaknya di rumahku!"

Bagaimana mungkin seorang bocah liar entah dari mana berani menyebut Tabib Ernest sebagai tabib gadungan di rumah Keluarga Golding?

Itu bukan hanya penghinaan bagi Tabib Ernest, tetapi juga bagi Keluarga Golding!

"Siapa kamu? Berani sekali bersikap kurang ajar di keluargaku!"

Damian berkata dengan wajah penuh amarah.

Emma segera menjelaskan, "Paman, dia adalah Hugo, tabib yang aku undang dari pegunungan untuk mengobati Kakek."

Damian mendengus dingin. "Tidak semua tabib layak mengobati ayahku, terutama orang seperti ini yang tidak berpendidikan!"

"Panggil penjaga! Usir dia!"

Damian langsung menyuruh Hugo angkat kaki dari rumahnya.

"Tunggu sebentar!"

Ernest tiba-tiba angkat bicara.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

176