Bab 9 BAB 9. Syarat Garini Untuk Kevin.
by Lizbeth Lee
13:22,Jan 23,2024
Garini menutup wajahnya dan menggeleng kepalanya tidak percaya. Ia menangis histeris, ia tidak percaya kalau Clay pernah membunuh seorang wanita.
“Itu adalah awal Clay bertemu dengan Felisha. Mereka baru pacaran sekitar dua bulan. Kevin memanggilnya dan menanyakannya perihal kejadian kelam dan aib ini. Clay mengakuinya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Tapi sayang, sebelum pertunangan terjadi, Kevin kembali menemukan ini.” Sebuah rekaman pada sebuah flashdisk Kevin berikan kepada Garini.
“Ap aini?” tanya Garini, ia takut mengambil flashdisk dari tangan anaknya itu.
“Ini, adalah bukti perselingkuhan Clay, Ma. Dia bahkan mengadakan pesta pora ala Sodom dan gomora. Kevin juga tidak sanggup untuk menjelaskannya secara gamblang, semua ini adalah alasan kuat Kevin merebut Felisha dengan menjebaknya,” akuh Kevin kepada Garini.
Flashdisk yang sempat ia pegang, Garini kembalikan kepada Kevin. “Mama, akan menjauhkan Clay dari kehidupanmu dan Mama akan menerima Felisha sebagai menantu Mama kalau dia bisa menerimamu sebagai suaminya dan mencintaimu sepenuh hati,” isak Garini lalu menyeka air mata yang tak kunjung berhenti.
“Tetapi, Mama tau kalau syarat ini adalah syarat yang mustahil. Mama hanya tidak mau ada permusuhan antara kamu dan Clay. Kalian itu saudara kandung Kevin, kalian dilahirkan dari satu Papa dan satu Mama. Hanya kalian yang Mama punya saat ini, Mama tidak mau hubungan kalian hancur karena seorang wanita! Kamu paham kan maksud Mama?!” ucap Garini.
Sebuah ultimatum keras dan mustahil harus diterima oleh Kevin tanpa tawar menawar. Mendapatkan Felisha bukanlah sesuatu yang sulit tetapi mendapatkan hati Felisha adalah sebuah kemustahilan. Kevin hanya mengangguk yakin di hadapan Garini, mamanya.
“Iya, Ma. Akan Kevin pastikan segalanya berjalan dengan baik. Kalau begitu Kevin pamit dulu, Mama jangan lupa kabari Kevin kalau besok mau berangkat menuju ke London dengan Clay.” Kevin lalu datang mencium tangan Garini dan segera beranjak dari rumah bak istana tersebut.
Sesampainya di pethouse, ia melihat Felisha tertidur di sofa dengan tubuh yang meringkuk dan bekas air mata tampak sangat jelas di sudut matanya. Hati Kevin sangat sakit melihat kondisi Felisha. Ia lalu mengangkat Felisha ala bridal, menggendongnya dan merebahkannya di tempat tidur yang sudah disiapkan.
Tampaknya Felisha memang sangatlah lelah, dirinya bahkan tidak terasa kalau berpindah tempat. Tidurnya yang kelelahan karena menangis membuatnya bangun kesiangan. Sinar matahari mengusik paginya dan membuat kedua matanya mengerjab dan beradabtasi dengan sinar yang cukup menyulaikan netranya.
“Aku, dimana?” batin Felisha menoleh ke kiri dan ke kanan tetapi tidak ada satu pun orang di ruangan tersebut.
Perasaan Feli lega, karena tidak ada kejadian yang buruk semalam. Pakaiannya juga masih lengkap, ini artinya tidak ada indikasi dirinya dirudapaksa. Rasa trauma berdekatan dengan Kevin membuat Feli selalu saja was was dengan pikirannya sendiri.
Ia lalu berjalan menuju ke lemari yang setengah terbuka. Ia tidak menyangka jika di dalam lemari tersebut ada beberapa pakaiannya. Sampai suara pintu kamarnya terbuka dan Feli terjingkat karena terkejut.
“Keluar kamu!” teriak Feli sambil menodongkan hanger baju ke arah pintu kamarnya.
“Non, maaf sudah membuat Non Felisha terkejut. Mari Non, Tuan Muda sudah memanggil untuk sarapan.” Ternyata yang masuk adalah Bi Darmi.
“Aku, mau mandi dulu, Bi,” tolak Felisha.
Ia berharap jika dirinya berlama-lama di dalam kamarnya maka Kevin akan ke kantor. Jadi, dirinya tidak perlu bertemu dengan Kevin di pagi hari.
Satu jam sudah lamanya Felisha mandi dan berendam , ia lalu keluar dan memilih sebuah dress selutut dengan lengan tangan pendek dengan kerutan yang terbuat dari karet bayi memuat Feli tampak sangat imut dan manis.
Apalagi dress yang dipakainya itu berwarna pink lembut, ia juga memakai skin care dan memoles lips gloss dengan warna senada pakaiannya. Felisha lalu keluar dan menolek ke kiri serta ke kanan, perasaannya sedikit lega saat ia tidak mendapat Kevin di sana.
Feli lalu berjalan menuju ke ruang makan. Baru saja hendak duduk, Kevin tiba-tiba muncul dari dalam kemarnya dengan membawa sekotak obat yang sudah diresepkan oleh dokter Anggi. Dokter kandungan yang sempat memeriksa Felisha beberapa kali sampai dirinya dinyatakan mengandung.
“Mau apa, kamu?!” Felisha spontan bertanya dengan nada judes dan tampak jelas sebuah kebencian di wajah Felisha.
“Aku? Mau memberikan obat anti mual dan juga vitamin untuk anak di dalam kandunganmu,” jawab Kevin dingin.
Felisha mendengus kesal, ia langsung menganbil beberapa tablet dan langsung bersiap untuk meminumnya tapi langsung dicegah oleh Kevin.
“Apa kamu mau asal minum vitamin tanpa membaca vitamin dan obat ini harus kamu minum sesuai dengan jadwal yang sudah tertulis di bungkusnya, Felisha!” cegah Kevin menatap dingin namun tajam kepada Felisha.
Tidak tahan dengan kelamnya mata Kevin, Felisha langsung buang muka lagi. “Kamu yang membawa semua isi kotak ini dihadapanku. Yah, aku pikir ini semua harus aku minum.” Felisha tetap ngotot walau ia terang-terangan salah karena tidak membaca keterangan yang tertera di bungkus.
Kevin bukan tipe orang yang suka dengan keributan. Ia lalu mengambil semua obat dan vitamin yang digenggam oleh Felisha. Kevin lalu memberikan sebuah obat anti mual untuk Felisha.
“Ini diminum sebelum makan,” titah Kevin sambil memberikan sebutir obat kepada Felisha dan menunggu Felisha meneguknya.
Setelah puas melihat Felisha meminum obat, Kevin lalu membawakan sebuah roti bakar yang dibuatnya sendiri dengan segelas susu rasa vanila khusus untuk ibu hamil.
“Ini sekarang makanlah.” Kevin lalu memberikan roti bakar yang isinya adalah perpaduan coklat keju kepada Felisha.
“Aku, sudah tidak suka lagi coklat keju!” tolak Felisha dengan tegas sambil menutup hidungnya.
“Lalu apa yang kamu mau?” tanya Kevin dengan bersabar.
“Aku, hanya ingin makan nasi putih saja, aku tidak bisa roti bakar sepert itu. Kalau kamu memaksanya bisa saja aku nanti malah mual,” alasan Ratih memang terdengar cukup masuk diakal sehat Kevin.
“Okay, aku ambilkan nasi putih. Lalu kamu mau pakai lauk apa?” tanya Kevin bersiap untuk memanasi makanan yang sudah dibumbuinya selama ini.
“Aku kan sudah bilang, kalau aku hanya mau makan nasi putih saja. Jangan paksakan aku untuk makan dan minuman yang aneh-aneh deh! Aku tidak suka, kamu pergilah saja ke kantor,” usir Felisha menatap jengah Kevin.
“Terserah aku dong ma uke kantor atau tidak. Kamu memaksa aku ke kantor justru membuatku curiga apa yang sedang kamu rencanakan, Hah?” Kevin menatap curiga Felisha.
“Katakan apa rencanamu?!” desis Kevin.
“Rencana?! Rencana apa maksudmu? Oh! Aku mau menghubungi Clay kalau kau tidak ada di sini!”
“Itu adalah awal Clay bertemu dengan Felisha. Mereka baru pacaran sekitar dua bulan. Kevin memanggilnya dan menanyakannya perihal kejadian kelam dan aib ini. Clay mengakuinya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Tapi sayang, sebelum pertunangan terjadi, Kevin kembali menemukan ini.” Sebuah rekaman pada sebuah flashdisk Kevin berikan kepada Garini.
“Ap aini?” tanya Garini, ia takut mengambil flashdisk dari tangan anaknya itu.
“Ini, adalah bukti perselingkuhan Clay, Ma. Dia bahkan mengadakan pesta pora ala Sodom dan gomora. Kevin juga tidak sanggup untuk menjelaskannya secara gamblang, semua ini adalah alasan kuat Kevin merebut Felisha dengan menjebaknya,” akuh Kevin kepada Garini.
Flashdisk yang sempat ia pegang, Garini kembalikan kepada Kevin. “Mama, akan menjauhkan Clay dari kehidupanmu dan Mama akan menerima Felisha sebagai menantu Mama kalau dia bisa menerimamu sebagai suaminya dan mencintaimu sepenuh hati,” isak Garini lalu menyeka air mata yang tak kunjung berhenti.
“Tetapi, Mama tau kalau syarat ini adalah syarat yang mustahil. Mama hanya tidak mau ada permusuhan antara kamu dan Clay. Kalian itu saudara kandung Kevin, kalian dilahirkan dari satu Papa dan satu Mama. Hanya kalian yang Mama punya saat ini, Mama tidak mau hubungan kalian hancur karena seorang wanita! Kamu paham kan maksud Mama?!” ucap Garini.
Sebuah ultimatum keras dan mustahil harus diterima oleh Kevin tanpa tawar menawar. Mendapatkan Felisha bukanlah sesuatu yang sulit tetapi mendapatkan hati Felisha adalah sebuah kemustahilan. Kevin hanya mengangguk yakin di hadapan Garini, mamanya.
“Iya, Ma. Akan Kevin pastikan segalanya berjalan dengan baik. Kalau begitu Kevin pamit dulu, Mama jangan lupa kabari Kevin kalau besok mau berangkat menuju ke London dengan Clay.” Kevin lalu datang mencium tangan Garini dan segera beranjak dari rumah bak istana tersebut.
Sesampainya di pethouse, ia melihat Felisha tertidur di sofa dengan tubuh yang meringkuk dan bekas air mata tampak sangat jelas di sudut matanya. Hati Kevin sangat sakit melihat kondisi Felisha. Ia lalu mengangkat Felisha ala bridal, menggendongnya dan merebahkannya di tempat tidur yang sudah disiapkan.
Tampaknya Felisha memang sangatlah lelah, dirinya bahkan tidak terasa kalau berpindah tempat. Tidurnya yang kelelahan karena menangis membuatnya bangun kesiangan. Sinar matahari mengusik paginya dan membuat kedua matanya mengerjab dan beradabtasi dengan sinar yang cukup menyulaikan netranya.
“Aku, dimana?” batin Felisha menoleh ke kiri dan ke kanan tetapi tidak ada satu pun orang di ruangan tersebut.
Perasaan Feli lega, karena tidak ada kejadian yang buruk semalam. Pakaiannya juga masih lengkap, ini artinya tidak ada indikasi dirinya dirudapaksa. Rasa trauma berdekatan dengan Kevin membuat Feli selalu saja was was dengan pikirannya sendiri.
Ia lalu berjalan menuju ke lemari yang setengah terbuka. Ia tidak menyangka jika di dalam lemari tersebut ada beberapa pakaiannya. Sampai suara pintu kamarnya terbuka dan Feli terjingkat karena terkejut.
“Keluar kamu!” teriak Feli sambil menodongkan hanger baju ke arah pintu kamarnya.
“Non, maaf sudah membuat Non Felisha terkejut. Mari Non, Tuan Muda sudah memanggil untuk sarapan.” Ternyata yang masuk adalah Bi Darmi.
“Aku, mau mandi dulu, Bi,” tolak Felisha.
Ia berharap jika dirinya berlama-lama di dalam kamarnya maka Kevin akan ke kantor. Jadi, dirinya tidak perlu bertemu dengan Kevin di pagi hari.
Satu jam sudah lamanya Felisha mandi dan berendam , ia lalu keluar dan memilih sebuah dress selutut dengan lengan tangan pendek dengan kerutan yang terbuat dari karet bayi memuat Feli tampak sangat imut dan manis.
Apalagi dress yang dipakainya itu berwarna pink lembut, ia juga memakai skin care dan memoles lips gloss dengan warna senada pakaiannya. Felisha lalu keluar dan menolek ke kiri serta ke kanan, perasaannya sedikit lega saat ia tidak mendapat Kevin di sana.
Feli lalu berjalan menuju ke ruang makan. Baru saja hendak duduk, Kevin tiba-tiba muncul dari dalam kemarnya dengan membawa sekotak obat yang sudah diresepkan oleh dokter Anggi. Dokter kandungan yang sempat memeriksa Felisha beberapa kali sampai dirinya dinyatakan mengandung.
“Mau apa, kamu?!” Felisha spontan bertanya dengan nada judes dan tampak jelas sebuah kebencian di wajah Felisha.
“Aku? Mau memberikan obat anti mual dan juga vitamin untuk anak di dalam kandunganmu,” jawab Kevin dingin.
Felisha mendengus kesal, ia langsung menganbil beberapa tablet dan langsung bersiap untuk meminumnya tapi langsung dicegah oleh Kevin.
“Apa kamu mau asal minum vitamin tanpa membaca vitamin dan obat ini harus kamu minum sesuai dengan jadwal yang sudah tertulis di bungkusnya, Felisha!” cegah Kevin menatap dingin namun tajam kepada Felisha.
Tidak tahan dengan kelamnya mata Kevin, Felisha langsung buang muka lagi. “Kamu yang membawa semua isi kotak ini dihadapanku. Yah, aku pikir ini semua harus aku minum.” Felisha tetap ngotot walau ia terang-terangan salah karena tidak membaca keterangan yang tertera di bungkus.
Kevin bukan tipe orang yang suka dengan keributan. Ia lalu mengambil semua obat dan vitamin yang digenggam oleh Felisha. Kevin lalu memberikan sebuah obat anti mual untuk Felisha.
“Ini diminum sebelum makan,” titah Kevin sambil memberikan sebutir obat kepada Felisha dan menunggu Felisha meneguknya.
Setelah puas melihat Felisha meminum obat, Kevin lalu membawakan sebuah roti bakar yang dibuatnya sendiri dengan segelas susu rasa vanila khusus untuk ibu hamil.
“Ini sekarang makanlah.” Kevin lalu memberikan roti bakar yang isinya adalah perpaduan coklat keju kepada Felisha.
“Aku, sudah tidak suka lagi coklat keju!” tolak Felisha dengan tegas sambil menutup hidungnya.
“Lalu apa yang kamu mau?” tanya Kevin dengan bersabar.
“Aku, hanya ingin makan nasi putih saja, aku tidak bisa roti bakar sepert itu. Kalau kamu memaksanya bisa saja aku nanti malah mual,” alasan Ratih memang terdengar cukup masuk diakal sehat Kevin.
“Okay, aku ambilkan nasi putih. Lalu kamu mau pakai lauk apa?” tanya Kevin bersiap untuk memanasi makanan yang sudah dibumbuinya selama ini.
“Aku kan sudah bilang, kalau aku hanya mau makan nasi putih saja. Jangan paksakan aku untuk makan dan minuman yang aneh-aneh deh! Aku tidak suka, kamu pergilah saja ke kantor,” usir Felisha menatap jengah Kevin.
“Terserah aku dong ma uke kantor atau tidak. Kamu memaksa aku ke kantor justru membuatku curiga apa yang sedang kamu rencanakan, Hah?” Kevin menatap curiga Felisha.
“Katakan apa rencanamu?!” desis Kevin.
“Rencana?! Rencana apa maksudmu? Oh! Aku mau menghubungi Clay kalau kau tidak ada di sini!”
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved