Bab 3 Part 3. RITUAL LENDIR
by Neng Gemoy
21:56,Dec 05,2023
"Kamu sudah pernah nyusu, belum?" tanya Mbak Wati mengeluarkan payudaranya dari sela sela BH, sehingga kembali aku melihat putingnya yang berwarna kehitaman terlihat mengundang seleraku.
"Dulu sering, Mbak..!" jawabku, tidak mau dianggap culun, tentu saja aku pernah mencicipi susu ibuku sampai umur dua tahun, hingga akhirnya Ibuku berhenti memberikan aku susu karena putingnya tergigit olehku saat sedang menyusui, begitu cerita yang aku dengar dari ibuku.
"Katanya kamu nggak pernah deket sama cewek? Jangan jangan kamu suka main sama PSK yang biasa mangkal di stasiun, ya?" tanya Mbak Wati terdengar kecewa, bisa saja dia terkena penyakit menular kalau aku sering main dengan PSK.
"Kata Ibuku, waktu bayi aku paling kuat nyusunya." jawabku jujur. Aku agak kecewa saat Mbak Wati memasukkan payudaranya ke dalam BH.
"Ujang jahatttt...!" kata Mbak Wati dengan suara meninggi. Mbak Wati melempar bajunya ke wajahku membuatku tertawa geli karena berhasil membalas perbuatannya. Aku menciumi baju Mbak Wati, menghisap bau keringat Mbak Wati yang menempel di bajunya. Bau keringat yang semakin merangsangku.
"Jang, kok malah nyiumin baju sich, kan enakan nyiumin orangnya." kata Mbak Wati yang terlihat cemburu pada bajunya yang sedang aku ciumi.
"Abisnya dari tadi Mbak belum bugil juga, katanya mau meditasi bugil..!" kataku mengeluarkan unek unek, tidak tahukah dia aku sudah sangat tidak sabar untuk memulai ritual yang sesungguhnya. Ritual yang akan membuatku menjadi pria dewasa.
"Kamu juga belum buka baju, masa sudah nyuruh Mbak bugil..!" kata Mbak Wati mulai menurunkan roknya perlahan lahan sehingga aku melihat celana dalamnya yang berwarna putih.
"Mbak, lama amat." kataku mulai tidak sabar. Aku segera membuka seluruh pakaianku secepat yang aku bisa, seharusnya Mbak Wati mengikuti caraku, bukan malah menggodaku.
"Hihihihi, kamu sudah tidak tahan ya?" tanya Mbak Wati kembali melemparkan roknya menutupi wajahku.
"Bau keringat, Mbak..!" kataku kembali menciumi rok Mbak Wati berusaha mencari bau memek yang menempel, tapi aku gagal menemukannya.
"Kamu gak mau nyiumin CD, Mbak!" kata Mbak Wati menyodorkan CDnya me wajahku, entah sejak kapan dia melepaskannya. Aku mengambil CD dari tangan Mbak Wati dan menciumnya dengan bernafsu. Beginikah bau memek? Aku semakin bernafsu menciumi celana dalam Mbak Wati, ada bercak basah yang menempel di bagian yang menutupi memeknya.
"Ujang, jorok CD Mbak diciumin begitu, kalau mau nyiumin memeknya bukan celananya." kata Mbak Wati merampas celana dalamnya yang sedang kuciumi membuatku tertawa geli melihat wajah Mbak Wati yang terlihat jengkel melihatku mengabaikan tubuhnya. Godaanku berhasil, Mbak berhasil aku taklukkan, dia tentu tidak mau dikalahkan oleh pakaiannya sendiri, benda mati yang bisa dibuang kapan saja.
"Kita mulai meditasinya, Jang..!" kata Mbak Wati menarik tanganku agar duduk bersila berhadapan dengannya dengan dengkul yang saling bersentuhan. Mataku tidak mampu beranjak dari payudaranya yang menggantung seperti buah pepaya yang kutanam di desa.
"Kita bersila berhadapan, Jang. Kita baca mantra dulu sebelum kita ngentot, kamu ikuti bacaan Mbak, ya !" Kata Mbak Wati menerangkan apa yang harus kulakukan. Aku hanya menganggukan kepala tanda mengerti apa yang dikatakannya, walau aku sedikit kecewa karena harus melewati proses yang sepertinya tidak berakhir. Tidak masalah buatku yang sudah terbiasa membaca berbagai macam mantra yang sudah sering diajarkan oleh Abah dan Mang Karta, yang jadi masalah aku sudah sangat menginginkan kontolku terjepit memek Mbak Wati.
Kami duduk bersila berhadapan dengan tubuh bugil, dengkul kami saling bersentuhan. Setelah menganggap posisi kami sudah benar, Mbak Wati mulai membaca mantra dalam bahasa jawa, aku mengikuti bacaan Mbak Wati walau konsentrasiku terpecah antara mantra dan tubuh bugil Mbak Wati yang terlihat di depan mataku.. Beberapa kali mataku terbuka menatap tubuh polos Mbak Wati, tidak ada yang terlewat olehku. Sementara bibirku mengikuti apa yang dibaca oleh Mbak Wati, mengikutinya tanpa mengerti maksudnya. Aku lebih fokus dengan pikiranku untuk segera meraba setiap bagian tubuh Mbak Wati, menikmati jepitan memeknya yang konon di situlah surga dunia berada.
"Jang, kamu sudah gak sabar ya?." tanya Mbak Wati setelah mantra selesai kami ucapkan dan melihat mataku yang tidak berkedip. Mbak Wati tiba tiba mendorongku jatuh terlentang. Jantungku berdegup sangat kencang, inilah saat yang aku tunggu, detik detik keperjakaanku menjadi tumbal Ritual di Gunung Kemukus.
Tumbal yang tidak akan pernah kusesali. Tumbal kenikmatan yang akan membuka pintu surga dunia.
Mbak Wati tersenyum menggodaku yang sangat tegang menanti apa yang akan dilakukannya. Seperti seorang wanita nakal, Mbak Wati merangkak di atas tubuhku yang menjadi kaku. Payudaranya yang besar menyentuh kulitku merambat naik hingga dada saat wajah kami berhadapan, lunak dan hangat, kulitnya terasa sangat halus. Mbak Wati kembali tersenyum sebelum mulai mencium bibirku dengan bernafsu, lidahnya masuk ke dalam mulutku sehingga air liurnya masuk tertelan olehku. Inilah ciuman pertamaku, Mbak Wati tidak hanya mengulum bibirku dengan bernafsu, tangannya pun aktif memelintir pentil dadaku dengan lembut membuat tubuhku merinding geli dan nikmat yang menjadi satu. Pengalaman pertama yang fantastis, pengalaman mesum dan mistis, entah mana yang paling dominan saat ini, semuanya menjadi kabur dan aku tidak mau berpikir. Mataku terpejam menikmati perlakuan Mbak Wati.
"Kamu benar benar belum pernah bermesraan dengan cewek, y?" bisik Mbak Wati, lidahnya menjilati belakang telinga membuatku menggelinjang geli.
"Iya, Mbak..!" jawabku pelan. Aku memberanikan diri meraba payudaranya yang menempel di dadaku, tanganku gemetar saat bersentuhan dengan kulitnya yang halus.
"Diremes Jang, jangan cuma dielus..!" bisik Mbak Wati diakhiri dengan gigitan kecil pada telinga membuatku semakin blingsatan oleh rangsangan, tidak bisakah Mbak Wati memulai ritual yang sesungguhnya, bukan hanya mengulur waktu yang sangat berharga.
"Mbak, kapan mau ngentotnya?" tanyaku tidak bisa menahan diri untuk bertanya padanya. Aku sudah menanti momen ngentot sejak pertama kali menginjakkan kaki di tempat ini, kesabaranku hampir habis, aku bisa memperkosanya kalau terus dipermainkan seperti ini.
"Hihihi, kamu nggak sabar. Kalau mau ngentot harus pemanasan dulu biar sama sama puas." jawab Mbak Wati membuatku terdiam, Mbak Wati tentu lebih tahu apa yang harus dilakukannya. Aku harus belajar banyak darinya agar bisa memuaskan istriku setelah menikah.
"Och..!" jawabku dengan perasaan tidak menentu saat Mbak Wati menjilati puting dadaku, sensasi yang membuatku merinding geli.
"Kamu benar benar perjaka ting ting, ya Jang ?" tanya Mbak Wati menatapku sambil tersenyum. Tangannya terus membelai kontolku yang sudah sangat tegang. Seperti penasaran dengan panjang kontolku, Mbak Wati mengukurnya dengan merentangkan jari jempol dan keliling nya, satu jengkal lebih.
"Panjang amat, Jang. Pasti enak memek Mbak dientot kontol kamu, ich memek Mbak udah basah." kata Mbak Wati menuntun tanganku agar menyentuh memeknya yang terasa basah. Akhirnya aku bisa memegang memek Mbak Wati, jariku menyusup masuk berusaha merasakan tekstur memeknya yang bergelambir. Seperti inikah rasanya memegang memek.
Perlahan Mbak Wati mendekatkan wajahnya ke kontolku, aku heran apa yang akan dilakukannya? Apa dia tidak merasa jijik saat lidahnya menjilat kepala kontolku, tanpa sadar tubuhku mengejang. Mbak Wati benar benar menjilati kepala kontolku, bahkan dia mengulum kontolku dengan bernafsu.
"Mbak, jijik..!" rintihku menikmati kulumannya pada kontolku. Seperti inikah rasanya disepong? Sensasinya ternyata seenak ini, jauh lebih nikmat dibandingkan saat aku beronani, jariku semakin masuk ke dalam memeknya yang basah.. Mbak Wati sama sekali tidak menghiraukanku, dia begitu rakus menghisap dan mengocok kontolku dengan mulutnya yang mungil.
Aku tidak mampu menahan gelombang kenikmatan yang terus menerus datang. Magma yang terpendam sudah sampai puncaknya Ini pengalaman pertamaku, wajar kalau aku tidak bisa tahan lama.
"Mbak, aku mau keluar.....!!!" aku berteriak, tubuhku mengejang menyambut orgasme pertamaku, tanpa sadar aku menjambak rambut Mbak Wati, kepalanya aku tekan ke bawah sehingga kontolku mentok ke kerongkongannya sehingga membuatnya berusaha melepaskan diri karena sulit bernafas.
"Ma maaf...!" kataku melepaskan jambakanku. Namun Mbak Wati tetap menghisap kontolku sehingga semua pejuh yang tertumpah dari kontolku habis ditelannya tanpa rasa jijik sedikitpun, seolah pejuhku makanan berprotein yang nikmat. Aku terhempas lemas setelah semua pejuku ditelan habis oleh Mbak Wati, mataku menatap sayu melihat mbak Wati yang terus menyedot kontolku, berusaha mencari sisa sisa pejuh hingga dia benar benar yakin tidak ada lagi yang tersisa. Perlahan rasa nikmat berganti ngilu.
"Mbak, sudah. Kontolku ngilu." Mbak Wati menatapku tersenyum menggoda, lidahnya menjulur memperlihatkan pejuh yang tersisa di mulutnya lalu menelannya, pemandangan yang membuat wajah chubby nya semakin manis.
"Mbak, gak jijik nelen pejuhku?" tanyaku takjub. Tidak kusangka, ternyata Mbak Wati sangat binal melebihi perkiraanku. Pengalaman pertama yang rasanya akan sangat sulit aku lupakan.
"Inikan syarat ritual." ujar Mbak Wati menggodaku, wajahnya semakin mendekati wajahku dan aku bisa mencium bau pejuh yang membaur dengan air liur Mbak Wati, saat dia akan mencium bibirku, reflek aku berpaling menghindarinya. Aku merasa jijik karena sisa sisa pejuhku pasti masih menempel di bibirnya.
"Sebentar lagi kamu akan merasakan yang lebih enak, memek Mbak akan menjepit kontol kamu..!" bisik Mbak Wati. Suaranya terdengar samar, tubuhku sudah terlalu lelah, hanya tidur 1 jam, ditambah orgasme yang aku alami membuatku lemas seperti tidak bertenaga. Akupun tertidur.
**********
Aku terbangun oleh gerakkan liar di atas tubuhku, kontolku seperti keluar masuk di lobang licin dan basah yang terasa hangat. Nikmat sekali melebihi saat Mbak Wati mengulum kontolku, perlahan aku membuka mata dan melihat Mbak Wati berjongkok di atas tubuhku dengan kedua tangannya memegang dadaku yang bidang, pinggulnya naik turun dengan cepat. Aku terpaku melihat kontolku keluar masuk memek Mbak Wati, ternyata aku sudah kehilangan perjakaku saat tidur.
"Och, nikmat Jang, kontol kamu gede, panjang dan keras banget. Memek Mbak, enak !" Rintihan Mbak Wati disertai teriakan kecil membuatku langsung sadar sepenuhnya, ternyata yang kurasakan nyata. Mbak Wati sedang mengentotku. Aku bukan lagi seorang perjaka ting ting, aku perjaka yang ternoda. Ternoda oleh rasa nikmat yang sulit terlukiskan oleh kata kata. Noda yang membuatku menjadi pria sejati.
"Mbak, kontol Ujang ennnak banget...!" kataku setengah linglung, terpesona oleh Mbak Wati yang sedang memacu kontolku, payudaranya berguncang menjadi pemandangan terindah yang pernah aku lihat. Perjakaku hilang tanpa aku rasakan, momen yang seharusnya menjadi kenangan terindah, berlalu begitu saja tapi aku sekali tidak menyesalinya, momen terbangun dan melihat kontolku terbenam di memeknya juga momen terindah yang tidak akan pernah dialami oleh pria lain, hanya aku dari segelintir orang yang mengalaminya..
"Akhirnya kamu bangun juga, Jang. Dari tadi Mbak ngentotin kamu, tidurmu sangat nyenyak sampai nggak terasa Mbak entot. " Mbak Wati tersenyum, bergerak liar terus memacu kontolku. Terlihat dia sangat menikmati memperkosaku yang sedang tidur. Perkosaan yang sangat nikmat dan aku tidak mau semuanya cepat berlalu. Aku ingin menikmatinya lebih lama selama yang aku mampu
"Mbak, memek ennnnak banget..!" kataku dengan mata terpejam menikmati sensasi pertamaku. Sensasi ritual mesum.
"Iya, memekku juga ennnak, ini namanya ngentot Jang...!" kata Mbak wati terus memacu kontolku dengan liar. Dengan posisi WOT, membuatnya begitu leluasa memacu kontolku. Rambutnya yang panjang menjadi kusut, tubuhnya basah oleh keringat, membuatnya terlihat semakin cantik dengan dengan penerangan lampu yang temaram. Toketnya yang besar ikut bergoyang, dengan gemas aku meremasnya, menjaga agar tidak terjatuh dari tempatnya. Begitu kenyal dan hangat.
"Mbak Wati !!!" Jeritku menikmati gesekan demi gesekan kontolku dengan dinding memek Mbak Wati yang lembut dan lunak. Gesekan yang membuatku menggelinjang dan berteriak kecil.
"Jang, Mbak keluar lagi" teriak Mbak Wati. Memek Mbak Wati berkedut kedut meremas kontolku. Kedutannya sangat terasa menimbulkan rasa nikmat yang dahsyat.
"Mbak, cape jang. "Kata Mbak Wati setelah orgasmenya selesai, wajahnya terlihat puas, bibirnya tersenyum menatapku sayu, kontolku masih tertanam di dalam memeknya. Mbak Wati mencium bibirku dengan lembut, lalu merebahkan tubuhnya di sampingku, terkapar kehabisan tenaga.
"Mbak, aku belum keluar !" protesku. Aku masih ingin merasakan kehangatan dan kenikmatan memeknya, aku baru memulainya. Aku ingin menumpahkan pejuhku di dalam memeknya seperti aku menumpahkannya di mulutnya.
"Ya udah, masukin lagi kontol kamu ke memek Mbak, gitu saja kok repot. Gantian kamu yang diatas." kata mbak Wati meniru ucapan Gus Dur yang sangat terkenal. Pahanya mengangkang lebar menyuruhku segera naik ke atas tubuhnya yang montok. Tidak perlu mengulang perintah, Aku segera menindih tubuh Mbak Wati yang refleks meraih kontolku, agar posisinya pas dilubang memek. Secara naluri, aku menekan kontolku masuk memek Mbak Wati yang sangat licin dan basah oleh lendir birahinya.
"Mbak, memeknya enak." ujarku saat kontolku terbenam dalam jepitan memeknya, benar benar nikmat, pantas saja orang sangat menyukainya bahkan ngentot menjadi candu.
"Kontol kamu juga enak banget, Mbak udah keluar 3x, ayo Jang, entot lagi memek Mbak, keluarin pejuh kamu di memek, Mbak. Hamili Mbak, Jang.!" Kata Mbak Wati menyambut hujaman kontolku dengan mengangkat pinggulnya, untung saja kasur tempat kami ngentot terletak di lantai sehingga tidak takut ranjang rubuh menahan beban tubuh kami. Bibirku menciumi lehernya yang basah oleh keringat, terasa asin di lidahku.
"Mbak jahat, aku lagi tidur diperkosa." kataku sambil menghujamkan kontolku dengan bertenaga, berusaha membalas perbuatannya yang sudah memperkosaku. Perbuatan yang seharusnya dilakukan saat aku sadar, Mbak Wati harus menerima perbuatannya yang merenggut perjakaku tanpa aku sadari.
"Mbak, akkkku gak tahannnn...?" jeritku tidak mampu lagi menahan pejuku yang memancar deras membasahi memek Mbak Wati, bercampur dengan lendir memeknya.
"Iya Jang, mbak juga mau keluar. Terus kocok yang kenceng, Jang....." jerit Mbak Wati semakin mempercepat gerakkan pinggulnya, berusaha mendapatkan orgaamenya lagi.
Aku berusaha mengimbanginya, tidak akan kubiarkan dia mengocok kontolku tanpa perlawanan dariku, dia harus merasakan kontolku yang perkasa, entah benar entah tidak karena ini adalah pengalaman pertamaku.
"Mbak kelllluar....." jerit Mbak Wati memeluk tubuhku dengan erat, tanpa sadar dia menggigit leherku meninggalkan bekas Yang dangkal.
"Mbak, sakit....!"kataku jengkel, sehebat itukah rasa nikmat yang diperoleh Mbak Wati sehingga tega menggigit leherku seperti drakula.
"Kamu hebat banget, kontol kamu benar benar perkasa bikin Mbak kelojotan. Jangan dicabut dulu, Mbak masih pengen kontol kamu di memek." bisik Mbak Wati di telingaku tanpa merasa bersalah sudah menggigit leherku, tangannya menahan pinggangku saat aku mau beranjak dari atas tubuhnya.
"Dulu sering, Mbak..!" jawabku, tidak mau dianggap culun, tentu saja aku pernah mencicipi susu ibuku sampai umur dua tahun, hingga akhirnya Ibuku berhenti memberikan aku susu karena putingnya tergigit olehku saat sedang menyusui, begitu cerita yang aku dengar dari ibuku.
"Katanya kamu nggak pernah deket sama cewek? Jangan jangan kamu suka main sama PSK yang biasa mangkal di stasiun, ya?" tanya Mbak Wati terdengar kecewa, bisa saja dia terkena penyakit menular kalau aku sering main dengan PSK.
"Kata Ibuku, waktu bayi aku paling kuat nyusunya." jawabku jujur. Aku agak kecewa saat Mbak Wati memasukkan payudaranya ke dalam BH.
"Ujang jahatttt...!" kata Mbak Wati dengan suara meninggi. Mbak Wati melempar bajunya ke wajahku membuatku tertawa geli karena berhasil membalas perbuatannya. Aku menciumi baju Mbak Wati, menghisap bau keringat Mbak Wati yang menempel di bajunya. Bau keringat yang semakin merangsangku.
"Jang, kok malah nyiumin baju sich, kan enakan nyiumin orangnya." kata Mbak Wati yang terlihat cemburu pada bajunya yang sedang aku ciumi.
"Abisnya dari tadi Mbak belum bugil juga, katanya mau meditasi bugil..!" kataku mengeluarkan unek unek, tidak tahukah dia aku sudah sangat tidak sabar untuk memulai ritual yang sesungguhnya. Ritual yang akan membuatku menjadi pria dewasa.
"Kamu juga belum buka baju, masa sudah nyuruh Mbak bugil..!" kata Mbak Wati mulai menurunkan roknya perlahan lahan sehingga aku melihat celana dalamnya yang berwarna putih.
"Mbak, lama amat." kataku mulai tidak sabar. Aku segera membuka seluruh pakaianku secepat yang aku bisa, seharusnya Mbak Wati mengikuti caraku, bukan malah menggodaku.
"Hihihihi, kamu sudah tidak tahan ya?" tanya Mbak Wati kembali melemparkan roknya menutupi wajahku.
"Bau keringat, Mbak..!" kataku kembali menciumi rok Mbak Wati berusaha mencari bau memek yang menempel, tapi aku gagal menemukannya.
"Kamu gak mau nyiumin CD, Mbak!" kata Mbak Wati menyodorkan CDnya me wajahku, entah sejak kapan dia melepaskannya. Aku mengambil CD dari tangan Mbak Wati dan menciumnya dengan bernafsu. Beginikah bau memek? Aku semakin bernafsu menciumi celana dalam Mbak Wati, ada bercak basah yang menempel di bagian yang menutupi memeknya.
"Ujang, jorok CD Mbak diciumin begitu, kalau mau nyiumin memeknya bukan celananya." kata Mbak Wati merampas celana dalamnya yang sedang kuciumi membuatku tertawa geli melihat wajah Mbak Wati yang terlihat jengkel melihatku mengabaikan tubuhnya. Godaanku berhasil, Mbak berhasil aku taklukkan, dia tentu tidak mau dikalahkan oleh pakaiannya sendiri, benda mati yang bisa dibuang kapan saja.
"Kita mulai meditasinya, Jang..!" kata Mbak Wati menarik tanganku agar duduk bersila berhadapan dengannya dengan dengkul yang saling bersentuhan. Mataku tidak mampu beranjak dari payudaranya yang menggantung seperti buah pepaya yang kutanam di desa.
"Kita bersila berhadapan, Jang. Kita baca mantra dulu sebelum kita ngentot, kamu ikuti bacaan Mbak, ya !" Kata Mbak Wati menerangkan apa yang harus kulakukan. Aku hanya menganggukan kepala tanda mengerti apa yang dikatakannya, walau aku sedikit kecewa karena harus melewati proses yang sepertinya tidak berakhir. Tidak masalah buatku yang sudah terbiasa membaca berbagai macam mantra yang sudah sering diajarkan oleh Abah dan Mang Karta, yang jadi masalah aku sudah sangat menginginkan kontolku terjepit memek Mbak Wati.
Kami duduk bersila berhadapan dengan tubuh bugil, dengkul kami saling bersentuhan. Setelah menganggap posisi kami sudah benar, Mbak Wati mulai membaca mantra dalam bahasa jawa, aku mengikuti bacaan Mbak Wati walau konsentrasiku terpecah antara mantra dan tubuh bugil Mbak Wati yang terlihat di depan mataku.. Beberapa kali mataku terbuka menatap tubuh polos Mbak Wati, tidak ada yang terlewat olehku. Sementara bibirku mengikuti apa yang dibaca oleh Mbak Wati, mengikutinya tanpa mengerti maksudnya. Aku lebih fokus dengan pikiranku untuk segera meraba setiap bagian tubuh Mbak Wati, menikmati jepitan memeknya yang konon di situlah surga dunia berada.
"Jang, kamu sudah gak sabar ya?." tanya Mbak Wati setelah mantra selesai kami ucapkan dan melihat mataku yang tidak berkedip. Mbak Wati tiba tiba mendorongku jatuh terlentang. Jantungku berdegup sangat kencang, inilah saat yang aku tunggu, detik detik keperjakaanku menjadi tumbal Ritual di Gunung Kemukus.
Tumbal yang tidak akan pernah kusesali. Tumbal kenikmatan yang akan membuka pintu surga dunia.
Mbak Wati tersenyum menggodaku yang sangat tegang menanti apa yang akan dilakukannya. Seperti seorang wanita nakal, Mbak Wati merangkak di atas tubuhku yang menjadi kaku. Payudaranya yang besar menyentuh kulitku merambat naik hingga dada saat wajah kami berhadapan, lunak dan hangat, kulitnya terasa sangat halus. Mbak Wati kembali tersenyum sebelum mulai mencium bibirku dengan bernafsu, lidahnya masuk ke dalam mulutku sehingga air liurnya masuk tertelan olehku. Inilah ciuman pertamaku, Mbak Wati tidak hanya mengulum bibirku dengan bernafsu, tangannya pun aktif memelintir pentil dadaku dengan lembut membuat tubuhku merinding geli dan nikmat yang menjadi satu. Pengalaman pertama yang fantastis, pengalaman mesum dan mistis, entah mana yang paling dominan saat ini, semuanya menjadi kabur dan aku tidak mau berpikir. Mataku terpejam menikmati perlakuan Mbak Wati.
"Kamu benar benar belum pernah bermesraan dengan cewek, y?" bisik Mbak Wati, lidahnya menjilati belakang telinga membuatku menggelinjang geli.
"Iya, Mbak..!" jawabku pelan. Aku memberanikan diri meraba payudaranya yang menempel di dadaku, tanganku gemetar saat bersentuhan dengan kulitnya yang halus.
"Diremes Jang, jangan cuma dielus..!" bisik Mbak Wati diakhiri dengan gigitan kecil pada telinga membuatku semakin blingsatan oleh rangsangan, tidak bisakah Mbak Wati memulai ritual yang sesungguhnya, bukan hanya mengulur waktu yang sangat berharga.
"Mbak, kapan mau ngentotnya?" tanyaku tidak bisa menahan diri untuk bertanya padanya. Aku sudah menanti momen ngentot sejak pertama kali menginjakkan kaki di tempat ini, kesabaranku hampir habis, aku bisa memperkosanya kalau terus dipermainkan seperti ini.
"Hihihi, kamu nggak sabar. Kalau mau ngentot harus pemanasan dulu biar sama sama puas." jawab Mbak Wati membuatku terdiam, Mbak Wati tentu lebih tahu apa yang harus dilakukannya. Aku harus belajar banyak darinya agar bisa memuaskan istriku setelah menikah.
"Och..!" jawabku dengan perasaan tidak menentu saat Mbak Wati menjilati puting dadaku, sensasi yang membuatku merinding geli.
"Kamu benar benar perjaka ting ting, ya Jang ?" tanya Mbak Wati menatapku sambil tersenyum. Tangannya terus membelai kontolku yang sudah sangat tegang. Seperti penasaran dengan panjang kontolku, Mbak Wati mengukurnya dengan merentangkan jari jempol dan keliling nya, satu jengkal lebih.
"Panjang amat, Jang. Pasti enak memek Mbak dientot kontol kamu, ich memek Mbak udah basah." kata Mbak Wati menuntun tanganku agar menyentuh memeknya yang terasa basah. Akhirnya aku bisa memegang memek Mbak Wati, jariku menyusup masuk berusaha merasakan tekstur memeknya yang bergelambir. Seperti inikah rasanya memegang memek.
Perlahan Mbak Wati mendekatkan wajahnya ke kontolku, aku heran apa yang akan dilakukannya? Apa dia tidak merasa jijik saat lidahnya menjilat kepala kontolku, tanpa sadar tubuhku mengejang. Mbak Wati benar benar menjilati kepala kontolku, bahkan dia mengulum kontolku dengan bernafsu.
"Mbak, jijik..!" rintihku menikmati kulumannya pada kontolku. Seperti inikah rasanya disepong? Sensasinya ternyata seenak ini, jauh lebih nikmat dibandingkan saat aku beronani, jariku semakin masuk ke dalam memeknya yang basah.. Mbak Wati sama sekali tidak menghiraukanku, dia begitu rakus menghisap dan mengocok kontolku dengan mulutnya yang mungil.
Aku tidak mampu menahan gelombang kenikmatan yang terus menerus datang. Magma yang terpendam sudah sampai puncaknya Ini pengalaman pertamaku, wajar kalau aku tidak bisa tahan lama.
"Mbak, aku mau keluar.....!!!" aku berteriak, tubuhku mengejang menyambut orgasme pertamaku, tanpa sadar aku menjambak rambut Mbak Wati, kepalanya aku tekan ke bawah sehingga kontolku mentok ke kerongkongannya sehingga membuatnya berusaha melepaskan diri karena sulit bernafas.
"Ma maaf...!" kataku melepaskan jambakanku. Namun Mbak Wati tetap menghisap kontolku sehingga semua pejuh yang tertumpah dari kontolku habis ditelannya tanpa rasa jijik sedikitpun, seolah pejuhku makanan berprotein yang nikmat. Aku terhempas lemas setelah semua pejuku ditelan habis oleh Mbak Wati, mataku menatap sayu melihat mbak Wati yang terus menyedot kontolku, berusaha mencari sisa sisa pejuh hingga dia benar benar yakin tidak ada lagi yang tersisa. Perlahan rasa nikmat berganti ngilu.
"Mbak, sudah. Kontolku ngilu." Mbak Wati menatapku tersenyum menggoda, lidahnya menjulur memperlihatkan pejuh yang tersisa di mulutnya lalu menelannya, pemandangan yang membuat wajah chubby nya semakin manis.
"Mbak, gak jijik nelen pejuhku?" tanyaku takjub. Tidak kusangka, ternyata Mbak Wati sangat binal melebihi perkiraanku. Pengalaman pertama yang rasanya akan sangat sulit aku lupakan.
"Inikan syarat ritual." ujar Mbak Wati menggodaku, wajahnya semakin mendekati wajahku dan aku bisa mencium bau pejuh yang membaur dengan air liur Mbak Wati, saat dia akan mencium bibirku, reflek aku berpaling menghindarinya. Aku merasa jijik karena sisa sisa pejuhku pasti masih menempel di bibirnya.
"Sebentar lagi kamu akan merasakan yang lebih enak, memek Mbak akan menjepit kontol kamu..!" bisik Mbak Wati. Suaranya terdengar samar, tubuhku sudah terlalu lelah, hanya tidur 1 jam, ditambah orgasme yang aku alami membuatku lemas seperti tidak bertenaga. Akupun tertidur.
**********
Aku terbangun oleh gerakkan liar di atas tubuhku, kontolku seperti keluar masuk di lobang licin dan basah yang terasa hangat. Nikmat sekali melebihi saat Mbak Wati mengulum kontolku, perlahan aku membuka mata dan melihat Mbak Wati berjongkok di atas tubuhku dengan kedua tangannya memegang dadaku yang bidang, pinggulnya naik turun dengan cepat. Aku terpaku melihat kontolku keluar masuk memek Mbak Wati, ternyata aku sudah kehilangan perjakaku saat tidur.
"Och, nikmat Jang, kontol kamu gede, panjang dan keras banget. Memek Mbak, enak !" Rintihan Mbak Wati disertai teriakan kecil membuatku langsung sadar sepenuhnya, ternyata yang kurasakan nyata. Mbak Wati sedang mengentotku. Aku bukan lagi seorang perjaka ting ting, aku perjaka yang ternoda. Ternoda oleh rasa nikmat yang sulit terlukiskan oleh kata kata. Noda yang membuatku menjadi pria sejati.
"Mbak, kontol Ujang ennnak banget...!" kataku setengah linglung, terpesona oleh Mbak Wati yang sedang memacu kontolku, payudaranya berguncang menjadi pemandangan terindah yang pernah aku lihat. Perjakaku hilang tanpa aku rasakan, momen yang seharusnya menjadi kenangan terindah, berlalu begitu saja tapi aku sekali tidak menyesalinya, momen terbangun dan melihat kontolku terbenam di memeknya juga momen terindah yang tidak akan pernah dialami oleh pria lain, hanya aku dari segelintir orang yang mengalaminya..
"Akhirnya kamu bangun juga, Jang. Dari tadi Mbak ngentotin kamu, tidurmu sangat nyenyak sampai nggak terasa Mbak entot. " Mbak Wati tersenyum, bergerak liar terus memacu kontolku. Terlihat dia sangat menikmati memperkosaku yang sedang tidur. Perkosaan yang sangat nikmat dan aku tidak mau semuanya cepat berlalu. Aku ingin menikmatinya lebih lama selama yang aku mampu
"Mbak, memek ennnnak banget..!" kataku dengan mata terpejam menikmati sensasi pertamaku. Sensasi ritual mesum.
"Iya, memekku juga ennnak, ini namanya ngentot Jang...!" kata Mbak wati terus memacu kontolku dengan liar. Dengan posisi WOT, membuatnya begitu leluasa memacu kontolku. Rambutnya yang panjang menjadi kusut, tubuhnya basah oleh keringat, membuatnya terlihat semakin cantik dengan dengan penerangan lampu yang temaram. Toketnya yang besar ikut bergoyang, dengan gemas aku meremasnya, menjaga agar tidak terjatuh dari tempatnya. Begitu kenyal dan hangat.
"Mbak Wati !!!" Jeritku menikmati gesekan demi gesekan kontolku dengan dinding memek Mbak Wati yang lembut dan lunak. Gesekan yang membuatku menggelinjang dan berteriak kecil.
"Jang, Mbak keluar lagi" teriak Mbak Wati. Memek Mbak Wati berkedut kedut meremas kontolku. Kedutannya sangat terasa menimbulkan rasa nikmat yang dahsyat.
"Mbak, cape jang. "Kata Mbak Wati setelah orgasmenya selesai, wajahnya terlihat puas, bibirnya tersenyum menatapku sayu, kontolku masih tertanam di dalam memeknya. Mbak Wati mencium bibirku dengan lembut, lalu merebahkan tubuhnya di sampingku, terkapar kehabisan tenaga.
"Mbak, aku belum keluar !" protesku. Aku masih ingin merasakan kehangatan dan kenikmatan memeknya, aku baru memulainya. Aku ingin menumpahkan pejuhku di dalam memeknya seperti aku menumpahkannya di mulutnya.
"Ya udah, masukin lagi kontol kamu ke memek Mbak, gitu saja kok repot. Gantian kamu yang diatas." kata mbak Wati meniru ucapan Gus Dur yang sangat terkenal. Pahanya mengangkang lebar menyuruhku segera naik ke atas tubuhnya yang montok. Tidak perlu mengulang perintah, Aku segera menindih tubuh Mbak Wati yang refleks meraih kontolku, agar posisinya pas dilubang memek. Secara naluri, aku menekan kontolku masuk memek Mbak Wati yang sangat licin dan basah oleh lendir birahinya.
"Mbak, memeknya enak." ujarku saat kontolku terbenam dalam jepitan memeknya, benar benar nikmat, pantas saja orang sangat menyukainya bahkan ngentot menjadi candu.
"Kontol kamu juga enak banget, Mbak udah keluar 3x, ayo Jang, entot lagi memek Mbak, keluarin pejuh kamu di memek, Mbak. Hamili Mbak, Jang.!" Kata Mbak Wati menyambut hujaman kontolku dengan mengangkat pinggulnya, untung saja kasur tempat kami ngentot terletak di lantai sehingga tidak takut ranjang rubuh menahan beban tubuh kami. Bibirku menciumi lehernya yang basah oleh keringat, terasa asin di lidahku.
"Mbak jahat, aku lagi tidur diperkosa." kataku sambil menghujamkan kontolku dengan bertenaga, berusaha membalas perbuatannya yang sudah memperkosaku. Perbuatan yang seharusnya dilakukan saat aku sadar, Mbak Wati harus menerima perbuatannya yang merenggut perjakaku tanpa aku sadari.
"Mbak, akkkku gak tahannnn...?" jeritku tidak mampu lagi menahan pejuku yang memancar deras membasahi memek Mbak Wati, bercampur dengan lendir memeknya.
"Iya Jang, mbak juga mau keluar. Terus kocok yang kenceng, Jang....." jerit Mbak Wati semakin mempercepat gerakkan pinggulnya, berusaha mendapatkan orgaamenya lagi.
Aku berusaha mengimbanginya, tidak akan kubiarkan dia mengocok kontolku tanpa perlawanan dariku, dia harus merasakan kontolku yang perkasa, entah benar entah tidak karena ini adalah pengalaman pertamaku.
"Mbak kelllluar....." jerit Mbak Wati memeluk tubuhku dengan erat, tanpa sadar dia menggigit leherku meninggalkan bekas Yang dangkal.
"Mbak, sakit....!"kataku jengkel, sehebat itukah rasa nikmat yang diperoleh Mbak Wati sehingga tega menggigit leherku seperti drakula.
"Kamu hebat banget, kontol kamu benar benar perkasa bikin Mbak kelojotan. Jangan dicabut dulu, Mbak masih pengen kontol kamu di memek." bisik Mbak Wati di telingaku tanpa merasa bersalah sudah menggigit leherku, tangannya menahan pinggangku saat aku mau beranjak dari atas tubuhnya.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved