Bab 1 Rasa sakit seolah jantung tertusuk
by Alexia
08:01,Aug 22,2023
Tepat pada senja hari.
Matahari terbenam, tampak beberapa awan berwarna merah seperti darah. Biasanya, matahari terbenam merupakan pemandangan yang sangat memukau, tetapi pada saat ini terasa aneh seolah tidak bisa dijelaskan.
Di sebuah kediaman besar yang mewah di ibukota, jalan berkelok-kelok menuju ke tempat terpencil, seorang pelayan yang rambutnya disanggul berlari tergesa-gesa menuju taman utama yaitu Spring Garden. Langkah kakinya terburu-buru, seolah-olah dia akan dihukum oleh tuannya jika dia lebih lambat.
Setelah mendengar sang jenderal sedang berada di ruang kerja, pelayan itu berlari kemudian memberitahu penjaga pintu, penjaga pintu segera membiarkan pelayan itu masuk dengan wajag berseri dan penuh hormat.
"Jenderal, tuan putri mengundang Anda untuk makan."
Begitu masuk, pelayan itu tidak berani mengangkat kepalanya, dia buru-buru menyampaikan kalimat ini, kemudian harus kembali melapor, dia akan dihukum jika dia terlambat sedikitpun.
"Apa, tuan putri mengundangku? Benarkah?" Pria yang masih asyik membaca buku langsung menjatuhkan bukunya begitu mendengar pesan dari pelayan. Matanya berbinar dan terlihat sangat senang. Dia tiba-tiba berdiri dan berjalan ke hadapan pelayan itu.
Gadis pelayan itu segera berlutut, "Tuan jenderal, Tuan putri yang menyampaikannya secara langsung pada hamba, hamba tidak berani berbohong."
Sebelum dia menyelesaikan perkataannya, terlihat sosok itu melintasinya, pria jangkung dan kuat di dalam ruang kerja sudah menghilang.
Pria itu menggunakan kung fu, berharap agar bisa sampai di hadapan orang itu secepat mungkin.
Dia akhirnya berhenti setelah sampai di gerbang halaman, kemudian langsung menatap ke kejauhan, bola matanya sama sekali tidak berpindah.
Dalam pandangannya, ada seorang wanita cantik berpakaian mewah duduk di depan meja. Meja itu dipenuhi berbagai macam makanan lezat. Empat pelayan cantik berdiri di sudut meja.
Mereka berhati-hati melayani wanita yang berpakaian mewah itu.
Setiap gerakan wanita itu menunjukkan kemuliaan dan sikapnya yang kemayu. Begitu dia mengerutkan kening, pelayan yang berdiri di sampingnya segera berlutut, gemetar sambil memohon pengampunan.
Tapi di mata sang pria, semua ini seakan-akan tidak terlihat olehnya. Di matanya hanya ada wanita itu seorang. Ekspresinya melebihi keindahan seluruh pemandangan di dunia ini, sama sekali tiada tandingannya!
"Tuan putri, pelayan bilang kamu mencariku—"
Pria itu tersadar kembali dari obsesinya, lalu tersenyum dan berjalan ke arahnya, matanya hanya tertuju pada wanita itu seorang, sama sekali tidak ada celah untuk orang lain.
"Kemari dan duduklah."
Sebelum pria itu menyelesaikan perkataannya, wanita itu bahkan tidak mendongak, langsung menyela perkataan pria itu dan berbicara padanya dengan acuh tak acuh.
Sudut mulut pria itu sedikit terbuka, memperlihatkan gigi putihnya dan senyumnya seterang matahari.
Ujung jubah pria itu sedikit terangkat, dia dengan tegang dan gugup, wajahnya tampak merona.
Wanita itu melirik sekilas, pelayan yang berdiri di sampingnya langsung paham, lalu dengan hati-hati menyajikan makanan itu ke mulut kecil wanita dengan sumpit perak. Setelah melakukan ini belasan kali, wanita itu akhirnya menggelengkan kepalanya untuk menunjukkan dia sudah kenyang. Pelayan itu segera membawa cangkir, handuk dan obat kumur kepada wanita itu. Setelah minum air, wanita itu berkumur, lalu menyeka sudut mulutnya.
Setelah selesai berkumur, wanita itu perlahan mengangkat matanya dan menatap pria yang duduk di seberangnya dalam posisi yang begitu tegang, seolah-olah baru menyadari keberadaan pria itu.
Mata pria itu tertuju pada wanita itu sepanjang waktu, dia sama sekali tidak makan sesuap pun. Melihat wanita itu menatapnya, dia sangat senang hingga tersenyum bodoh.
Wanita itu membubarkan pelayannya.
"Minumlah arak ini."
Nada suaranya dingin, sambil menatap ke cangkir emas di sisi meja itu.
Pria itu terkejut, saat masih belum sadar, wanita itu sudah berdiri, mengambil cangkir emas itu lalu berjalan ke arahnya selangkah demi selangkah.
Pria itu segera berdiri, karena mengerahkan tenaga yang berlebihan hingga tidak sengaja menendang kursi hingga terjatuh. Dia kemudian menatap wanita itu dengan perasaan malu.
Wanita itu tidak menunjukkan ketidakpuasan, dia hanya menyerahkan cangkir itu padanya.
Pria itu segera menerimanya dan langsung meminumnya dalam sekali teguk tanpa ragu sejenakpun.
"Haha, saya tidak menyangka Jenderal Jonathan Xu yang terkenal bijak dapat dihabisi dengan semudah ini, bahkan tanpa perlu mengerahkan tenaga sedikitpun!"
Entah sejak kapan muncul seseorang di halaman itu. Orang itu mengenakan jubah brokat putih, dan sedang mengayunkan kipas tulang dengan lembut.
"Suamiku!" Wanita yang tadinya sedingin es tiba-tiba tersenyum, senyumnya seperti es yang mencair dan matahari yang bersinar terang, dia bergegas menuju pemuda yang berbaju putih itu.
Pemuda berbaju putih itu menghindarinya, hanya tersenyum dan menatap pria di depan meja itu.
"Tidak..." Laki-laki yang berdiri di dekat meja ingin mengatakan jangan pergi ke sana, tapi dia merasa tak berdaya, rasa terbakar menyembur keluar dari tubuhnya, "poof", seteguk darah jatuh ke lantai, tampak sedikit gelap, terlihat sangat mengerikan.
"Kamu—" Dia memelototi pria berbaju putih itu, tubuhnya menopang pada meja agar tidak jatuh ke lantai.
"Jangan lihat aku, bukan aku yang memberimu arak beracun itu, dan bukan aku yang menyuruhmu meminumnya. Buat apa kamu melihatku Jendral Jonathan?" Pria berbaju putih tersenyum lebar, pemuda gagah dan hebat, ternyata hanya biasa saja.
Pria itu tidak mengalihkan pandangannya, dia hanya menatap pemuda berbaju putih dengan kebencian yang mendalam. Tatapannya sepertinya ingin memakan orang. Jika dia masih bisa bergerak sekarang, dia pasti sudah menghajar pria berbaju putih itu.
"Hadeh" pemuda berbaju putih menggelengkan kepalanya, menghela nafas, "Apakah kamu ingin memukulku? Sayang sekali, aku memang tidak bisa mengalahkanmu, tetapi kamu tidak bisa bergerak sekarang! Jenderal yang kuat dan perkasa, bagaimana perasaanmu saat berada di ambang kematian sekarang? Inilah yang terjadi jika kamu melawanku.
Pria muda berbaju putih berbicara dengan tenang, lalu menoleh ke wanita di sampingnya yang sedang menatapnya dengan penuh cinta. Wajahnya sangat cantik, tapi sayang sekali dia sudah membiarkan wanita itu pergi.
"Tuan putri tercinta, ayo tancapkan pisau ini ke jantungnya!" Sebuah pisau dihiasi batu mulia muncul di tangan pria berbaju putih itu, lalu dia menyerahkannya kepada wanita itu.
Tangan wanita itu sedikit gemetar, dia ragu-ragu, "Dia sudah minum arak beracun, mau bagaimanapun sudah tidak dapat disembuhkan."
Pemuda berbaju putih tersenyum dan membujuk: "Dengar kataku, jika kamu melakukannya, aku akan menikahimu lagi, demi bayi kita di dalam kandunganmu, kamu juga harus melakukannya kan?"
Wanita itu melirik perutnya yang agak rata saat ini, lalu melihat pria yang menatapnya dengan lembut, kemudian mengambil pisau itu.
Pria yang berlutut di dekat meja langsung memuntahkan darah ketika mendengar ini, dia kemudian menatap wanita yang mendekatinya selangkah demi selangkah sambil memegang pisau.
"Pria lamban, maafkan aku, jika ada akhirat, jangan bertemu denganku lagi." Kata wanita itu, dia tidak berani menatap pria yang berlumuran darah itu, dia menutup matanya lalu menancapkan pisau itu dalam-dalam ke tubuhnya.
Selama beberapa hari ini, meskipun dia tidak pernah menatap dengan seksama Pria lamban yang memiliki tampang yang sangat jelek ini, tapi dia bisa merasakan kebaikan pria itu padanya. Dia malah menjalani kehidupan yang lebih nyaman di kediaman jenderal daripada di istana. Tapi, demi suami tercintanya, dia harus membunuh pria ini.
Wanita itu juga pernah berlatih seni bela diri, kekuatannya cukup kuat, setelah memastikan itu adalah jantungnya, dia memegang gagang pisau dengan erat, ujung pisau menembus tubuh hingga ke belakang.
Pose ini terlihat seperti dua orang yang saling berpelukan. Meski jantungnya tertusuk, pria itu masih tersenyum manis dan puas, ini pertama kalinya dia begitu dekat dengan tuan putri, begitu dekat...
"Puu", pria itu kejang-kejang, tetapi tatapannya yang lembut dan penuh kasih masih tertuju pada wanita itu, dia tidak menyesal mati di tangannya. Dia sudah mati, siapa yang akan melindungi tuan putri kelak?
"Sudah kan? Ayo pergi. " Wanita itu bangkit, berjalan ke arah pemuda berbaju putih dengan acuh tak acuh, tersenyum manis pada pemuda berbaju putih dan bahkan tidak menoleh padanya.
Pria itu jatuh ke tanah, menutup matanya sambil tersenyum, di bawah pantulan sinar matahari terbenam, darah di sudut mulutnya semerah cahaya matahari yang terbenam.
"Lancang sekali, apa kalian tidak tahu siapa tuan putri? Beraninya menghalangi jalanku?" Wanita itu membentak. Orang-orang ini benar-benar keterlaluan. Mereka bukan tidak mengenalnya, tetapi berani menghalangi jalannya.
Tak diduga, penjaga yang menghentikannya tidak bergerak sedikitpun. Melihat sosok berbaju putih di depannya berangsur-angsur menghilang, wanita itu berteriak kepada sosok itu: "Suamiku, aku masih disini, pengawal ini tak tahu diri, kamu harus menghukumnya!"
Dia kira dengan berteriak seperti itu, penjaga tidak akan berani bersikap lancang padanya lagi, tetapi dia tetap dicegat oleh mereka. Ketika wanita itu melihat kedepan lagi, sosok putih itu telah menghilang dari pandangannya.
Wanita itu langsung menjadi marah. Dia berpikir, ini adalah rumah suaminya, tampaknya tidak baik jika menyerang mereka. Tapi budak-budak ini berani menghentikannya masuk, memaksanya untuk melakukan kekerasan, dia harus memberi mereka pelajaran.
Setelah melakukan beberapa serangan, wanita itu tertangkap, dia tidak bisa bergerak, lalu seutas tali rami melilit tangannya.
“Suamiku, Suamiku!” Wanita itu melihat ke tali yang mengikatnya dengan penuh kebencian, dia menatap penjaga itu dengan ganas sambil memanggil pemuda berbaju putih, berharap pihak lain akan datang untuk menyelamatkannya, tapi dia tidak kunjung datang. Dia didorong pergi oleh penjaga yang tidak berekspresi itu.
“Tunggu waktu suamiku datang, dia pasti akan membunuhmu, beraninya kamu melakukan ini pada tuan putri!” Dia terus didorong, tidak peduli berapa banyak ancaman yang dikatakan wanita itu, pada akhirnya juga didorong masuk ke dalam penjara air di rumah perdana menteri.
Setelah dimanjakan selama bertahun-tahun, wanita itu tidak pernah menerima perlakuan seperti itu. Semakin dia merasa teraniaya, dia berteriak semakin keras, dia terus berteriak memanggil suaminya, sampai suaranya menjadi serak baru dia berhenti.
"Aku belum pernah melihat wanita sebodoh ini, dia hanya berwajah cantik tapi tidak berotak!"
"Iya, jika bukan karena perintah dari atas, kami mana berani memperlakukannya seperti ini? Tapi aku masih merasa seni bela diri abal-abalnya sangat konyol."
"Tapi gadis kecil itu, dengan wajah secantik itu, kulit semulus itu, sangat jarang ada, aku benar-benar ingin—"
"Lupakan saja, kita tidak berhak menyiksa orang itu, hati-hati jangan sampai kepalamu dipenggal."
Wanita itu sudah lelah berteriak, dia tidak menganggap serius ketika mendengar percakapan dua penjaga di luar itu, "Apa yang kalian bicarakan? Aku tidak percaya, kalian pasti mengkhianati suamiku sehingga berani bertindak seperti ini terhadapku, kalian ingin menggunakanku untuk mengancam suamiku. Saya tidak takut!"
Matahari terbenam, tampak beberapa awan berwarna merah seperti darah. Biasanya, matahari terbenam merupakan pemandangan yang sangat memukau, tetapi pada saat ini terasa aneh seolah tidak bisa dijelaskan.
Di sebuah kediaman besar yang mewah di ibukota, jalan berkelok-kelok menuju ke tempat terpencil, seorang pelayan yang rambutnya disanggul berlari tergesa-gesa menuju taman utama yaitu Spring Garden. Langkah kakinya terburu-buru, seolah-olah dia akan dihukum oleh tuannya jika dia lebih lambat.
Setelah mendengar sang jenderal sedang berada di ruang kerja, pelayan itu berlari kemudian memberitahu penjaga pintu, penjaga pintu segera membiarkan pelayan itu masuk dengan wajag berseri dan penuh hormat.
"Jenderal, tuan putri mengundang Anda untuk makan."
Begitu masuk, pelayan itu tidak berani mengangkat kepalanya, dia buru-buru menyampaikan kalimat ini, kemudian harus kembali melapor, dia akan dihukum jika dia terlambat sedikitpun.
"Apa, tuan putri mengundangku? Benarkah?" Pria yang masih asyik membaca buku langsung menjatuhkan bukunya begitu mendengar pesan dari pelayan. Matanya berbinar dan terlihat sangat senang. Dia tiba-tiba berdiri dan berjalan ke hadapan pelayan itu.
Gadis pelayan itu segera berlutut, "Tuan jenderal, Tuan putri yang menyampaikannya secara langsung pada hamba, hamba tidak berani berbohong."
Sebelum dia menyelesaikan perkataannya, terlihat sosok itu melintasinya, pria jangkung dan kuat di dalam ruang kerja sudah menghilang.
Pria itu menggunakan kung fu, berharap agar bisa sampai di hadapan orang itu secepat mungkin.
Dia akhirnya berhenti setelah sampai di gerbang halaman, kemudian langsung menatap ke kejauhan, bola matanya sama sekali tidak berpindah.
Dalam pandangannya, ada seorang wanita cantik berpakaian mewah duduk di depan meja. Meja itu dipenuhi berbagai macam makanan lezat. Empat pelayan cantik berdiri di sudut meja.
Mereka berhati-hati melayani wanita yang berpakaian mewah itu.
Setiap gerakan wanita itu menunjukkan kemuliaan dan sikapnya yang kemayu. Begitu dia mengerutkan kening, pelayan yang berdiri di sampingnya segera berlutut, gemetar sambil memohon pengampunan.
Tapi di mata sang pria, semua ini seakan-akan tidak terlihat olehnya. Di matanya hanya ada wanita itu seorang. Ekspresinya melebihi keindahan seluruh pemandangan di dunia ini, sama sekali tiada tandingannya!
"Tuan putri, pelayan bilang kamu mencariku—"
Pria itu tersadar kembali dari obsesinya, lalu tersenyum dan berjalan ke arahnya, matanya hanya tertuju pada wanita itu seorang, sama sekali tidak ada celah untuk orang lain.
"Kemari dan duduklah."
Sebelum pria itu menyelesaikan perkataannya, wanita itu bahkan tidak mendongak, langsung menyela perkataan pria itu dan berbicara padanya dengan acuh tak acuh.
Sudut mulut pria itu sedikit terbuka, memperlihatkan gigi putihnya dan senyumnya seterang matahari.
Ujung jubah pria itu sedikit terangkat, dia dengan tegang dan gugup, wajahnya tampak merona.
Wanita itu melirik sekilas, pelayan yang berdiri di sampingnya langsung paham, lalu dengan hati-hati menyajikan makanan itu ke mulut kecil wanita dengan sumpit perak. Setelah melakukan ini belasan kali, wanita itu akhirnya menggelengkan kepalanya untuk menunjukkan dia sudah kenyang. Pelayan itu segera membawa cangkir, handuk dan obat kumur kepada wanita itu. Setelah minum air, wanita itu berkumur, lalu menyeka sudut mulutnya.
Setelah selesai berkumur, wanita itu perlahan mengangkat matanya dan menatap pria yang duduk di seberangnya dalam posisi yang begitu tegang, seolah-olah baru menyadari keberadaan pria itu.
Mata pria itu tertuju pada wanita itu sepanjang waktu, dia sama sekali tidak makan sesuap pun. Melihat wanita itu menatapnya, dia sangat senang hingga tersenyum bodoh.
Wanita itu membubarkan pelayannya.
"Minumlah arak ini."
Nada suaranya dingin, sambil menatap ke cangkir emas di sisi meja itu.
Pria itu terkejut, saat masih belum sadar, wanita itu sudah berdiri, mengambil cangkir emas itu lalu berjalan ke arahnya selangkah demi selangkah.
Pria itu segera berdiri, karena mengerahkan tenaga yang berlebihan hingga tidak sengaja menendang kursi hingga terjatuh. Dia kemudian menatap wanita itu dengan perasaan malu.
Wanita itu tidak menunjukkan ketidakpuasan, dia hanya menyerahkan cangkir itu padanya.
Pria itu segera menerimanya dan langsung meminumnya dalam sekali teguk tanpa ragu sejenakpun.
"Haha, saya tidak menyangka Jenderal Jonathan Xu yang terkenal bijak dapat dihabisi dengan semudah ini, bahkan tanpa perlu mengerahkan tenaga sedikitpun!"
Entah sejak kapan muncul seseorang di halaman itu. Orang itu mengenakan jubah brokat putih, dan sedang mengayunkan kipas tulang dengan lembut.
"Suamiku!" Wanita yang tadinya sedingin es tiba-tiba tersenyum, senyumnya seperti es yang mencair dan matahari yang bersinar terang, dia bergegas menuju pemuda yang berbaju putih itu.
Pemuda berbaju putih itu menghindarinya, hanya tersenyum dan menatap pria di depan meja itu.
"Tidak..." Laki-laki yang berdiri di dekat meja ingin mengatakan jangan pergi ke sana, tapi dia merasa tak berdaya, rasa terbakar menyembur keluar dari tubuhnya, "poof", seteguk darah jatuh ke lantai, tampak sedikit gelap, terlihat sangat mengerikan.
"Kamu—" Dia memelototi pria berbaju putih itu, tubuhnya menopang pada meja agar tidak jatuh ke lantai.
"Jangan lihat aku, bukan aku yang memberimu arak beracun itu, dan bukan aku yang menyuruhmu meminumnya. Buat apa kamu melihatku Jendral Jonathan?" Pria berbaju putih tersenyum lebar, pemuda gagah dan hebat, ternyata hanya biasa saja.
Pria itu tidak mengalihkan pandangannya, dia hanya menatap pemuda berbaju putih dengan kebencian yang mendalam. Tatapannya sepertinya ingin memakan orang. Jika dia masih bisa bergerak sekarang, dia pasti sudah menghajar pria berbaju putih itu.
"Hadeh" pemuda berbaju putih menggelengkan kepalanya, menghela nafas, "Apakah kamu ingin memukulku? Sayang sekali, aku memang tidak bisa mengalahkanmu, tetapi kamu tidak bisa bergerak sekarang! Jenderal yang kuat dan perkasa, bagaimana perasaanmu saat berada di ambang kematian sekarang? Inilah yang terjadi jika kamu melawanku.
Pria muda berbaju putih berbicara dengan tenang, lalu menoleh ke wanita di sampingnya yang sedang menatapnya dengan penuh cinta. Wajahnya sangat cantik, tapi sayang sekali dia sudah membiarkan wanita itu pergi.
"Tuan putri tercinta, ayo tancapkan pisau ini ke jantungnya!" Sebuah pisau dihiasi batu mulia muncul di tangan pria berbaju putih itu, lalu dia menyerahkannya kepada wanita itu.
Tangan wanita itu sedikit gemetar, dia ragu-ragu, "Dia sudah minum arak beracun, mau bagaimanapun sudah tidak dapat disembuhkan."
Pemuda berbaju putih tersenyum dan membujuk: "Dengar kataku, jika kamu melakukannya, aku akan menikahimu lagi, demi bayi kita di dalam kandunganmu, kamu juga harus melakukannya kan?"
Wanita itu melirik perutnya yang agak rata saat ini, lalu melihat pria yang menatapnya dengan lembut, kemudian mengambil pisau itu.
Pria yang berlutut di dekat meja langsung memuntahkan darah ketika mendengar ini, dia kemudian menatap wanita yang mendekatinya selangkah demi selangkah sambil memegang pisau.
"Pria lamban, maafkan aku, jika ada akhirat, jangan bertemu denganku lagi." Kata wanita itu, dia tidak berani menatap pria yang berlumuran darah itu, dia menutup matanya lalu menancapkan pisau itu dalam-dalam ke tubuhnya.
Selama beberapa hari ini, meskipun dia tidak pernah menatap dengan seksama Pria lamban yang memiliki tampang yang sangat jelek ini, tapi dia bisa merasakan kebaikan pria itu padanya. Dia malah menjalani kehidupan yang lebih nyaman di kediaman jenderal daripada di istana. Tapi, demi suami tercintanya, dia harus membunuh pria ini.
Wanita itu juga pernah berlatih seni bela diri, kekuatannya cukup kuat, setelah memastikan itu adalah jantungnya, dia memegang gagang pisau dengan erat, ujung pisau menembus tubuh hingga ke belakang.
Pose ini terlihat seperti dua orang yang saling berpelukan. Meski jantungnya tertusuk, pria itu masih tersenyum manis dan puas, ini pertama kalinya dia begitu dekat dengan tuan putri, begitu dekat...
"Puu", pria itu kejang-kejang, tetapi tatapannya yang lembut dan penuh kasih masih tertuju pada wanita itu, dia tidak menyesal mati di tangannya. Dia sudah mati, siapa yang akan melindungi tuan putri kelak?
"Sudah kan? Ayo pergi. " Wanita itu bangkit, berjalan ke arah pemuda berbaju putih dengan acuh tak acuh, tersenyum manis pada pemuda berbaju putih dan bahkan tidak menoleh padanya.
Pria itu jatuh ke tanah, menutup matanya sambil tersenyum, di bawah pantulan sinar matahari terbenam, darah di sudut mulutnya semerah cahaya matahari yang terbenam.
"Lancang sekali, apa kalian tidak tahu siapa tuan putri? Beraninya menghalangi jalanku?" Wanita itu membentak. Orang-orang ini benar-benar keterlaluan. Mereka bukan tidak mengenalnya, tetapi berani menghalangi jalannya.
Tak diduga, penjaga yang menghentikannya tidak bergerak sedikitpun. Melihat sosok berbaju putih di depannya berangsur-angsur menghilang, wanita itu berteriak kepada sosok itu: "Suamiku, aku masih disini, pengawal ini tak tahu diri, kamu harus menghukumnya!"
Dia kira dengan berteriak seperti itu, penjaga tidak akan berani bersikap lancang padanya lagi, tetapi dia tetap dicegat oleh mereka. Ketika wanita itu melihat kedepan lagi, sosok putih itu telah menghilang dari pandangannya.
Wanita itu langsung menjadi marah. Dia berpikir, ini adalah rumah suaminya, tampaknya tidak baik jika menyerang mereka. Tapi budak-budak ini berani menghentikannya masuk, memaksanya untuk melakukan kekerasan, dia harus memberi mereka pelajaran.
Setelah melakukan beberapa serangan, wanita itu tertangkap, dia tidak bisa bergerak, lalu seutas tali rami melilit tangannya.
“Suamiku, Suamiku!” Wanita itu melihat ke tali yang mengikatnya dengan penuh kebencian, dia menatap penjaga itu dengan ganas sambil memanggil pemuda berbaju putih, berharap pihak lain akan datang untuk menyelamatkannya, tapi dia tidak kunjung datang. Dia didorong pergi oleh penjaga yang tidak berekspresi itu.
“Tunggu waktu suamiku datang, dia pasti akan membunuhmu, beraninya kamu melakukan ini pada tuan putri!” Dia terus didorong, tidak peduli berapa banyak ancaman yang dikatakan wanita itu, pada akhirnya juga didorong masuk ke dalam penjara air di rumah perdana menteri.
Setelah dimanjakan selama bertahun-tahun, wanita itu tidak pernah menerima perlakuan seperti itu. Semakin dia merasa teraniaya, dia berteriak semakin keras, dia terus berteriak memanggil suaminya, sampai suaranya menjadi serak baru dia berhenti.
"Aku belum pernah melihat wanita sebodoh ini, dia hanya berwajah cantik tapi tidak berotak!"
"Iya, jika bukan karena perintah dari atas, kami mana berani memperlakukannya seperti ini? Tapi aku masih merasa seni bela diri abal-abalnya sangat konyol."
"Tapi gadis kecil itu, dengan wajah secantik itu, kulit semulus itu, sangat jarang ada, aku benar-benar ingin—"
"Lupakan saja, kita tidak berhak menyiksa orang itu, hati-hati jangan sampai kepalamu dipenggal."
Wanita itu sudah lelah berteriak, dia tidak menganggap serius ketika mendengar percakapan dua penjaga di luar itu, "Apa yang kalian bicarakan? Aku tidak percaya, kalian pasti mengkhianati suamiku sehingga berani bertindak seperti ini terhadapku, kalian ingin menggunakanku untuk mengancam suamiku. Saya tidak takut!"
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved