Bab 2 Part 2

by Dinda Tirani 16:51,Aug 01,2023
Bu Nisa mematikan laptopnya, Gw pun membantu mencabut charger laptop dan membantu menggulung kabelnya. Lampu, AC, Bu Nisa matikan. Sudah menjadi kewajiban untuk para guru melakukan hal itu bila meninggalkan ruangan.

Dari belakang, Gw bisa melihat bentuk pantatnya Bu Nisa yang aduhaii. Sebenernya badannya tuh biasa aja, enggak gendut, enggak langsing juga. Cuma agak berisi. Montok, cuma enggak ditonjolin kemontokannya. Tapi sampe sini gw enggak ada niat apa-apa sama Bu Nisa, orangnya baik kok. Asik dahh lebih tepatnya.

“Assalamualaikum.” ucap Bu Nisa memasuki Ruang Guru.

“Waalaikumussalam.”

“Nih, Jak.”

“Waalaikumussssss salaaamm.” terdengar suara jawaban salam. Beda, ini beda dengan yang tadi. Tadi terdengar sangat lemah lembut, yang ini terdengar sangat ceria.

“Mut, jaga sikap ih ada perjaka nih.”

“Ehh, … ” ketika aku masuk, Gw melihat ada dua perempuan. Yang satu sedang duduk menghadap laptopnya, dan yang satu lagi membalikkan badannya ke arah kaca dan membenarkan jilbabnya.

“Assalamualaikum, akhi.” sapa wanita yang menyisipkan jilbabnya menutupi hidung dan mulutnya agar menjadi seperti cadar sambil melakukan salam jarak jauh  yang Gw yakini ia adalah Muti. Dan satu lagi, yang sedang fokus didepan laptopnya Gw yakin adalah Farhah.

“Hahahaha. Tuh, bener kan. Muti tuh yang anaknya genit. Kalo ini Farhah, kalem kan.”

“Ya setiap orang kan beda-beda, Bu. Jangan dibanding-bandingin gitu juga. He-he-he.” jawab gw sekenanya.

“Subhanallah, akhi. Kamu baik sekali belain aku.” kata Muti dengan senyum rayunya. Farhah juga ku liat dia tersenyum ke Gw.

“Hahaha, bukan apa-apa kok.”

“Muti, Farhah, ini kenalin guru bantu kita, Pak Jaka. Baru masuk sehari udah saya repotin tadi. Hahahaha.” kata Bu Nisa memperkenalkan Gw ke Muti dan Farhah.

“Jaka udah ada yang punya beluuum?” tanya Muti sekenanya.

“Ehh,, hahh??,, Belumm, heheh.”

“Tuh Bu Farhah juga belum. Siapa tau kalian jodoh.” oceh Muti sesukanya. Emang nih guru satu ember banget mulutnya. Belum pernah diyasinin kali nih yaa.

“Wusss, Muti. Orang baru banget kenalan udah digituin aja. Malu atuh Jakanya.” kata Bu Nisa menegur Muti.

“Lah, gapapa toh, Bu. Siapa tau mereka jodoh. Lagipula Bu Farhah juga enggak keberatan tuh digodain. Hahahaha.”

“Hehh, kenapa?? Aku lagi fokus nih, maaf enggak nyimak obrolan kalian.” ucap Farhah yang mulai bergabung dalam room chat nyata kami.

“Katanya Jaka suka sama kamu tuh, Far.” ucap Muti.

“HAHH??!!” Jaka dan Farhah kaget bersamaan.

“Muti!! Kamu kok orang baru sehari disini udah diisengin ajaaaa.” kata Bu Nisa.

“HAHAHAHAHA.” tawa Muti.

“Ohh, jadi ini Pak Jaka ya??” tanya Farhah.

“Iya, Bu. Saya jadi guru bantu disini. Tadi siang ditugasi sama Pak Sulai untuk membantu tugas-tugas Bu Nisa sama … ”

” … sama kamu, Far.” kata Bu Nisa melanjutkan.

“Ohh, iya. Tadi aku dibilangin sama Pak Sulai kalo aku bakal dibantu sama guru baru. Jadi tolong yah, soalnya aku harus mengejar ketertinggalan aku disini.” ucap Farhah.

“Iya bu, akan saya bantu.” jawab Gw.

“Aseeekkkk,, jadi deket dah nih,,, *aduhhhh.” ucap Muti yang seketika itu langsung disambut oleh pulpen yang dilemparkan oleh Bu Nisa.

“Kamu ini ya, Mutiii!!” ucap Bu Nisa.

____—–_____

“Yah, udah jam 4. Aku harus pulang nih, udah kesorean.” ucap Muti kala itu. Memang, waktu telah menunjukkan pukul 16:15. Tidak terasa waktu berjalan cepat disaat aku mengobrol dengan mereka semua.

Muti yang merupakan guru kelas 5 itu memang sangat asik, tetapi mulutnya juga lupa kalau dia adalah seorang guru. Baginya, dia akan menjadi seorang guru saat di dalam kelas dan saat berada diantara murid-muridnya. Sedangkan disaat-saat seperti ini, dia adalah sosok wanita riang yang akan selalu membuat suasana hati orang disekitarnya ceria.

Farhah, sosok wanita alim yang sangat lembut. Dia jarang berbicara, dan lebih banyak tersenyum. Tingginya Gw taksir kira-kira 150an cm. Terlihat chubby dengan wajah cantiknya itu. Senyumnya juga manis, mungkin bakal selalu bisa jadi mood booster kalau melihat senyumannya.

“Aku balik duluan ya, semuanya.” ucap Muti sambil dia membereskan meja kerja.

“Iyaa.” jawab Gw.

“Iya, kak. Hati-hati.” ucap Farhah.

“Kamu bawa motor, Mut?” tanya Bu Nisa

“Bawa, Mams. Kenapa?”

“Kalo enggak bawa nih dianterin sama Jaka aja.”

“Jangan, Mams. Dia kan buat Farhah. Masa saya ngerebut gitu aja sihh. Hahaha.”

“Ihh, apa-apaan.” protes Farhah

“Udah, kamu mah bikin orang malu aja. Gihh, sana.” suruh Bu Nisa.

“Dadaaaaa, assalamualaikum.” ucap Muti sambil melangkahkan kaki keluar dari pintu Ruang Guru.

“Wa’alaikum salam.” jawab kami berbarengan.

“Terus kalian kapan pulangnya?” tanya Bu Nisa

“Ini aku dua soal lagi.” jawab Farhah.

“Kamu bikin soal ulangan, Far?”

“Iya nih, Bu. Buat UH3 besok.”

“Ohh, kalo kamu Jak?”

“Kenapa, Bu?”

“Kapan mau pulangnya?”

“Nungguin ibu sama Bu Farhah pulang. Enggak enak kalo saya duluan.”

“Yeh, gak usah gitu. Tapi gapapa sih, temenin kita disini. Hahahaha.”

“Yeayy, selesai.” ucap Farhah

“Wih, udah? Terus pulang dong?” tanya Bu Nisa

“Iya, Bu. Ayuk kita pulang.” ajak Bu Farhah

Lalu kami bertiga turun san pindah menuju ke depan kelas 2A, menunggu ojol yang dipesan Bu Farhah dan suami Bu Nisa datang menjemput. Tolakan, itu yang Gw dapat saat Bu Nisa menawarkan Farhah agar Gw antarkan pulang. Takut ngerepotin katanya, padahal rumah kami terbilang dekat.

“Tuh ojol saya kali ya, Bu?” tanya Bu Farhah.

“Iya, mungkin. Coba kamu lambai-lambai.” suruh Bu Nisa.

“Siti Farhah?” tanya Abang Ojol mengkonfirmasi bahwa itu adalah customernya.

“Iya mas, bener.”

Lalu Abang Ojol itu memberikan helm kepada Farhah untuk dipakainya.

“Bu Nisa, Jaka, aku duluan ya. Assalamualaikum.” ucap Farhah.

“Wa’alaikum salam.” jawab kami berdua.

Lalu Abang Ojol itu pergi meninggalkan kami berdua, pergi mengantarkan penumpang ke tempat tujuannya.

“Ibu masih lama?” tanya Gw ke Bu Nisa.

“Gak tau nih, susah dihubungin. Udah di jalan mungkin.”

“Padahal kan dari tadi ya.”

“Iya nih. Suami ku gimana sih.”

Tiba-tiba suara notifikasi WA Bu Nisa masuk, dari MyHubby Gw lihat. Gw curi-curi pandang ke layar hp itu, sedikit tulisan terlihat.

” … nggak bisa jemput.” tulis Suaminya.

” … dari tadi. Terus gimana … ” jawab Bu Nisa.

” … naik ojol … bayarin.” tulis Suaminya lagi.

“Ahh, … jemput … begini.” tulis Bu Nisa.

“Yaudah, … sana.” tulis Suaminya.

Dari potongan chat yang sedikit terbaca itu, aku menebak kalo suami Bu Nisa tidak bisa menjemputnya dan menyuruhnya untuk naik ojol saja.

“Suamiku enggak bisa jemput, ada urusan katanya.”

“Lah, ibu udah tungguin dari tadi kan, kok baru ngabarin sekarang?” tanya Gw.

“Emang gitu orangnya. Biarin lah.”

“Yaudah, Bu. Ayo saya anter.”

“Ehh, gak usah lah saya sama ojol aja. Ngerepotin kamu tau, udah tadi saya repotin masa ngerepotin lagi.”

“Gapapa bu, tugas saya kan bantuin ibu. Nganter pulang juga kan bagian dari bantuin ibu. Hehehe.”

“Tapi bener gapapa?”

“Iya bener bu.”.

“Yaudah deh, hayuk.”

Singkat cerita, akhirnya telah sampai ke rumah Bu Nisa. Rumahnya lumayan jauh, tapi bisa dibilang deket juga dari rumah Gw. Kira-kira 15 menit waktu tempuhnya. Rumahnya berukuran sedang, terlihat rapih tapi agak berantakan. Ulah suaminya katanya. Selama perjalanan, dia cerita kalau suaminya itu dulu pengusaha penjual pakaian di Tanah Abang. Tetapi setelah ada penggusuran waktu jaman gubernur Ahok, dia jadi bangkrut dan jadi sering berjudi dan mabuk-mabukan. Segala cara udah Bu Nisa lakukan agar suaminya kembali ke jalan yang benar, tetapi nihil hasilnya.

“Yaudah, ibu yang sabar ya. Ibu harus tetep semangat membawa suami ibu ke jalan yang benar lagi.” ucap gw menenangkan Bu Nisa.

“Iya, Jaka. Makasih banyak ya. Udah dianterin, jadi tempat curhat juga.

“Ahh, gapapa bu. Kan biar tambah kenal biar kerjanya enak. Hahaha.”

“Ini, Jak. Buat jajan.” Bu Nisa memberi uang 50 ribu untuk Gw.

“Ehh, jangan begini Bu. Nanti saya jadi sering nganterin. Hahaha.” kata Gw untuk membercandainya.

“Ya bagus dong, saya jadi sering curhat. Hahahaha.” timpalnya.

“Tapi beneran, Bu. Enggak usah.”

“Ehh, jangan gitu. Anggap aja perkenalan.”

“Ihh, udah enggak usah. Saya langsung pulang ya, Bu. Assalamualaikum.” kata Gw langsung menyalakan motor dan siap untuk pergi

“Ihh, nih anak ya.” tiba-tiba Bu Nisa langsung memasukkan uang itu ke dalam kantung celana Gw. Tapi mungkin karena Gw sedang berdiri untuk memundurkan motor, jadi tangan Bu Nisa menyentuh kontol Gw..

“Ehh, kena itu. Maaf ya, Jak.” kata Bu Nisa.

“Tuh kan, ibu. Dibilang enggak usah, malah jadi dapet rejeki tambahan.”

“Abis kamunya dikasih malah nolak terus.”

“Yaudah deh saya terima. Terimakasih banyak ya, Bu. Nanti kalo gini sayanya jadi ketagihan tau.”

“Kegihan dikasih uang atau dipegang nih?? Hahahaha.”

“Anjirr, dia malah mikir kesitu. Malu Gw jadinya kan.” pikir Gw dalam hati.

“Ehh, ibu. Saya langsung pulang ya. Terimakasih banyak, assalamualaikum.”

“Waalaikum salam. Hati-hati, Jak.”

Bersambung

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

115