Bab 7 Amarah Darren
by Yarniati
21:32,Jun 12,2021
Darren masih berada didekat jenazah Amanda. Matanya tak lepas memandangi wajah cantik tante kesayangannya itu disertai dengan linangan air mata. Berulang kali Darren memberikan kecupan sayang di kedua pipi dan di kening Amanda, sang tante.
"Hiks... Tante. Kenapa tante juga ikut pergi? Apa tante sudah gak sayang lagi sama aku? Apa tante sudah bosan menjagaku dan menyayangiku? Hiks... Tante. Maafkan aku saat itu aku datang terlambat menolong Tante dan Mama. Jika saja saat itu aku datang tepat waktu. Mungkin saat ini Mama masih ada disini bersamaku. Dan Tante juga tidak akan pergi."
Darren menggenggam erat tangan Amanda. Sesekali Darren mengecupnya dengan penuh sayang.
"Tante! Aku berjanji pada Tante untuk mencari tahu siapa orang yang sudah menyerang Tante dan Mama saat malam itu. Jika aku sudah berhasil mendapatkannya. Aku bersumpah akan membalaskan kematian kalian berdua. Dan aku juga akan cari tahu latar belakangnya. Dan jika aku berhasil mendapatkan latar belakangnya dan berasal dari mana. Aku Darrendra bersumpah akan menghabisi dia dan seluruh anggota keluarganya tanpa sisa."
Darren berbicara dengan tatapan mata yang memerah dan juga tatapan penuh kebencian dan dendam. Sementara orang-orang yang mendengar ucapan demi ucapan yang keluar dari mulut Darren seketika berubah menjadi takut dan tubuh mereka merinding. Terutama untuk anggota keluarga Austin. Mereka menatap Darren sedikit takut. Karena menurut mereka. Darren yang ada di hadapan mereka bukanlah Darren yang mereka kenal.
"Darren. Apa benar itu kau, sayang." Felix berucap di dalam hatinya. Namun, matanya menatap sendu Darren.
"Tante. Jika Tante bertemu dengan Mama di sana. Katakan padanya bahwa aku sangat menyayanginya. Sampaikan maafku pada Mama karena selama hidupnya aku belum bisa membahagiakannya. Tante... Hiks," isak Darren dalam menyampaikan kata-katanya.
Julian dan anggota keluarga Fernandes, Lory dan Saskia. Bahkan para pelayat yang mendengar untaian kerinduan dari Darren menjadi iba. Mereka semuanya menangis.
Huliya, ibu dari Julian Fernandes melangkahkan kakinya untuk mendekati Darren. Dirinya sudah tidak tahan mendengar setiap ucapan yang terlontar dari mulut Darren.
"Sayang. Kamu harus bisa ikhlaskan kepergian tantemu. Dengan kau mengikhlaskan kepergiannya. Maka itu satu bukti bahwa kau sangat menyayanginya." Huliyah memeluk tubuh Darren. Dan tak lupa mengecup pucuk kepala Darren.
Anggota keluarga Austin melihat bagaimana Huliyah menghibur Darren tampak cemburu. Sejujurnya di dalam hati kecil mereka. Mereka ingin sekali memeluk Darren, terutama Felix dan Victoria selaku Ayah dan Nenek nya Darren. Namun, karena ego yang lebih besar saat ini dibandingkan rasa sayangnya kepada Darren. Pada akhirnya mereka mengurungkan niatnya.
"Ikhlaskan, oke!" Huliya kembali berucap sambil mengeluh lembut kepala Darren.
"Baik, Nek! Aku sudah mengikhlaskan kepergian Tante Amanda. Karena aku sayang sama Tante Amanda." Darren menjawab sambil matanya menatap wajah Tantenya itu.
Darren kembali memberikan kecupan di pipi dan kening Amanda. Setelah itu, Darren menatap wajah tantenya.
"Selamat jalan Tante. Aku menyayangimu. Semoga tante ditempatkan di tempat yang terbaik di sana. Aku berjanji pada Tante akan menjaga Om Julian, Kak Andra, Kak Adnan dan Kak Merrin. Bahkan keluarga besar dari suami Tante. Aku tidak akan membiarkan para sampah diluar sana mengusik mereka."
Mendengar ucapan dan janji Darren di depan jenazah Amanda membuat Julian dan anggota keluarganya terharu dan juga bahagia. Dan mereka juga berjanji untuk menjaga dan melindungi Darren, walau nyawa taruhannya.
Setelah puas melihat dan berbicara dengan Tante kesayangannya. Darren berdiri dari posisi duduknya dan menghampiri Julian dan anggota keluarga Fernandes.
"Darren." Merrin langsung memeluk tubuh Darren dan menangis di sana.
"Aku juga merindukan Kak Merrin," jawab Darren.
Setelah puas memeluk Darren, Merrin pun melepaskan pelukannya. Merrin menatap wajah tampan adiknya itu.
"Kakak sedih saat mendengar kabar tentang kematianmu dari tangan kanannya Papa. Papa selama ini diam-diam menyuruh tangan kanannya untuk mencari keberadaanmu. Dan tangan kanannya Papa mengatakan bahwa kau meninggal dalam kecelakaan ketika setelah kau diusir oleh keluarga brengsek itu." Merrin berbicara dengan lantangnya.
"Darren, mereka siapa?" tanya Jessika ketika matanya melihat kearah Saskia dan Lory.
Darren melihat kearah Saskia dan Lory, begitu juga anggota keluarga Fernandes dan keluarga Austin.
Darren melirik kearah Julian. Julian yang mengerti pun mendekat kearah Darren. Kemudian Darren membisikkan di telinga Julian siapa Saskia dan Lory.
"Om Julian. Kak Saskia adalah kakakku. Satu ibu denganku. Dan untuk Kak Lory, dia kakak sepupuku."
Mendengar ucapan dari Darren. Julian mengangguk paham. "Om mengerti."
"Om, Tante, Nek, Kak. Kenalkan ini Kak Saskia dan Kak Lory. Mereka kakakku."
Mereka semua saling bersalaman dengan Saskia dan Lory. Tapi tidak dengan keluarga Austin.
Ketika suasana yang awalnya baik-baik saja dan juga damai. Tiba-tiba rusak akibat ulah dari dua anggota keluarga Austin. Siapa lagi kalau bukan Raka Austin dan Satya Austin.
Keduanya kembali menyerang Darren dengan menghina Darren. Mereka masih marah dan sangat membenci Darren atas kematian Clarissa, ibu mereka.
PROK!
PROK!
"Wah, wah! Drama yang luar biasa saudara Darren." Raka berucap dengan suara keras sehingga terdengar oleh semua orang yang ada di kediaman Julian Fernandes.
Sementara anggota keluarga Fernandes, Saskia dan Lory menatap tajam Raka.
"Apa ini rencana barumu, Darren? Setelah kau membunuh Mama dan menyebabkan Tante Amanda meninggal. Apa kau memiliki rencana baru untuk melenyapkan kami satu persatu, hah?!" tanya Satya dengan suara kerasnya.
Darren masih berusaha untuk tidak terpancing akan perkataan dari kedua mantan kakaknya itu. Bagaimana pun Darren harus menghormati Om nya, Julian Fernandes.
"Tentang kabar kematianmu. Apa itu juga rencanamu, hum? Apa kau ingin menarik perhatian keluarga Austin dan keluarga Fernandes? Kau benar-benar menjijikkan Darren." Raka berucap dengan menatap tajam wajah Darren.
"Raka, Satya. Hentikan. Jangan buat keributan disini. Ingat! Jenazah tantemu belum dimakamkan," tegur Rafael.
"Tapi kami tidak suka ada pembunuh disini, Om!" Satya sengaja menyebut kata pembunuh dengan suara keras.
"Jika kau dan keluargamu tidak suka ada Darren disini. Kenapa bukan kalian saja yang pergi dari sini. Ini rumahku. Dan hanya aku dan anggota keluargaku yang menentukan siapa yang boleh dan tidak boleh berada di rumah ini. Bukan kau maupun keluarga Austin!" bentak Andra.
"Tapi tante Amanda adalah tante kami," jawab Satya.
"Tapi dia adalah ibu kami," jawab Adnan.
"Dan kami yang lebih berhak dari pada kalian,"ucap Merrin
"Cih! Setelah apa yang dilakukan anak pembunuh ini kepada ibu kalian. Kalian masih saja mau menerimanya. Dasar menjijikkan."
"Yang menjijikkan itu kalian. Bukan kami. Kalian adalah keluarga kandungnya. Kalian Ayah, Kakak, Om, Tante dan Nenek dari Darren. Tapi kalian malah bersikap buruk terhadap Darren. Kalian lebih percaya dengan omongan orang lain dari pada percaya dengan omongan adik, anak, keponakan dan cucu kalian sendiri. Sementara kami yang hanya orang luar memilih percaya dengan Darren!" bentak Andra.
Raka berlahan menghampiri Darren. Raka benar-benar jijik dan muak melihat wajah Darren.
"Hei, Darren. Pelet apa yang sudah kau gunakan, hah?! Kenapa mereka begitu peduli padamu yang jelas-jelas seorang pembunuh. Kenapa bukan kau saja yang mati? Kenapa harus Mama dan Tante Amanda? Kau itu tidak tahu diri dan anak pembawa sial!" Raka menatap sinis Darren.
Darren yang masih dibatas kesabaran memilih menjauh dari Raka. Dirinya tidak peduli dengan semua ocehan yang keluar dari mulut Raka dan Satya.
Ketika Darren ingin melangkah, Raka berniat ingin memukul Darren dari belakang. Melihat Raka yang ingin menyakiti Darren, Saskia pun berteriak.
"Darren, awas!"
Dengan gerakan cepat, Darren membalikkan badannya dan tangannya langsung tepat mendarat di leher Raka. Mereka yang melihat kejadian itu terkejut, terutama keluarga Austin.
Darren mencekik leher Raka dengan kuat. Dapat dilihat Raka yang kesulitan bernafas. Darren menatap Raka dengan penuh amarah.
"Aku sudah cukup sabar selama ini mendengar semua makian dan hinaan darimu, tuan Raka! Apa begini cara keluarga Austin mendidikmu, hum? Apa mereka tidak mengajarkan bagaimana cara berbicara yang baik dan juga sopan kepada orang lain?" tanya Darren dengan tatapan matanya yang penuh amarah dan kebencian.
Darren menguatkan cekikannya di leher Raka sehingga membuat Raka benar-benar kesulitan bernafas. Terlihat jelas wajah Raka yang sudah memerah.
"Le-pas," lirih Raka sembari memegang kuat tangan Darren.
"Apa? Aku tidak dengar." Darren tidak mempedulikan rasa sakit yang dirasakan oleh Raka. Saat ini yang ada di pikirannya adalah keinginan untuk membunuh Raka.
"Darren. Lepaskan Raka. Dia kakakmu!" teriak Felix.
Mendengar teriakan dari Felix. Darren langsung mengalihkan perhatiannya melihat kearah Felix, mantan ayahnya itu.
"Anda barusan bicara apa, tuan? Bisa anda ulangi sekali lagi?" Darren menatap tajam Felix.
Sementara Felix merasakan sesak di hatinya ketika mendengar putra bungsunya menyebut dirinya tuan, bukan menyebut dirinya Papa.
"Darren. Papa mohon. Lepaskan Raka. Bagaimana pun Raka adalah Kakakmu. Papa mohon, sayang." Felix benar-benar memohon kepada Darren agar Darren mau melepaskan tangannya dari leher Raka.
Seketika Darren tertawa keras ketika mendengar perkataan Felix. Bagi Darren apa yang dikatakan oleh Felix itu sangat lucu. Sementara mereka semua yang mendengar suara tawa Darren merinding dan juga takut, tapi tidak dengan Saskia dan Lory.
"Hei, tuan! Apa anda sadar dengan apa yang anda ucapkan barusan? Apa anda sedang tidak bermimpi kan? Sejak kapan aku menjadi putramu, hah! Dan sejak kapan anda menjadi ayahku? Sadarlah tuan. Anda hanya memilik lima orang anak. Tiga laki-laki dan dua perempuan. Sejak kapan anda memiliki anak lagi, hah?!"
Mendengar perkataan dari Darren, runtuh sudah kesedihan Felix. Tanpa diminta air mata Felix jatuh membasahi wajah tampannya. Hatinya hancur disaat putra bungsunya tidak mengakuinya sebagai ayahnya.
Lory melihat kearah Saskia. Saskia yang ditatap oleh Lory pun mengerti. Berlahan Saskia mendekati Darren.
"Darren. Kakak mohon, lepaskan. Bukankah kita kesini untuk melihat tante Amanda. Jangan buat tante Amanda sedih dengan melihatmu seperti ini. Kasihan tante Amanda, begitu juga dengan Mama di atas sana. Kakak mohon. Lepaskan, ya! Kita harus segera makamkan jenazah tante Amanda. Tidak baik jika dibiarkan terlalu lama."
Saskia berbicara dengan adiknya dengan begitu lembut. Dirinya tidak ingin adiknya kelepasan, apalagi dilihat banyak orang.
"Tapi bajingan ini sudah menghinaku, Kak! Bajingan ini menyebutku seorang pembunuh. Bahkan bajingan ini menuduhku telah memberikan berita palsu tentang kematianku." Darren menangis.
"Iya, Kakak tahu." Saskia mengusap lembut punggung adiknya.
"Aku bukan pembunuh, kak! Aku tidak membunuh Mama dan Tante Amanda," ucap Darren.
"Iya. Kakak percaya sama kamu. Kamu adalah putra kesayangannya Mama. Dan kamu sangat menyayangi Mama. Jadi kamu tidak mungkin menyakiti Mama atau pun membunuh Mama."
"Sekarang lepaskan, ya! Kakak mohon." Saskia memegang tangan adiknya berharap adiknya itu mau melepaskan cekikannya.
Baik Saskia, Lory, keluarga Fernandes bahkan keluarga Austin akhirnya bisa bernafas lega karena Darren mau melepaskan cekikannya. Setelah itu, Saskia langsung memeluk tubuh adiknya untuk sekedar menenangkan adiknya.
"Hiks... Tante. Kenapa tante juga ikut pergi? Apa tante sudah gak sayang lagi sama aku? Apa tante sudah bosan menjagaku dan menyayangiku? Hiks... Tante. Maafkan aku saat itu aku datang terlambat menolong Tante dan Mama. Jika saja saat itu aku datang tepat waktu. Mungkin saat ini Mama masih ada disini bersamaku. Dan Tante juga tidak akan pergi."
Darren menggenggam erat tangan Amanda. Sesekali Darren mengecupnya dengan penuh sayang.
"Tante! Aku berjanji pada Tante untuk mencari tahu siapa orang yang sudah menyerang Tante dan Mama saat malam itu. Jika aku sudah berhasil mendapatkannya. Aku bersumpah akan membalaskan kematian kalian berdua. Dan aku juga akan cari tahu latar belakangnya. Dan jika aku berhasil mendapatkan latar belakangnya dan berasal dari mana. Aku Darrendra bersumpah akan menghabisi dia dan seluruh anggota keluarganya tanpa sisa."
Darren berbicara dengan tatapan mata yang memerah dan juga tatapan penuh kebencian dan dendam. Sementara orang-orang yang mendengar ucapan demi ucapan yang keluar dari mulut Darren seketika berubah menjadi takut dan tubuh mereka merinding. Terutama untuk anggota keluarga Austin. Mereka menatap Darren sedikit takut. Karena menurut mereka. Darren yang ada di hadapan mereka bukanlah Darren yang mereka kenal.
"Darren. Apa benar itu kau, sayang." Felix berucap di dalam hatinya. Namun, matanya menatap sendu Darren.
"Tante. Jika Tante bertemu dengan Mama di sana. Katakan padanya bahwa aku sangat menyayanginya. Sampaikan maafku pada Mama karena selama hidupnya aku belum bisa membahagiakannya. Tante... Hiks," isak Darren dalam menyampaikan kata-katanya.
Julian dan anggota keluarga Fernandes, Lory dan Saskia. Bahkan para pelayat yang mendengar untaian kerinduan dari Darren menjadi iba. Mereka semuanya menangis.
Huliya, ibu dari Julian Fernandes melangkahkan kakinya untuk mendekati Darren. Dirinya sudah tidak tahan mendengar setiap ucapan yang terlontar dari mulut Darren.
"Sayang. Kamu harus bisa ikhlaskan kepergian tantemu. Dengan kau mengikhlaskan kepergiannya. Maka itu satu bukti bahwa kau sangat menyayanginya." Huliyah memeluk tubuh Darren. Dan tak lupa mengecup pucuk kepala Darren.
Anggota keluarga Austin melihat bagaimana Huliyah menghibur Darren tampak cemburu. Sejujurnya di dalam hati kecil mereka. Mereka ingin sekali memeluk Darren, terutama Felix dan Victoria selaku Ayah dan Nenek nya Darren. Namun, karena ego yang lebih besar saat ini dibandingkan rasa sayangnya kepada Darren. Pada akhirnya mereka mengurungkan niatnya.
"Ikhlaskan, oke!" Huliya kembali berucap sambil mengeluh lembut kepala Darren.
"Baik, Nek! Aku sudah mengikhlaskan kepergian Tante Amanda. Karena aku sayang sama Tante Amanda." Darren menjawab sambil matanya menatap wajah Tantenya itu.
Darren kembali memberikan kecupan di pipi dan kening Amanda. Setelah itu, Darren menatap wajah tantenya.
"Selamat jalan Tante. Aku menyayangimu. Semoga tante ditempatkan di tempat yang terbaik di sana. Aku berjanji pada Tante akan menjaga Om Julian, Kak Andra, Kak Adnan dan Kak Merrin. Bahkan keluarga besar dari suami Tante. Aku tidak akan membiarkan para sampah diluar sana mengusik mereka."
Mendengar ucapan dan janji Darren di depan jenazah Amanda membuat Julian dan anggota keluarganya terharu dan juga bahagia. Dan mereka juga berjanji untuk menjaga dan melindungi Darren, walau nyawa taruhannya.
Setelah puas melihat dan berbicara dengan Tante kesayangannya. Darren berdiri dari posisi duduknya dan menghampiri Julian dan anggota keluarga Fernandes.
"Darren." Merrin langsung memeluk tubuh Darren dan menangis di sana.
"Aku juga merindukan Kak Merrin," jawab Darren.
Setelah puas memeluk Darren, Merrin pun melepaskan pelukannya. Merrin menatap wajah tampan adiknya itu.
"Kakak sedih saat mendengar kabar tentang kematianmu dari tangan kanannya Papa. Papa selama ini diam-diam menyuruh tangan kanannya untuk mencari keberadaanmu. Dan tangan kanannya Papa mengatakan bahwa kau meninggal dalam kecelakaan ketika setelah kau diusir oleh keluarga brengsek itu." Merrin berbicara dengan lantangnya.
"Darren, mereka siapa?" tanya Jessika ketika matanya melihat kearah Saskia dan Lory.
Darren melihat kearah Saskia dan Lory, begitu juga anggota keluarga Fernandes dan keluarga Austin.
Darren melirik kearah Julian. Julian yang mengerti pun mendekat kearah Darren. Kemudian Darren membisikkan di telinga Julian siapa Saskia dan Lory.
"Om Julian. Kak Saskia adalah kakakku. Satu ibu denganku. Dan untuk Kak Lory, dia kakak sepupuku."
Mendengar ucapan dari Darren. Julian mengangguk paham. "Om mengerti."
"Om, Tante, Nek, Kak. Kenalkan ini Kak Saskia dan Kak Lory. Mereka kakakku."
Mereka semua saling bersalaman dengan Saskia dan Lory. Tapi tidak dengan keluarga Austin.
Ketika suasana yang awalnya baik-baik saja dan juga damai. Tiba-tiba rusak akibat ulah dari dua anggota keluarga Austin. Siapa lagi kalau bukan Raka Austin dan Satya Austin.
Keduanya kembali menyerang Darren dengan menghina Darren. Mereka masih marah dan sangat membenci Darren atas kematian Clarissa, ibu mereka.
PROK!
PROK!
"Wah, wah! Drama yang luar biasa saudara Darren." Raka berucap dengan suara keras sehingga terdengar oleh semua orang yang ada di kediaman Julian Fernandes.
Sementara anggota keluarga Fernandes, Saskia dan Lory menatap tajam Raka.
"Apa ini rencana barumu, Darren? Setelah kau membunuh Mama dan menyebabkan Tante Amanda meninggal. Apa kau memiliki rencana baru untuk melenyapkan kami satu persatu, hah?!" tanya Satya dengan suara kerasnya.
Darren masih berusaha untuk tidak terpancing akan perkataan dari kedua mantan kakaknya itu. Bagaimana pun Darren harus menghormati Om nya, Julian Fernandes.
"Tentang kabar kematianmu. Apa itu juga rencanamu, hum? Apa kau ingin menarik perhatian keluarga Austin dan keluarga Fernandes? Kau benar-benar menjijikkan Darren." Raka berucap dengan menatap tajam wajah Darren.
"Raka, Satya. Hentikan. Jangan buat keributan disini. Ingat! Jenazah tantemu belum dimakamkan," tegur Rafael.
"Tapi kami tidak suka ada pembunuh disini, Om!" Satya sengaja menyebut kata pembunuh dengan suara keras.
"Jika kau dan keluargamu tidak suka ada Darren disini. Kenapa bukan kalian saja yang pergi dari sini. Ini rumahku. Dan hanya aku dan anggota keluargaku yang menentukan siapa yang boleh dan tidak boleh berada di rumah ini. Bukan kau maupun keluarga Austin!" bentak Andra.
"Tapi tante Amanda adalah tante kami," jawab Satya.
"Tapi dia adalah ibu kami," jawab Adnan.
"Dan kami yang lebih berhak dari pada kalian,"ucap Merrin
"Cih! Setelah apa yang dilakukan anak pembunuh ini kepada ibu kalian. Kalian masih saja mau menerimanya. Dasar menjijikkan."
"Yang menjijikkan itu kalian. Bukan kami. Kalian adalah keluarga kandungnya. Kalian Ayah, Kakak, Om, Tante dan Nenek dari Darren. Tapi kalian malah bersikap buruk terhadap Darren. Kalian lebih percaya dengan omongan orang lain dari pada percaya dengan omongan adik, anak, keponakan dan cucu kalian sendiri. Sementara kami yang hanya orang luar memilih percaya dengan Darren!" bentak Andra.
Raka berlahan menghampiri Darren. Raka benar-benar jijik dan muak melihat wajah Darren.
"Hei, Darren. Pelet apa yang sudah kau gunakan, hah?! Kenapa mereka begitu peduli padamu yang jelas-jelas seorang pembunuh. Kenapa bukan kau saja yang mati? Kenapa harus Mama dan Tante Amanda? Kau itu tidak tahu diri dan anak pembawa sial!" Raka menatap sinis Darren.
Darren yang masih dibatas kesabaran memilih menjauh dari Raka. Dirinya tidak peduli dengan semua ocehan yang keluar dari mulut Raka dan Satya.
Ketika Darren ingin melangkah, Raka berniat ingin memukul Darren dari belakang. Melihat Raka yang ingin menyakiti Darren, Saskia pun berteriak.
"Darren, awas!"
Dengan gerakan cepat, Darren membalikkan badannya dan tangannya langsung tepat mendarat di leher Raka. Mereka yang melihat kejadian itu terkejut, terutama keluarga Austin.
Darren mencekik leher Raka dengan kuat. Dapat dilihat Raka yang kesulitan bernafas. Darren menatap Raka dengan penuh amarah.
"Aku sudah cukup sabar selama ini mendengar semua makian dan hinaan darimu, tuan Raka! Apa begini cara keluarga Austin mendidikmu, hum? Apa mereka tidak mengajarkan bagaimana cara berbicara yang baik dan juga sopan kepada orang lain?" tanya Darren dengan tatapan matanya yang penuh amarah dan kebencian.
Darren menguatkan cekikannya di leher Raka sehingga membuat Raka benar-benar kesulitan bernafas. Terlihat jelas wajah Raka yang sudah memerah.
"Le-pas," lirih Raka sembari memegang kuat tangan Darren.
"Apa? Aku tidak dengar." Darren tidak mempedulikan rasa sakit yang dirasakan oleh Raka. Saat ini yang ada di pikirannya adalah keinginan untuk membunuh Raka.
"Darren. Lepaskan Raka. Dia kakakmu!" teriak Felix.
Mendengar teriakan dari Felix. Darren langsung mengalihkan perhatiannya melihat kearah Felix, mantan ayahnya itu.
"Anda barusan bicara apa, tuan? Bisa anda ulangi sekali lagi?" Darren menatap tajam Felix.
Sementara Felix merasakan sesak di hatinya ketika mendengar putra bungsunya menyebut dirinya tuan, bukan menyebut dirinya Papa.
"Darren. Papa mohon. Lepaskan Raka. Bagaimana pun Raka adalah Kakakmu. Papa mohon, sayang." Felix benar-benar memohon kepada Darren agar Darren mau melepaskan tangannya dari leher Raka.
Seketika Darren tertawa keras ketika mendengar perkataan Felix. Bagi Darren apa yang dikatakan oleh Felix itu sangat lucu. Sementara mereka semua yang mendengar suara tawa Darren merinding dan juga takut, tapi tidak dengan Saskia dan Lory.
"Hei, tuan! Apa anda sadar dengan apa yang anda ucapkan barusan? Apa anda sedang tidak bermimpi kan? Sejak kapan aku menjadi putramu, hah! Dan sejak kapan anda menjadi ayahku? Sadarlah tuan. Anda hanya memilik lima orang anak. Tiga laki-laki dan dua perempuan. Sejak kapan anda memiliki anak lagi, hah?!"
Mendengar perkataan dari Darren, runtuh sudah kesedihan Felix. Tanpa diminta air mata Felix jatuh membasahi wajah tampannya. Hatinya hancur disaat putra bungsunya tidak mengakuinya sebagai ayahnya.
Lory melihat kearah Saskia. Saskia yang ditatap oleh Lory pun mengerti. Berlahan Saskia mendekati Darren.
"Darren. Kakak mohon, lepaskan. Bukankah kita kesini untuk melihat tante Amanda. Jangan buat tante Amanda sedih dengan melihatmu seperti ini. Kasihan tante Amanda, begitu juga dengan Mama di atas sana. Kakak mohon. Lepaskan, ya! Kita harus segera makamkan jenazah tante Amanda. Tidak baik jika dibiarkan terlalu lama."
Saskia berbicara dengan adiknya dengan begitu lembut. Dirinya tidak ingin adiknya kelepasan, apalagi dilihat banyak orang.
"Tapi bajingan ini sudah menghinaku, Kak! Bajingan ini menyebutku seorang pembunuh. Bahkan bajingan ini menuduhku telah memberikan berita palsu tentang kematianku." Darren menangis.
"Iya, Kakak tahu." Saskia mengusap lembut punggung adiknya.
"Aku bukan pembunuh, kak! Aku tidak membunuh Mama dan Tante Amanda," ucap Darren.
"Iya. Kakak percaya sama kamu. Kamu adalah putra kesayangannya Mama. Dan kamu sangat menyayangi Mama. Jadi kamu tidak mungkin menyakiti Mama atau pun membunuh Mama."
"Sekarang lepaskan, ya! Kakak mohon." Saskia memegang tangan adiknya berharap adiknya itu mau melepaskan cekikannya.
Baik Saskia, Lory, keluarga Fernandes bahkan keluarga Austin akhirnya bisa bernafas lega karena Darren mau melepaskan cekikannya. Setelah itu, Saskia langsung memeluk tubuh adiknya untuk sekedar menenangkan adiknya.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved