Bab 10 Berhenti Dari Pekerjaan dan Ikut Bersamaku
by Park Nurmin
19:51,Aug 01,2023
Aruna beranjak dari posisinya setelah mendorong tubuh Nathan.
Begitu pun dengan Nathan, ia juga beranjak dari posisinya dan berdiri lagi di hadapan Aruna. “Keluar dari pekerjaan itu dan ikut denganku. Kamu bisa bekerja di perusahaanku sebagai apa pun yang kamu mau,” ucap Nathan.
“Pffttttt ... berhenti dari pekerjaanku dan ikut bekerja di perusahaanmu? Maksudnya bekerja sebagai budakmu agar kamu bisa kembali menyiksaku lebih parah dari dulu, begitu?” tanya Aruna tertawa pelan.
Ia menyeka air mata yang sedikit keluar dari sudut matanya, kemudian merapatkan kedua tangannya di bawah dada terlipat.
“Rencana apa yang sedang kamu rencanakan sekarang, hm? Kamu pasti sudah membuat rencana baru setelah tahu aku ini siapa kan? Masih tidak terima karena aku sudah mempermalukan kamu di club malam waktu itu? Ingin balas dendam?”
Nathan menggelengkan kepalanya. “Sumpah demi apa pun aku sama sekali tidak mempunyai niat buruk sama kamu. Aku serius ingin meminta maaf, aku benar-benar sangat menyesal karena dulu udah jahat sama kamu,” ucap Nathan.
Aruna mendengus, ia sama sekali tidak percaya dengan apa yang Nathan katakan, ia langsung berjalan melewati Nathan begitu saja enggan berlama-lama berhadapan dengan pria itu.
“Lia? Lia ....” panggil Nathan.
Aruna menghentikan langkah dan menoleh menatap Nathan dengan tatapan kesal. “Jangan memanggilku dengan panggilan seperti itu! Aku tidak suka mendengarnya!” pekik Aruna.
Hanya teman-temannya di SMA lah yang memanggilnya dengan panggilan seperti itu. Dan saat nama itu disebut, bayangan masa lalu saat ia menerima perlakuan buruk berupa kata hinaan selalu kembali teringat lagi.
Lia si gadis gendut
Lia si gadis tidak tahu diri karena jatuh cinta pada pria idaman di sekolah.
Lia si gadis murahan karena tidak mau putus padahal sudah tahu kalau hanya dijadikan bahan taruhan.
Dan banyak lagi kata-kata hinaan yang lain. Sejak saat itu, Aruna enggan mendekar nama itu terdengar di telinganya lagi.
“Oke, aku minta maaf,” ucap Nathan lagi.
Aruna mendelik sinis, ia kembali berbalik dan melangkahkan kaki pergi meninggalkan Nathan. Ia akan segera pergi ke club malam untuk bekerja.
“Li—” Nathan tak meneruskan ucapannya memanggil Aruna saat baru menyadari kalau Aruna enggan di panggil Lia. “Aruna ... Aruna ....” panggil Nathan namun sama sekali tidak ada jawaban.
Gadis itu terus berjalan sampai akhirnya tak terlihat lagi saat masuk ke dalam taksi. Nathan yang melihatnya lantas masuk ke dalam mobil juga, ia mengikuti mobil taksi yang di naiki oleh Aruna. Namun, menjaga jarak agar wanita itu tak mengetahui jika ia sedang mengikuti.
Walau sebenarnya Nathan sudah tahu kemana arah dan tujuan Aruna akan pergi, wanita itu pasti akan pergi ke club malam untuk bekerja.
.
.
Selang 30 menit kemudian, mobil yang Nathan kemudikan itu sudah terhenti tak jauh dari club malam, dia menghentikan laju mobilnya di tepi jalan yang berseberangan dengan club malam. Ia tak bisa masuk karena namanya masih di blacklist dan ia tak diizinkan masuk.
Pukul 2 dini hari.
Nathan masih berada di dalam mobilnya, ia mengerjapkan mata berkali-kali saat rasa kantuk mulai menyerang. Beberapa kali ia menguap, tapi kemudian ia membasuh wajahnya lagi dengan air di dalam botol agar kembali segar lagi.
Hingga akhirnya, orang yang sejak tadi ia tunggu itu akhirnya keluar juga dari club malam. Nathan lantas langsung keluar dari mobilnya dan berlari untuk menghampiri Aruna.
Ia langsung meraih pergelangan tangan Aruna dari belakang.
“Aaaaaaa ....” Karena kaget, Aruna berteriak.
“Ini aku,” ucap Nathan. "Nathan."
Aruna yang kesal lantas menghempaskan tangan Nathan dengan sangat kasar. “Apa-apaan kamu ini, huh?” tanya Aruna dengan mata yang terbuka sempurna karena kesal. Ia pikir tadi ada orang jahat yang berniat melakukan sesuatu padanya, “Tunggu ... kamu masih di sini? Kamu menungguku?” tanya Aruna.
“Iya, aku mengikuti kamu dan menunggu kamu,” jawab Nathan.
“Ck!” Aruna berdecak kesal, “Tak bisakah untuk tidak mengganggu hidupku, huh?”
“Berhenti dari pekerjaan ini dan ikut bersamaku, kamu ingin mengubah hidupmu dan tidak mau menjadi bahan cacian orang, kan? Kamu juga tidak mau terus dimaki dan dikata-katai oleh ibumu, kan? Jadi berhenti dari pekerjaan ini dan ikut aku ke perusahaan. Ayo kita perbaiki semuanya.”
“Ya ampun, Nathan! Aku tidak mau menjadi bu—”
“Aku tidak akan memperlakukanmu seperti dulu, apalagi menjadikanmu budak. Itu tidak mungkin!” sela Nathan memotong, “Percayalah kalau dulu aku menyesal melakukan itu padamu, Li … Aruna maksudnya. A–aku terpaksa melakukannya karena tidak mau menjadi bahan bully-an teman-temanku.”
“Jadi kamu mengorbankan aku untuk dijadikan bahan bully-an teman-temanmu begitu?” tanya Aruna dengan mata yang menyipit.
“Aku minta maaf, aku mengaku salah karena sudah keterlaluan sama kamu,” ucap Nathan dengan wajah penuh penyesalan, “Tapi percaya sama aku, aku beneran nyesel dan dulu ... perasaan aku ke kamu itu tidak main-main. Aku beneran cinta sama kamu dengan apa adanya kamu saat itu, aku nyaman sama kamu dan beneran jatuh cinta sama kamu.”
“Pfftttt ...,” Aruna tertawa pelan saat Nathan berucap, dia mengalihkan pandangannya ke arah lain dan mendecih sinis, kemudian menatap Nathan lagi dengan tatapan yang tajam, “Kamu pikir aku percaya? Enggak! Pria yang mencintai wanitanya tidak mungkin menyakiti hati wanitanya!” sahut Aruna.
“Iya, aku tau dan aku menyesal!” jawab Nathan, “Setelah itu aku juga berusaha mencari kamu kok untuk memperbaiki semuanya tapi ya gak berhasil. Temen-temen kamu gak ada yang mau kasih alamat di mana kamu tinggal, aku baru berhasil dapetin alamat kamu setelah minta ke kepala sekolah. Tapi begitu aku datang ke alamat rumah yang ada di data sekolah, ternyata rumahnya udah kosong dan aku gak berhasil nemuin kamu,” jelas Nathan.
Alis Aruna bertaut saat Nathan berucap. Sedang Nathan, ia meraih kedua telapak tangan Aruna menggenggamnya. “Ayolah, berhenti dari pekerjaan itu dan ikut denganku ke perusahaan.”
Aruna menghempaskan tangan Nathan dengan sangat kasar lagi. “Ikut denganmu ke perusahaan, lalu aku akan bekerja sebagai apa, huh? Aku tidak punya ijazah SMA karena berhenti di tengah jalan dan itu karenaku. Terus aku akan bekerja sebagai apa di sana? Sebagai OB? Sebagai pesuruhmu begitu? Lalu nanti saat ada teman-teman SMA-mu datang, mereka akan menertawakanku karena sejak dulu sampai sekarang aku menjadi bahan penindasanmu. Itu yang kamu inginkan?” tanya Aruna dengan wajah yang terlihat kesal.
Nathan lantas langsung menggelengkan kepalanya. “Kamu punya otak yang cerdas kan sejak dulu, aku rasa kamu akan cepat memahami pekerjaanmu jika mau belajar. Jadi terserah kamu ingin menjadi apa, aku akan mengabulkannya.”
Aruna berpikir sebentar pekerjaan apa yang akan ia katakan pada Nathan, setelah berpikir cukup lama, akhirnya ia berucap. “Kalau begitu ... aku ingin menjadi sekertarismu,” jawab Aruna.
“Hah? A–apa?” tanya Nathan.
Bersambung
Begitu pun dengan Nathan, ia juga beranjak dari posisinya dan berdiri lagi di hadapan Aruna. “Keluar dari pekerjaan itu dan ikut denganku. Kamu bisa bekerja di perusahaanku sebagai apa pun yang kamu mau,” ucap Nathan.
“Pffttttt ... berhenti dari pekerjaanku dan ikut bekerja di perusahaanmu? Maksudnya bekerja sebagai budakmu agar kamu bisa kembali menyiksaku lebih parah dari dulu, begitu?” tanya Aruna tertawa pelan.
Ia menyeka air mata yang sedikit keluar dari sudut matanya, kemudian merapatkan kedua tangannya di bawah dada terlipat.
“Rencana apa yang sedang kamu rencanakan sekarang, hm? Kamu pasti sudah membuat rencana baru setelah tahu aku ini siapa kan? Masih tidak terima karena aku sudah mempermalukan kamu di club malam waktu itu? Ingin balas dendam?”
Nathan menggelengkan kepalanya. “Sumpah demi apa pun aku sama sekali tidak mempunyai niat buruk sama kamu. Aku serius ingin meminta maaf, aku benar-benar sangat menyesal karena dulu udah jahat sama kamu,” ucap Nathan.
Aruna mendengus, ia sama sekali tidak percaya dengan apa yang Nathan katakan, ia langsung berjalan melewati Nathan begitu saja enggan berlama-lama berhadapan dengan pria itu.
“Lia? Lia ....” panggil Nathan.
Aruna menghentikan langkah dan menoleh menatap Nathan dengan tatapan kesal. “Jangan memanggilku dengan panggilan seperti itu! Aku tidak suka mendengarnya!” pekik Aruna.
Hanya teman-temannya di SMA lah yang memanggilnya dengan panggilan seperti itu. Dan saat nama itu disebut, bayangan masa lalu saat ia menerima perlakuan buruk berupa kata hinaan selalu kembali teringat lagi.
Lia si gadis gendut
Lia si gadis tidak tahu diri karena jatuh cinta pada pria idaman di sekolah.
Lia si gadis murahan karena tidak mau putus padahal sudah tahu kalau hanya dijadikan bahan taruhan.
Dan banyak lagi kata-kata hinaan yang lain. Sejak saat itu, Aruna enggan mendekar nama itu terdengar di telinganya lagi.
“Oke, aku minta maaf,” ucap Nathan lagi.
Aruna mendelik sinis, ia kembali berbalik dan melangkahkan kaki pergi meninggalkan Nathan. Ia akan segera pergi ke club malam untuk bekerja.
“Li—” Nathan tak meneruskan ucapannya memanggil Aruna saat baru menyadari kalau Aruna enggan di panggil Lia. “Aruna ... Aruna ....” panggil Nathan namun sama sekali tidak ada jawaban.
Gadis itu terus berjalan sampai akhirnya tak terlihat lagi saat masuk ke dalam taksi. Nathan yang melihatnya lantas masuk ke dalam mobil juga, ia mengikuti mobil taksi yang di naiki oleh Aruna. Namun, menjaga jarak agar wanita itu tak mengetahui jika ia sedang mengikuti.
Walau sebenarnya Nathan sudah tahu kemana arah dan tujuan Aruna akan pergi, wanita itu pasti akan pergi ke club malam untuk bekerja.
.
.
Selang 30 menit kemudian, mobil yang Nathan kemudikan itu sudah terhenti tak jauh dari club malam, dia menghentikan laju mobilnya di tepi jalan yang berseberangan dengan club malam. Ia tak bisa masuk karena namanya masih di blacklist dan ia tak diizinkan masuk.
Pukul 2 dini hari.
Nathan masih berada di dalam mobilnya, ia mengerjapkan mata berkali-kali saat rasa kantuk mulai menyerang. Beberapa kali ia menguap, tapi kemudian ia membasuh wajahnya lagi dengan air di dalam botol agar kembali segar lagi.
Hingga akhirnya, orang yang sejak tadi ia tunggu itu akhirnya keluar juga dari club malam. Nathan lantas langsung keluar dari mobilnya dan berlari untuk menghampiri Aruna.
Ia langsung meraih pergelangan tangan Aruna dari belakang.
“Aaaaaaa ....” Karena kaget, Aruna berteriak.
“Ini aku,” ucap Nathan. "Nathan."
Aruna yang kesal lantas menghempaskan tangan Nathan dengan sangat kasar. “Apa-apaan kamu ini, huh?” tanya Aruna dengan mata yang terbuka sempurna karena kesal. Ia pikir tadi ada orang jahat yang berniat melakukan sesuatu padanya, “Tunggu ... kamu masih di sini? Kamu menungguku?” tanya Aruna.
“Iya, aku mengikuti kamu dan menunggu kamu,” jawab Nathan.
“Ck!” Aruna berdecak kesal, “Tak bisakah untuk tidak mengganggu hidupku, huh?”
“Berhenti dari pekerjaan ini dan ikut bersamaku, kamu ingin mengubah hidupmu dan tidak mau menjadi bahan cacian orang, kan? Kamu juga tidak mau terus dimaki dan dikata-katai oleh ibumu, kan? Jadi berhenti dari pekerjaan ini dan ikut aku ke perusahaan. Ayo kita perbaiki semuanya.”
“Ya ampun, Nathan! Aku tidak mau menjadi bu—”
“Aku tidak akan memperlakukanmu seperti dulu, apalagi menjadikanmu budak. Itu tidak mungkin!” sela Nathan memotong, “Percayalah kalau dulu aku menyesal melakukan itu padamu, Li … Aruna maksudnya. A–aku terpaksa melakukannya karena tidak mau menjadi bahan bully-an teman-temanku.”
“Jadi kamu mengorbankan aku untuk dijadikan bahan bully-an teman-temanmu begitu?” tanya Aruna dengan mata yang menyipit.
“Aku minta maaf, aku mengaku salah karena sudah keterlaluan sama kamu,” ucap Nathan dengan wajah penuh penyesalan, “Tapi percaya sama aku, aku beneran nyesel dan dulu ... perasaan aku ke kamu itu tidak main-main. Aku beneran cinta sama kamu dengan apa adanya kamu saat itu, aku nyaman sama kamu dan beneran jatuh cinta sama kamu.”
“Pfftttt ...,” Aruna tertawa pelan saat Nathan berucap, dia mengalihkan pandangannya ke arah lain dan mendecih sinis, kemudian menatap Nathan lagi dengan tatapan yang tajam, “Kamu pikir aku percaya? Enggak! Pria yang mencintai wanitanya tidak mungkin menyakiti hati wanitanya!” sahut Aruna.
“Iya, aku tau dan aku menyesal!” jawab Nathan, “Setelah itu aku juga berusaha mencari kamu kok untuk memperbaiki semuanya tapi ya gak berhasil. Temen-temen kamu gak ada yang mau kasih alamat di mana kamu tinggal, aku baru berhasil dapetin alamat kamu setelah minta ke kepala sekolah. Tapi begitu aku datang ke alamat rumah yang ada di data sekolah, ternyata rumahnya udah kosong dan aku gak berhasil nemuin kamu,” jelas Nathan.
Alis Aruna bertaut saat Nathan berucap. Sedang Nathan, ia meraih kedua telapak tangan Aruna menggenggamnya. “Ayolah, berhenti dari pekerjaan itu dan ikut denganku ke perusahaan.”
Aruna menghempaskan tangan Nathan dengan sangat kasar lagi. “Ikut denganmu ke perusahaan, lalu aku akan bekerja sebagai apa, huh? Aku tidak punya ijazah SMA karena berhenti di tengah jalan dan itu karenaku. Terus aku akan bekerja sebagai apa di sana? Sebagai OB? Sebagai pesuruhmu begitu? Lalu nanti saat ada teman-teman SMA-mu datang, mereka akan menertawakanku karena sejak dulu sampai sekarang aku menjadi bahan penindasanmu. Itu yang kamu inginkan?” tanya Aruna dengan wajah yang terlihat kesal.
Nathan lantas langsung menggelengkan kepalanya. “Kamu punya otak yang cerdas kan sejak dulu, aku rasa kamu akan cepat memahami pekerjaanmu jika mau belajar. Jadi terserah kamu ingin menjadi apa, aku akan mengabulkannya.”
Aruna berpikir sebentar pekerjaan apa yang akan ia katakan pada Nathan, setelah berpikir cukup lama, akhirnya ia berucap. “Kalau begitu ... aku ingin menjadi sekertarismu,” jawab Aruna.
“Hah? A–apa?” tanya Nathan.
Bersambung
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved