Bab 9 Terlambat
by Abigail Kusuma
09:38,Aug 02,2023
“Miranda? Kau sudah pulang?” Helen sedikit terkejut melihat Miranda melangkah masuk ke dalam kamar dengan raut wajah yang kesal. “Ada apa, Miranda? Apa kau memiliki masalah di perusahaan?” tanyanya yang khawatir.
“Tidak, hanya banyak pekerjaan yang menggangguku belakangan ini.” Miranda menjatuhkan tubuhnya di sofa, lalu dia menyambar gelas yang berisikan apple juice dan meminumnya hingga tandas.
“Kau yakin?” Helen mengangkat sebelah alisnya, menatap Miranda penuh curiga. “Tidak bisanya masalah pekerjaan hingga membuat wajahmu seperti itu.”
Miranda menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. “Sebenarnya ada yang aku sembunyikan darimu.”
“Kau menyembunyikan apa dariku?” Raut wajah Helen berubah kala mendengar apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu.
“Kemarin saat aku menemani ayah dan kakakku meeting, aku bertemu lagi dengan pria itu,” ujar Miranda dengan kesal. Ya, dia memang menyembunyikan ini dari Helen. Tentu dia tahu sahabatnya itu akan berisik.
“Apa yang kau maksud, Miranda? Kau bertemu pria yang mana?” Kening Helen berkerut, menatap bingung Miranda.
Miranda mendengkus. “Aku bukan dirimu yang selalu banyak berkencan dengan banyak pria! Harusnya kau bisa langsung tahu siapa pria yang aku maksud,” tukasnya dengan nada kesal.
“Tunggu,” Helen menjeda, dia menatap serius Miranda. “Jangan katakan padaku, kau habis bertemu dengan pria yang menjadi one night standmu waktu di Las Vegas?”
Miranda mengangguk. “Ya, aku bertemu dengannya saat meeting tadi, aku baru tahu dia adalah rekan bisnis ayahku,” jawabnya dengan helaan napas berat.
Helen tersentak mendengar perkataan Miranda. “Dia rekan binis ayahmu? Kau sedang tidak bercanda kan, Miranda?”
“Aku terlalu malas bercanda mengenai pria itu,” tukas Miranda datar.
“Tapi kenapa kau baru menceritakan padaku sekarang?” cerca Helen dengan tatapan menuntut meminta Miranda menjelaskan padanya.
“Kau terlalu berisik, Helen. Aku tidak ingin otak liarmu itu berpikir tidak-tidak!” jawab Miranda dengan nada yang masih kesal.
Helen mendengkus tak suka. “Sekarang katakan padaku, siapa nama pria itu?”
“Athes Leonard Russel, aku baru tahu dia pemilik Russel Group,” tukas Miranda dingin.
“What?” Helen tampak begitu terkejut. “Pria itu Athes Leonard Russel?” tanyanya memastikan.
Miranda mengangguk seraya menyandarkan punggungnya di sofa.
“Astaga! Kenapa bisa aku tidak menyadari pria itu Athes Leonard Russel?” seru Helen yang tampak kesal pada dirinya sendiri.
“Kau mengenalnya?” Miranda mengalihkan pandangannya, menatap serius Helen.
Helen mendesah pelan. Dia langsung mengeluarkan ponselnya dan mencari data mengenai sosok Athes Leonard Russel di internet. Setelah mendapatkannya, dia langsung menunjukkan layar ponselnya pada Miranda seraya berkata, “Athes Leonard Russel, pria tampan dan kaya ini masih belum menikah di usianya yang sudah menginjak 35 tahun. Aku pernah satu kali bertemu dengannya saat aku menemani orang tuaku dalam undangan makan malam yang diadakan Keluarga Russel, lima tahun lalu. Saat itu aku juga tidak melihat Athes memiliki pasangan. Atau mungkin sebenarnya dia memilikinya hanya saja dia tidak suka hubungannya diekspos media. Cukup aneh, jika di usia yang sudah matang masih belum memiliki tunangan atau calon istri. Ah, bisa juga dia benar single. Mungkin dia salah satu lady killer yang menunggu wanita yang begitu dia cintai.”
“Bicaramu itu selalu saja tidak-tidak,” jawab Miranda kesal. “Dia memiliki kekasih atau tidak memilikinya, itu bukan urusanku.”
“Kau yakin?” Alis Helen terangkat, menatap Miranda dengan penuh selidik. “Kau dan dia pernah tidur bersama. Ya, meski kalian hanya one night stand, tapi aku yakin paling tidak kau ingin mengetahui kehidupan tentangnya.”
Miranda berdecak tak suka. “Aku sudah katakan padamu, sejak di mana aku meninggalkannya, aku sudah tidak lagi mengingatnya. Sekarang aku dengannya hanya murni sebagai rekan bisnis. Aku tidak ingin menyampurkan urusan pribadi ke dalam perusahaan.”
“Tapi kalau kalian saling menyukai, kalian bisa saja menjalin hubungan.” Helen mengambil apel yang ada di atas meja dan langsung menggigitnya. “Aku lihat kalian akan menjadi pasangan yang sangat sempurna.”
“Sudah cukup, aku tidak ingin membahasnya,” jawab Miranda yang jengah meladeni perkataan sahabatnya itu.
Helen mengangkat bahunya tak acuh. “Kau ini tidak pernah mau mendengarkan perkataanku. Padahal aku menyarankan yang terbaik untukmu.”
“Aku ingin berendam dan langsung istirahat. Tubuhku sangat lelah.” Miranda mengabaikan ucapan Helen. Dia langsung beranjak dari tempat duduknya, dan melangkah masuk ke dalam kamar mandi. Ya, lebih baik baginya untuk menghindari segala ucapan sahabatnya itu.
***
Suara dering ponsel terdengar. Miranda yang tengah tertidur pulas harus terbangun karena dering ponsel yang tak kunjung berhenti.
“Miranda, jawablah teleponmu. Itu berisik sekali. Mengganggu tidurku saja,” ujar Helen dengan nada kesal. Dia masih terus menutup matanya.
“Astaga, siapa yang menggangguku sepagi ini.” Dengan malas Miranda mengambil ponselnya yang terletak di atas nakas, tanpa melihat ke layar, Miranda langsung menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan, sebelum kemudian meletakkannya ke telinganya.
“Hallo?” jawab Miranda ketus saat panggilan terhubung.
“Selamat pagi, Nona Miranda. Maaf mengganggu Anda, Nona. Tapi saya hanya ingin mengingatkan pagi ini Anda memiliki meeting dengan Tuan Athes di hotel baru kita,” ujar Bella dari seberang line.
Perkataan Bella sukses membuat Miranda melompat dari tempat tidur. Meski masih mengantuk, tapi Miranda memaksakan membuka matanya.
“Apa kau bilang tadi? Bukannya aku belum mengatur pertemuan dengan Tuan Athes Russel? Kenapa sekarang aku memiliki meeting dengannya?” seru Miranda kesal.
“Maaf, Nona. Tapi Anda harus menggantikan Tuan Darren. Sebelumnya ayah Anda berpesan, hotel yang baru berada di bawah pimpinan Anda. Dan kebetulan hari ini Tuan Athes memiliki meeting dengan Tuan Darren. Dan karena Anda yang sudah memegang kendali hotel ini, maka Anda yan harus meeting dengan Tuan Athes,” jelas Bella hati-hati.
“Oh, shit! Apa tidak bisa kau saja yang menggantikanku, Bella? Aku akan membayarmu mahal karena mau menggantikanku hari ini.”
“Nona. Tapi Tuan Darren berpesan untuk Anda langsung yang bertemu dengan Tuan Athes.”
Miranda membuang napas kasar. “Minta dia untuk tunggu. Aku akan segera bersiap-siap.”
Miranda menutup panggilan itu. Dia turun dari ranjang dan langsung berlari masuk ke dalam kamar mandi.
Tidak lama kemudian, setelah Miranda sudah selesai mandi dan mengganti pakaiannya. Dia langsung menyambar tas dan kunci mobilnya dan berjalan dengan tergesa-gesa meninggalkan kamar, menuju parkiran mobilnya.
***
“Nona Miranda Spencer, Anda terlambat lima belas menit.” Athes yang tengah duduk di area lobby hotel, menatap dingin Miranda yang berjalan cepat masuk ke dalam lobby hotel.
Miranda mengatur napasnya, dia memaksakan senyuman di wajahnya. “Maaf, Tuan Athes. Aku tidak tahu harus menggantikan kakakku. Ke depannya, aku pastikan tidak akan terlambat lagi. Sekali lagi aku minta maaf telah membuatmu menunggu.”
Athes tidak menjawab. Dia hanya melangkahkan kakinya mendekat ke arah Miranda. Sesaat semua orang yang ada di area lobby melihat Athes dan Miranda. Ya, mereka telah menjadi pusat perhatian orang-orang di area lobby.
“Biasanya aku tidak pernaah memaafkan orang yang terlambat bertemu denganku.” Athes menjeda, lalu dia mendekatkan bibirnya ke telinga Miranda seraya berbisik dengan nada rendah yang menggoda, “Tapi aku memiliki pengecualian. Jika orang itu adalah dirimu, maka aku akan memaafkannya. Mungkin kau bisa minta maaf dengan cara lain akan jauh lebih baik. Misalnya menciumku di depan para karyawanmu.”
Miranda menggeram. Dia berusaha menahan kesalnya kala mendengar perkataan Athes. Ingin rasanya dia menghajar pria ini, tapi di area lobby banyak orang. Sungguh, Miranda tidak menyangka pria ini benar-benar menyebalkan. Bisa-bisanya mencari kesempatan dalam kesempitan.
Miranda memaksakan senyuman di wajahnya. “Tuan Athes, mari kita ke ruang meeting.”
“Tidak,” tolak Athes. “Aku ingin kau mengantarku berkeliling hotel ini. Termasuk menunjukkan kamar terbaik yang dimiliki hotel ini.”
“Ah, Bella, assistant-ku bisa mengantar Anda, Tuan,” jawab Miranda cepat.
“Aku menginginkanmu yang mengantarku, Nona Miranda.” tukas Athes dingin dengan nada tidak ingin dibantah.
Miranda mendesah pasrah. Tidak mungkin dia menolaknya. Meski sebenarnya dia sangat ingin menolaknya. Hingga kemudian, dia menjawab, “Baik, Tuan. Mari saya antar.”
Athes tersenyum samar. Lalu dia melangkah bersama dengan Miranda menuju lift pribadi. Tanpa Miranda sadarai, tatapan Athes terus menatap dirinya. Bahkan ketika di dalam lift, saat Miranda menatap ke depan, pria itu lebih memilih melihat sosok wanita cantik yang berdiri di sampingnya.
“Tidak, hanya banyak pekerjaan yang menggangguku belakangan ini.” Miranda menjatuhkan tubuhnya di sofa, lalu dia menyambar gelas yang berisikan apple juice dan meminumnya hingga tandas.
“Kau yakin?” Helen mengangkat sebelah alisnya, menatap Miranda penuh curiga. “Tidak bisanya masalah pekerjaan hingga membuat wajahmu seperti itu.”
Miranda menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. “Sebenarnya ada yang aku sembunyikan darimu.”
“Kau menyembunyikan apa dariku?” Raut wajah Helen berubah kala mendengar apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu.
“Kemarin saat aku menemani ayah dan kakakku meeting, aku bertemu lagi dengan pria itu,” ujar Miranda dengan kesal. Ya, dia memang menyembunyikan ini dari Helen. Tentu dia tahu sahabatnya itu akan berisik.
“Apa yang kau maksud, Miranda? Kau bertemu pria yang mana?” Kening Helen berkerut, menatap bingung Miranda.
Miranda mendengkus. “Aku bukan dirimu yang selalu banyak berkencan dengan banyak pria! Harusnya kau bisa langsung tahu siapa pria yang aku maksud,” tukasnya dengan nada kesal.
“Tunggu,” Helen menjeda, dia menatap serius Miranda. “Jangan katakan padaku, kau habis bertemu dengan pria yang menjadi one night standmu waktu di Las Vegas?”
Miranda mengangguk. “Ya, aku bertemu dengannya saat meeting tadi, aku baru tahu dia adalah rekan bisnis ayahku,” jawabnya dengan helaan napas berat.
Helen tersentak mendengar perkataan Miranda. “Dia rekan binis ayahmu? Kau sedang tidak bercanda kan, Miranda?”
“Aku terlalu malas bercanda mengenai pria itu,” tukas Miranda datar.
“Tapi kenapa kau baru menceritakan padaku sekarang?” cerca Helen dengan tatapan menuntut meminta Miranda menjelaskan padanya.
“Kau terlalu berisik, Helen. Aku tidak ingin otak liarmu itu berpikir tidak-tidak!” jawab Miranda dengan nada yang masih kesal.
Helen mendengkus tak suka. “Sekarang katakan padaku, siapa nama pria itu?”
“Athes Leonard Russel, aku baru tahu dia pemilik Russel Group,” tukas Miranda dingin.
“What?” Helen tampak begitu terkejut. “Pria itu Athes Leonard Russel?” tanyanya memastikan.
Miranda mengangguk seraya menyandarkan punggungnya di sofa.
“Astaga! Kenapa bisa aku tidak menyadari pria itu Athes Leonard Russel?” seru Helen yang tampak kesal pada dirinya sendiri.
“Kau mengenalnya?” Miranda mengalihkan pandangannya, menatap serius Helen.
Helen mendesah pelan. Dia langsung mengeluarkan ponselnya dan mencari data mengenai sosok Athes Leonard Russel di internet. Setelah mendapatkannya, dia langsung menunjukkan layar ponselnya pada Miranda seraya berkata, “Athes Leonard Russel, pria tampan dan kaya ini masih belum menikah di usianya yang sudah menginjak 35 tahun. Aku pernah satu kali bertemu dengannya saat aku menemani orang tuaku dalam undangan makan malam yang diadakan Keluarga Russel, lima tahun lalu. Saat itu aku juga tidak melihat Athes memiliki pasangan. Atau mungkin sebenarnya dia memilikinya hanya saja dia tidak suka hubungannya diekspos media. Cukup aneh, jika di usia yang sudah matang masih belum memiliki tunangan atau calon istri. Ah, bisa juga dia benar single. Mungkin dia salah satu lady killer yang menunggu wanita yang begitu dia cintai.”
“Bicaramu itu selalu saja tidak-tidak,” jawab Miranda kesal. “Dia memiliki kekasih atau tidak memilikinya, itu bukan urusanku.”
“Kau yakin?” Alis Helen terangkat, menatap Miranda dengan penuh selidik. “Kau dan dia pernah tidur bersama. Ya, meski kalian hanya one night stand, tapi aku yakin paling tidak kau ingin mengetahui kehidupan tentangnya.”
Miranda berdecak tak suka. “Aku sudah katakan padamu, sejak di mana aku meninggalkannya, aku sudah tidak lagi mengingatnya. Sekarang aku dengannya hanya murni sebagai rekan bisnis. Aku tidak ingin menyampurkan urusan pribadi ke dalam perusahaan.”
“Tapi kalau kalian saling menyukai, kalian bisa saja menjalin hubungan.” Helen mengambil apel yang ada di atas meja dan langsung menggigitnya. “Aku lihat kalian akan menjadi pasangan yang sangat sempurna.”
“Sudah cukup, aku tidak ingin membahasnya,” jawab Miranda yang jengah meladeni perkataan sahabatnya itu.
Helen mengangkat bahunya tak acuh. “Kau ini tidak pernah mau mendengarkan perkataanku. Padahal aku menyarankan yang terbaik untukmu.”
“Aku ingin berendam dan langsung istirahat. Tubuhku sangat lelah.” Miranda mengabaikan ucapan Helen. Dia langsung beranjak dari tempat duduknya, dan melangkah masuk ke dalam kamar mandi. Ya, lebih baik baginya untuk menghindari segala ucapan sahabatnya itu.
***
Suara dering ponsel terdengar. Miranda yang tengah tertidur pulas harus terbangun karena dering ponsel yang tak kunjung berhenti.
“Miranda, jawablah teleponmu. Itu berisik sekali. Mengganggu tidurku saja,” ujar Helen dengan nada kesal. Dia masih terus menutup matanya.
“Astaga, siapa yang menggangguku sepagi ini.” Dengan malas Miranda mengambil ponselnya yang terletak di atas nakas, tanpa melihat ke layar, Miranda langsung menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan, sebelum kemudian meletakkannya ke telinganya.
“Hallo?” jawab Miranda ketus saat panggilan terhubung.
“Selamat pagi, Nona Miranda. Maaf mengganggu Anda, Nona. Tapi saya hanya ingin mengingatkan pagi ini Anda memiliki meeting dengan Tuan Athes di hotel baru kita,” ujar Bella dari seberang line.
Perkataan Bella sukses membuat Miranda melompat dari tempat tidur. Meski masih mengantuk, tapi Miranda memaksakan membuka matanya.
“Apa kau bilang tadi? Bukannya aku belum mengatur pertemuan dengan Tuan Athes Russel? Kenapa sekarang aku memiliki meeting dengannya?” seru Miranda kesal.
“Maaf, Nona. Tapi Anda harus menggantikan Tuan Darren. Sebelumnya ayah Anda berpesan, hotel yang baru berada di bawah pimpinan Anda. Dan kebetulan hari ini Tuan Athes memiliki meeting dengan Tuan Darren. Dan karena Anda yang sudah memegang kendali hotel ini, maka Anda yan harus meeting dengan Tuan Athes,” jelas Bella hati-hati.
“Oh, shit! Apa tidak bisa kau saja yang menggantikanku, Bella? Aku akan membayarmu mahal karena mau menggantikanku hari ini.”
“Nona. Tapi Tuan Darren berpesan untuk Anda langsung yang bertemu dengan Tuan Athes.”
Miranda membuang napas kasar. “Minta dia untuk tunggu. Aku akan segera bersiap-siap.”
Miranda menutup panggilan itu. Dia turun dari ranjang dan langsung berlari masuk ke dalam kamar mandi.
Tidak lama kemudian, setelah Miranda sudah selesai mandi dan mengganti pakaiannya. Dia langsung menyambar tas dan kunci mobilnya dan berjalan dengan tergesa-gesa meninggalkan kamar, menuju parkiran mobilnya.
***
“Nona Miranda Spencer, Anda terlambat lima belas menit.” Athes yang tengah duduk di area lobby hotel, menatap dingin Miranda yang berjalan cepat masuk ke dalam lobby hotel.
Miranda mengatur napasnya, dia memaksakan senyuman di wajahnya. “Maaf, Tuan Athes. Aku tidak tahu harus menggantikan kakakku. Ke depannya, aku pastikan tidak akan terlambat lagi. Sekali lagi aku minta maaf telah membuatmu menunggu.”
Athes tidak menjawab. Dia hanya melangkahkan kakinya mendekat ke arah Miranda. Sesaat semua orang yang ada di area lobby melihat Athes dan Miranda. Ya, mereka telah menjadi pusat perhatian orang-orang di area lobby.
“Biasanya aku tidak pernaah memaafkan orang yang terlambat bertemu denganku.” Athes menjeda, lalu dia mendekatkan bibirnya ke telinga Miranda seraya berbisik dengan nada rendah yang menggoda, “Tapi aku memiliki pengecualian. Jika orang itu adalah dirimu, maka aku akan memaafkannya. Mungkin kau bisa minta maaf dengan cara lain akan jauh lebih baik. Misalnya menciumku di depan para karyawanmu.”
Miranda menggeram. Dia berusaha menahan kesalnya kala mendengar perkataan Athes. Ingin rasanya dia menghajar pria ini, tapi di area lobby banyak orang. Sungguh, Miranda tidak menyangka pria ini benar-benar menyebalkan. Bisa-bisanya mencari kesempatan dalam kesempitan.
Miranda memaksakan senyuman di wajahnya. “Tuan Athes, mari kita ke ruang meeting.”
“Tidak,” tolak Athes. “Aku ingin kau mengantarku berkeliling hotel ini. Termasuk menunjukkan kamar terbaik yang dimiliki hotel ini.”
“Ah, Bella, assistant-ku bisa mengantar Anda, Tuan,” jawab Miranda cepat.
“Aku menginginkanmu yang mengantarku, Nona Miranda.” tukas Athes dingin dengan nada tidak ingin dibantah.
Miranda mendesah pasrah. Tidak mungkin dia menolaknya. Meski sebenarnya dia sangat ingin menolaknya. Hingga kemudian, dia menjawab, “Baik, Tuan. Mari saya antar.”
Athes tersenyum samar. Lalu dia melangkah bersama dengan Miranda menuju lift pribadi. Tanpa Miranda sadarai, tatapan Athes terus menatap dirinya. Bahkan ketika di dalam lift, saat Miranda menatap ke depan, pria itu lebih memilih melihat sosok wanita cantik yang berdiri di sampingnya.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved