Bab 13

by Pundalisa 10:32,Nov 03,2021

Jingga menatap kejantanan Carlos yang berdiri. Dia ditelan oleh perasaan permatanya yang berdenyut dan dia menginginkan lebih banyak lagi.

Tubuhnya berbalik sebelum duduk di paha Carlos. Dia menggigit bibir bawahnya sendiri saat merasakan kejantanan Carlos memasuki kewanitaannya yang sudah menunggu.

Ketika mendengar Carlotes mengerang, Jingga langsung bergerak naik turun membuat kejantanan Carlos keluar masuk dari dalam dirinya. Jingga mengerang di setiap gerakan. Matanya melotot pada setiap tusukan. Carlos melemah, kejantanannya mulai kehilangan kekuatan di dalam tubuh Jingga..

"Ahhh! Ahhh!" Carlos berteriak oleh setiap gerakan yang Jingga lakukan.

Ketika JIngga merasa bahwa dirinya keluar, dia menarik rambutnya sendiri sambil mengerang keras.

"Oh! Ohhhhh, God! Saya mau keluar, Carlotes!" Jingga berteriak keras saat merasa hampir dekat.

"Saya juga. Oh yeah!" Carlotes berkata sambil mengatur napas. "Ohhh, Jingga, saya mau keluar!"

Jingga bergerak lebih cepat lagi. Setiap kali kejantanan Carlos masuk, Jingga meremasnya dengan mengendalikan ototnya agar enak. Jingga menyukai apa yang dia lakukan karena bisa mendengar erangan Carlotes.

"Ahhhhhhhh!" Geraman panjang keluar dari bibir Jingga saat sedang keluar.

Beberapa detik kemudian, Carlotes mengikutinya. Jingga merasakan jus panas yang dikeluarkan oleh Carlos.

Jingga menghela nafas saat mencondongkan tubuh ke depan seperti halnya Carlos yang terengah-engah.

"Ayo mandi bersama!" Carlotes berkata seraya masih mengatur napas.

Jingga tersenyum. "Boleh ... Khusus sama kamu."

Jingga berdiri dan lebih dulu masuk di bawah pancuran. Carlotes belum mengikutinya, maka Jingga menoleh padanya. Jingga melihatnya masih duduk bersandar di ubin. Dia tersenyum dan mendekat

"Ayo buruan ....." Jingga menarik tangan Carlos.

Carlos tersenyum dan bergerak ke bagian bawah pancuran.

Perasaan saat Carlos memeluknya dari belakang membuat Jingga memejamkan mata, kedua tangan Carlos memainkan kedua payudaranya.

"Boleh gak saya menyabunimu?" Carlotes membisikkan pertanyaan padanya.

"Hmm-mmm. Silakan." Jingga membalas.

Senyum tersungging di bibir Jingga saat Carlotes mulai menyabuninya. Setiap kali tangannya terulur ke dadanya yang besar, Jingga menutup matanya. Saat tangan Carlos mencapai antara pahanya, dia mengerang pelan.

"Saya gak pernah mengerang kalau menyabuni diri sendiri," kata Jingga.

Carlos yang masih sibuk menyabuni tubuhnya itu tertawa lemah. "Apakah kamu menyukai apa yang kita lakukan akhir-akhir ini?" Carlos berbisik di telinganya.

Jingga mengangguk. "Hmm-mm, iya."

Bibir Carlos mencumbu dari telinga ke lehernya. "Lucunya, saya gak mau lagi menjadi temanmu, Jingga."

Jingga membalikkan badan lalu menatap matanya. "Saya kira kamu mau saya jadi temanmu?"

"Saya berubah pikiran." Carlos berkata samb dengan lembut mengoleskan bibir ke bibirnJingga. "Teman gak akan saling bercinta, Jingga, dan saya ingin bercinta denganmu lagi dan lagi."

Tiba-tiba tubuh Jingga memanas mendengar apa yang Carlos katakan. "Lagi dan lagi?"

"Hmm-mmm." Carlos menempelkan bibirnya ke bibir Jingga "saya juga gak mau berteman jika tak ada manfaat, saya gak mau berteman."

Jingga mengangkat alis. "Terus kita berdua disebut apa kalau kamu gak mau berteman?

Carlos menatap tajam ke matanya. "Kekasih. Kamu adalah kekasih, sama seperti saya, kekasihmu."

Kekasih? Boleh juga. "Oke, kita kekasih." Sambil tersenyum, Jingga mengulurkan tangan untuk mencium bibirnya. "Sekarang kita resmi menjadi kekasih."

Mata Carlotes menunjukkan emosi yang tidak bisa dia sebutkan. "Ya. Jadi ketika seseorang bertanya siapa saya dalam hidupmu, apa yang akan kamu jawab?"

"Kekasih. Kamu adalah kekasih saya."

Carlos menyeringai. "Jawaban yang bagus." Katanya seraya langsung menangkap bibirnya.

Jingga mengerang sedikit saat tangan Carlos jatuh ke tengah pahanya.

Jingga menarik diri dari ciuman. "Ronde baru?" tanya Jingga seraya trsenyum ke arah Carlos

Carlotes menyeringai lalu memasukkan jarinya lebih dalam ke dalam tubuh Jingga sebagai jawaban atas pertanyaannya.

Kekasih. Itulah yang dikatakan Carlotes. Bukankah memang mereka sudah jatuh cinta dalam situasi itu? Kekasih yang memanggil pasangan untuk melakukan hubungan seksual. Kenapa begitu ingin memanggil kekasih?

"Urgh! Kata 'kekasih' sudah ada di kepalaku selama seminggu sekarang. Aku tahu bahwa terlalu memikirkannya, tetapi apa yang bisa kulakukan? Aku seorang wanita yang berpikir terlalu banyak!" batin Jingga.

Hingga tak pernah lepas dari pikiran. Jingga bingung, kesal karena Carlotes sepertinya tidak berpikir seperti yang Jingga pikirkan. Sangat menjengkelkan karena Carlotes sepertinya tidak peduli..

Ya, mereka berhubungan seks hampir setiap malam selama dua minggu, dan ya, mereka menikmati setiap detiknya tapi itu saja. Jingga tahu bahwa baru saja memikirkannya, tetapi bagaimana dengan Carlotes? Wajar jika seorang wanita berpikir seperti itu. Itu normal baginya, berpikir seperti apa Carlotes dan dirinya. Ya, Jingga menginginkan label dan itu memalukan di pihaknya karena JInggalah yang menyindir Carlotes tentang hubungan tanpa ikatan.

#####

"Hei. Apakah kamu memikirkan sesuatu yang dalam?" Suara Carlotes berkata saat Jingga sedang sibuk membaca buku tentang Hotel.

Buku itu selalu JIngga bawa sejak awal pelatihan untuk Hotel yang JIngga selenggarakan di sebelah Hotel Kuta.

Jingga menoleh ke arah Carlos yang masih asyik membaca sambil duduk di kursi malas dan berjemur.

Jingga menyesap jus melon di gelasnya. "Gak ada yang penting."

"Ya?"

Jejak dalam suara Jingga tidak membuat percaya si Carlos. "Kalau gak ada yang penting lalu mengapa keningmu berkerut?"

Jingga tersenyum palsu padanya. "Apaan sih! Gak kenapa-napa kok."

Jingga menurunkan buku itu ke meja kecil di sebelahnya lalu mendekati Carlos. Jingga duduk di samping kursi malas Carlos. "Kekasih, katakan saja, oke? Kamu gak akan kehilangan apa pun."

Kekasih. Kata panggilan sayang pada Jingga sejak dia setuju menjadi kekasihnya.

Jingga melihat ke arah lain. "Gak kenapa-napa."

Jingga merasakan Carlos mencium lehernya. "Ada. Cuma kamu gak mau ngasih tau."

Jingga mengalihkan leher ke bibirnya. "Carlotes, saya lagi gak mood."

"Kenapa? Apa kamu lagi menstruasi?"

Jingga membalikkannya dan memberi tatapan jahat. "Saya gak lagi menstruasi, saya hanya lagi gak mood. Oke?" Jingga melambaikan tangan di bahunya dan berdiri lalu masuk ke dalam penthouse.

Carlotes segera mengikutinya ke teras. "Ayolah, Jingga. Jangan abaikan saya."

"Saya gak peduli! Kenapa kamu begitu nakal!" Jingga berteriak.

Jingga terkejut ketika Carlos tiba-tiba memeluknya lalu membelai punggungnya seolah menghiburnya. "Oke, saya gak akan menggelitikmu lagi. Jangan marah sama saya."

"Apa saya gak boleh marah sama kamu?".

"Karena itu bukan salah saya dan saya gak bisa berkonsentrasi pada apa pun saat kamu mara. Yang bisa saya pikirkan hanyalah berbaikan denganmu," jawab Carlos.

Kata-kata Carlos membuat jantung Jingga berdebar. "Carlotes, saya bukan hal penting dalam hidupmu."

"Apaan sih!. Tentu saja, kamu penting dalam hiduo saya. Kamu kan kekasih!"

"Harinya akan tiba, kamu baru akan sadar bahwa kamu tidak mau saya menjadi kekasihmu-"

"Emang siapa yang ngasih tahu kamu?" Carlos melepaskan pelukan dan menatapnya dengan tajam.

Jingga mengangguk; dia tidak bisa melihat mata Carlos yang bertanya. "Saya." Ada jeda yang lama. "Saya tahu kamu pasti bakal bosan."

Carlos menghela nafas lalu memeluknya. "Itu tidak akan terjadi, Jingga. Karena dari kita berdua, kamu yang pertama pergi, bukan saya."

Jingga mendongak dengan bingung. "Saya? Kenapa saya?"

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

42