chapter 8 Malaikat Pelindung
by Yanson
12:56,Nov 23,2023
Wajah Jenny memerah, dia merasa sangat malu.
Dia tidak menyangka bahwa adegan dewasa antara dirinya dan Kevin direkam diam-diam oleh seseorang!
Perempuan tua itu marah besar, dia mengetukkan tongkatnya ke lantai dan berteriak, "Dasar pembawa sial! Dasar pembawa sial!!!"
Dia berteriak sampai sesak napas, anak dan menantunya buru-buru menurunkannya dari panggung.
Para pemuda pun semakin bersemangat karena mereka mendapatkan gosip panas. Mereka pun merekamnya dengan ponsel.
Reni terpaku dan kemudian menampar Kevin. Dia menangis dan berteriak, "Dasar bejat! Tidak tahu malu!"
Kevin mengepalkan tangannya.
Ekspresinya terlihat galak, dia mengumpat Reni. "Kamu berani memukulku? Apa kamu tidak pernah berkaca? Wajahmu seperti monster! Kamu kira aku peduli denganmu?"
"Kevin, kamu hanya binatang yang hina!" Reni mengayunkan tinjunya dengan penuh emosi.
Kevin menangkap pergelangan tangan Reni dan berkata, "Hei, jelek! Buka maskermu kalau berani!"
Dia menjulurkan tangannya dan melepas masker yang dipakai Reni dengan paksa.
Para penggemar gosip itu benar-benar penasaran, sejelek apa wajah Reni sebenarnya.
Tapi ternyata, bukan wajah monster yang mereka lihat, melainkan wajah mulus, cantik dan putih berseri tanpa cacat.
Reni terlihat sangat cantik dan elegan.
Kevin bingung dan bertanya, "Kamu melakukan operasi plastik?"
"Bukan urusanmu!"
Karena sudah terbiasa, Reni masih saja menutup wajahnya. Dia berlari meninggalkan aula.
Kevin langsung menghadangnya, dia merasa senang dan berkata, "Reni, jangan pergi! Ini hari pertunangan kita, kamu milikku! Aku berjanji akan memperlakukanmu dengan baik!"
"Jangan halangi aku!"
Reni berusaha mendorong tangan kotor Kevin sekuat tenaga.
"Jangan membuatku malu!"
Kevin mulai jengkel dan berniat menampar Reni.
Pada saat yang bersamaan, sebuah sumpit melayang dari jarak sekitar 30 meter. Sumpit itu melesat dengan cepat seperti anak panah dan berhasil menusuk telapak tangan Kevin.
Darah berceceran di lantai.
Sumpit itu melesat begitu cepat sampai membuat telapak tangan Kevin menancap ke layar lebar.
Semua orang berteriak ketakuta, hanya para pengawal Simon yang waspada sambil mencoba mencari pelakunya dengan mata elang yang mereka miliki.
"Apa yang kalian lihat? Ayo pergi dari sini!" Simon menegur pengawalnya.
"Tuan Simon, mungkinkah orang itu pelakunya?" tebak salah satu pengawal Simon sambil menunjuk ke arah Shawn.
Dia menebak pelaku berdasarkan arah sumpit itu muncul.
Simon marah dan berkata, "Diam! Dia bukan orang sembarangan. Kalau semua orang tahu siapa dia, mereka pasti akan berlutut meminta ampun!"
"Apa dia sekuat itu?"
Pengawal itu merasa tidak terima, dirinya adalah seorang veteran American Navy Seal yang sudah sudah berlatih bela diri sejak kecil. Umurnya tidak terlalu tua, tapi dia sudah bekerja sebagai tentara bayaran yang pernah bertugas di berbagai negara, bahkan sudah membunuh banyak orang.
Dia melihat Shawn seperti serigala yang sudah menemukan mangsanya.
"Aku ingatkan sekali lagi, dia bukan lawanmu. Kalau kamu nekat melawannya, aku akan memecatmu," ancam Simon.
"Tuan, kalau begini, harga diri Anda akan terinjak-injak."
Pengawal itu tidak berbicara lagi dan hanya bisa menatap Shawn dengan jijik.
Sekuriti hotel sudah bergerak untuk mengamankan keadaan. Di tengah kekacauan itu, Reni digendong oleh seseorang.
Reni mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa laki-laki yang menggendongnya.
Ternyata dia adalah laki-laki yang tadi sempat dicurigai olehnya.
Reni merasa sangat bersalah!
Dia lantas memeluk Shwan dengan erat sambil menangis.
Adi yang menyaksikan adegan itu dari kejauhan pun berkata, "Di, dia berani sekali! Dia menggendong calon pengantin dan membawanya pergi!"
Di salah satu paviliun yang terletak halaman hotel, Shawn menyerahkan tisu terakhir yang berada di saku celananya pada Reni.
Shawn dengan nada bercanda berkata, "Apa kamu mau terus menangis seperti ini?"
Reni langsung cemberut, dia berkata, "Apa hari ini aku sudah melakukan hal yang memalukan?"
"Tidak terlalu memalukan, kok!"
"Tamparanmu itu keren sekali!" puji Shawn.
"Sayang sekali tadi aku tidak menamparnya sampai mati!" kata Reni dengan marah.
"Kalau begitu biar aku saja yang membunuhnya!" Shawn berdiri dan mengatakannya dengan sangat bersemangat.
Reni langsung mencegahnya dan berkata, "Hei, aku cuma bercanda, mana mungkin aku berani membunuh orang?!"
Shawn duduk sambil tersenyum, dia hanya ingin membuat Reni senang.
Tapi diam-diam dia berancana memberi pelajaran pada si Kevin itu sampai tuntas, termasuk pada seluruh Keluarga Wu.
"Apa yang kamu lakukan dengan sumpit tadi?" tanya Reni penasaran.
"Aku belajar bela diri. Kamu tahu 'kan dunia ini sangat berbahaya."
"Apa Kevin tidak apa-apa?" tanya Reni dengan cemas.
"Dia baik-baik saja, tidak akan sampai membahyakan nyawanya." jawab Shawn.
Reni merasa lega, dia khawatir masalah itu akan menimbulkan masalah yang serius.
Dia menatap Shawn dengan hangat dan berkata, "Terima kasih, Kak Shawn! Kalau kamu tidak menolongku, aku pasti sudah celaka!"
"Lalu bagaimana caramu berterima kasih padaku?" goda Shawn.
"Aku akan mentraktirmu makan malam, kamu sendiri yang menentukan restorannya."
"Hanya itu?"
Shawn cemberut.
"Memangnya apa lagi yang kamu mau?"
Shawn memalingkan wajahnya dan dengan malu-malu berkata, "Misalnya dengan ... menciumku?"
Reni juga menjadi malu, dia mengepalkan tangan mungilnya dan berkata, "Kalau begitu, pejamkan matamu."
"Yes!"
Shawn memejamkan matanya tanpa ragu.
Reni berdiri dan mendekatkan wajahnya ke wajah Shawn dengan gugup.
Selama bertahun-tahun, dia tidak pernah menjalin hubungan dengan laki-laki mana pun karena malu dengan wajahnya.
Shawn memintanya untuk menciumnya, dia benar-benar gugup.
Reni terus mendekati wajah Shawn, dia bisa merasakan kehangatan napas laki-laki yang sudah menolongnya itu.
Tapi tiba-tiba ponsel Reni berdering. Dia pun mundur dan langsung mengangkat telepon.
"Ada di mana kamu sekarang? Cepatlah pulang! Nenekmu sekarat! Kita harus mengambil apa yang sudah dijanjikan olehnya!" Diana langsung mengomel.
Reni masih merasa tertekan gara-gara sikap Kevin, sekarang ibunya sama sekali tidak memedulikannya dan malah memedulikan harta.
Dia hanya dijadikan alat penghasil uang oleh ibunya sendiri.
"Aku mengerti."
Reni menutup telepon sambil menyeka air matanya.
"Jangan khawatir, selama aku bersamamu, nenekmu akan selamat," hibur Shawn.
Reni mengangguk, dia merasa seperti kembali ke masa kecil saat Shawn selalu melindunginya.
Selama ada Shawn, tidak ada yang perlu dia takutkan.
Dia tidak menyangka bahwa adegan dewasa antara dirinya dan Kevin direkam diam-diam oleh seseorang!
Perempuan tua itu marah besar, dia mengetukkan tongkatnya ke lantai dan berteriak, "Dasar pembawa sial! Dasar pembawa sial!!!"
Dia berteriak sampai sesak napas, anak dan menantunya buru-buru menurunkannya dari panggung.
Para pemuda pun semakin bersemangat karena mereka mendapatkan gosip panas. Mereka pun merekamnya dengan ponsel.
Reni terpaku dan kemudian menampar Kevin. Dia menangis dan berteriak, "Dasar bejat! Tidak tahu malu!"
Kevin mengepalkan tangannya.
Ekspresinya terlihat galak, dia mengumpat Reni. "Kamu berani memukulku? Apa kamu tidak pernah berkaca? Wajahmu seperti monster! Kamu kira aku peduli denganmu?"
"Kevin, kamu hanya binatang yang hina!" Reni mengayunkan tinjunya dengan penuh emosi.
Kevin menangkap pergelangan tangan Reni dan berkata, "Hei, jelek! Buka maskermu kalau berani!"
Dia menjulurkan tangannya dan melepas masker yang dipakai Reni dengan paksa.
Para penggemar gosip itu benar-benar penasaran, sejelek apa wajah Reni sebenarnya.
Tapi ternyata, bukan wajah monster yang mereka lihat, melainkan wajah mulus, cantik dan putih berseri tanpa cacat.
Reni terlihat sangat cantik dan elegan.
Kevin bingung dan bertanya, "Kamu melakukan operasi plastik?"
"Bukan urusanmu!"
Karena sudah terbiasa, Reni masih saja menutup wajahnya. Dia berlari meninggalkan aula.
Kevin langsung menghadangnya, dia merasa senang dan berkata, "Reni, jangan pergi! Ini hari pertunangan kita, kamu milikku! Aku berjanji akan memperlakukanmu dengan baik!"
"Jangan halangi aku!"
Reni berusaha mendorong tangan kotor Kevin sekuat tenaga.
"Jangan membuatku malu!"
Kevin mulai jengkel dan berniat menampar Reni.
Pada saat yang bersamaan, sebuah sumpit melayang dari jarak sekitar 30 meter. Sumpit itu melesat dengan cepat seperti anak panah dan berhasil menusuk telapak tangan Kevin.
Darah berceceran di lantai.
Sumpit itu melesat begitu cepat sampai membuat telapak tangan Kevin menancap ke layar lebar.
Semua orang berteriak ketakuta, hanya para pengawal Simon yang waspada sambil mencoba mencari pelakunya dengan mata elang yang mereka miliki.
"Apa yang kalian lihat? Ayo pergi dari sini!" Simon menegur pengawalnya.
"Tuan Simon, mungkinkah orang itu pelakunya?" tebak salah satu pengawal Simon sambil menunjuk ke arah Shawn.
Dia menebak pelaku berdasarkan arah sumpit itu muncul.
Simon marah dan berkata, "Diam! Dia bukan orang sembarangan. Kalau semua orang tahu siapa dia, mereka pasti akan berlutut meminta ampun!"
"Apa dia sekuat itu?"
Pengawal itu merasa tidak terima, dirinya adalah seorang veteran American Navy Seal yang sudah sudah berlatih bela diri sejak kecil. Umurnya tidak terlalu tua, tapi dia sudah bekerja sebagai tentara bayaran yang pernah bertugas di berbagai negara, bahkan sudah membunuh banyak orang.
Dia melihat Shawn seperti serigala yang sudah menemukan mangsanya.
"Aku ingatkan sekali lagi, dia bukan lawanmu. Kalau kamu nekat melawannya, aku akan memecatmu," ancam Simon.
"Tuan, kalau begini, harga diri Anda akan terinjak-injak."
Pengawal itu tidak berbicara lagi dan hanya bisa menatap Shawn dengan jijik.
Sekuriti hotel sudah bergerak untuk mengamankan keadaan. Di tengah kekacauan itu, Reni digendong oleh seseorang.
Reni mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa laki-laki yang menggendongnya.
Ternyata dia adalah laki-laki yang tadi sempat dicurigai olehnya.
Reni merasa sangat bersalah!
Dia lantas memeluk Shwan dengan erat sambil menangis.
Adi yang menyaksikan adegan itu dari kejauhan pun berkata, "Di, dia berani sekali! Dia menggendong calon pengantin dan membawanya pergi!"
Di salah satu paviliun yang terletak halaman hotel, Shawn menyerahkan tisu terakhir yang berada di saku celananya pada Reni.
Shawn dengan nada bercanda berkata, "Apa kamu mau terus menangis seperti ini?"
Reni langsung cemberut, dia berkata, "Apa hari ini aku sudah melakukan hal yang memalukan?"
"Tidak terlalu memalukan, kok!"
"Tamparanmu itu keren sekali!" puji Shawn.
"Sayang sekali tadi aku tidak menamparnya sampai mati!" kata Reni dengan marah.
"Kalau begitu biar aku saja yang membunuhnya!" Shawn berdiri dan mengatakannya dengan sangat bersemangat.
Reni langsung mencegahnya dan berkata, "Hei, aku cuma bercanda, mana mungkin aku berani membunuh orang?!"
Shawn duduk sambil tersenyum, dia hanya ingin membuat Reni senang.
Tapi diam-diam dia berancana memberi pelajaran pada si Kevin itu sampai tuntas, termasuk pada seluruh Keluarga Wu.
"Apa yang kamu lakukan dengan sumpit tadi?" tanya Reni penasaran.
"Aku belajar bela diri. Kamu tahu 'kan dunia ini sangat berbahaya."
"Apa Kevin tidak apa-apa?" tanya Reni dengan cemas.
"Dia baik-baik saja, tidak akan sampai membahyakan nyawanya." jawab Shawn.
Reni merasa lega, dia khawatir masalah itu akan menimbulkan masalah yang serius.
Dia menatap Shawn dengan hangat dan berkata, "Terima kasih, Kak Shawn! Kalau kamu tidak menolongku, aku pasti sudah celaka!"
"Lalu bagaimana caramu berterima kasih padaku?" goda Shawn.
"Aku akan mentraktirmu makan malam, kamu sendiri yang menentukan restorannya."
"Hanya itu?"
Shawn cemberut.
"Memangnya apa lagi yang kamu mau?"
Shawn memalingkan wajahnya dan dengan malu-malu berkata, "Misalnya dengan ... menciumku?"
Reni juga menjadi malu, dia mengepalkan tangan mungilnya dan berkata, "Kalau begitu, pejamkan matamu."
"Yes!"
Shawn memejamkan matanya tanpa ragu.
Reni berdiri dan mendekatkan wajahnya ke wajah Shawn dengan gugup.
Selama bertahun-tahun, dia tidak pernah menjalin hubungan dengan laki-laki mana pun karena malu dengan wajahnya.
Shawn memintanya untuk menciumnya, dia benar-benar gugup.
Reni terus mendekati wajah Shawn, dia bisa merasakan kehangatan napas laki-laki yang sudah menolongnya itu.
Tapi tiba-tiba ponsel Reni berdering. Dia pun mundur dan langsung mengangkat telepon.
"Ada di mana kamu sekarang? Cepatlah pulang! Nenekmu sekarat! Kita harus mengambil apa yang sudah dijanjikan olehnya!" Diana langsung mengomel.
Reni masih merasa tertekan gara-gara sikap Kevin, sekarang ibunya sama sekali tidak memedulikannya dan malah memedulikan harta.
Dia hanya dijadikan alat penghasil uang oleh ibunya sendiri.
"Aku mengerti."
Reni menutup telepon sambil menyeka air matanya.
"Jangan khawatir, selama aku bersamamu, nenekmu akan selamat," hibur Shawn.
Reni mengangguk, dia merasa seperti kembali ke masa kecil saat Shawn selalu melindunginya.
Selama ada Shawn, tidak ada yang perlu dia takutkan.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved